Sabtu, 30 April 2011

Anggungan Perkutut

Anggungan Perkutut 

                                                                                                   edohaput 
Bagian ketiga 

      Perawat memberikan botol kecil kepada Darman. " Untuk apa botol ini, Bu ? " , tanya Darman. " Lha kamu tadi diperintah apa oleh polisi ? " , perawat malah balik bertanya. " Tidak diperintah apa - apa, Bu. Cuma saya dibawa keseni oleh polisi ". Darman bingung. Maklum orang desa. Darman tak punya pengalaman apa - apa tentang rumah sakit. Yang namanya rumah sakit ya baru kali ini Darman masuk. Penuh orang berbaju putih. Sibuk. Bau obat. Bau Karbol. Kereta dorong hilir mudik. Darman pusing. Mau muntah. Lebih memusingkan lagi botol kecil yang disodorkan perawat. Untuk apa. 
     Sehari sebelumnya Darman telah diberondong pertanyaan seputar hubungannya dengan Partini. Kadang Darman dibentak - bentak polisi. Kadang diancam. Darman sedih, dan hanya bisa menangis di dalam sel tahanan. Darman sadar bahwa ia di tahan karena diduga membunuh Partini. Darman betul - betul bingung. Mengapa polisi menduganya membunuh Partini. Mengapa cuma dirinya orang dari dusun yang dibawa polisi. Mengapa tak ada orang lain yang juga ikut diduga. Lalu kini di rumah sakit tiba - tiba botol kecil disodorkan tanpa penjelasa. 
     Darman masih melongo saja di depan perawat yang memberinnya botol. " Sudah sana cepat lakukan ! Dan segera bawa kemari !" , perawat setengah membentak Darman. " Saya harus lakukan apa, Bu. Saya benar - benar tidak tahu". Kali ini Darman tampak betul - betul bingung dan memelas. Perawat berdiri dari duduknya. Mendekati Darman. Dan membisikkan kata - kata yang sangat mengagetkan Darman. " Kamu ke kamar mandi di sebelah ini. Dan keluarkan manimu. masukkan sedikit di botol ini. Ngerti ? " , bisik perawat di telinga Darman. Karena kaget campur bingung Darman hanya bisa mengangguk. Karena juga tidak tahu mengapa harus mengeluarkan mani. Darman pun terlongo dan termangu. Dipandanginya botol di tangannya. Perasaannya gundah dan sedih. Apa - apaan ini semua. " Sudah sana ! Ngapain bengong saja !" , bentak perawat yang di dadanya ada papan nama yang bertuliskan DEWI. Dan tulisan itu sempat dibaca Darman. " Ya...ya..bu Dewi ". Darman tergagap dan segera menuju kamar mandi. 
      Setelah mengunci pintu kamar mandi Darman segera melepas celana. Diguyurkan air di punyanya. Kemudian mempermainkannya. Tak ada reaksi. Tak ada rasa geli. Semakin dipaksa malah semakin tak bisa. Sudah sepuluh menit. Darman gelisah. Keringatan. Apa - apaan ini. Untuk apa maniku. Mengapa harus aku. Pikiran yang berkecamuk  dan  bertumpuk di benaknya semakin membuat punyanya Darman mengecil. Dicobanya membayangkan punya Partini yang ia lihat merekah indah. Tetap juga tak berhasil. Darman putus asa.
     " Mana ? ", tanya perawat sambil melototi Darman. Darman meletakkan botol kosong di meja perawat. " Tak bisa, bu Dewi ", jawab Darman memelas. " Ini perintah polisi dik Darman. Jadi jangan main - main. Kamu bisa semakin kena masalah kalau kamu tidak bisa melaksanakan perintah ini ". Dewi menampakkan muka masam. Darman hanya bisa tertunduk sambil mengusap keringat di dahinya. " Kenapa tak bisa ? ", tanya Dewi pelan tapi garang. " Tak bisa hidup, bu Dewi ". Jawab Darman lirih tetap sambil menunduk. " Kenapa tak bisa hidup ? " , tanya Dewi lagi. Melihat wajah memelas Darman, dan keringat yang membasahi leher dan dahi Darman Dewi percaya kalau Darman benar tak bisa melakukannya. " Baik. Kantongi botol itu. Ikuti aku !" , perintah Dewi kepada Darman setengah berbisik. 
      Darman berjalan membututi Dewi. melewati lorong. kemudian turun tangga, belok ke kanan, dan sampailah di tempat yang sepi. " Masuk !", perintah Dewi setelah membukakan pintu kamar mandi di sana. Sangat jarang orang memakai kamar mandi itu karena letaknya bersebelahan dengan kamar mayat. Mereka berdua sudah berada di dalam kamar mandi. Dewi mengunci pintu. " Buka celanamu !". Darman melaksanakan perintah Dewi. Setelah celana terlepas Darman sandaran ke dinding kamar mandi. " Kamu belum pernah berhubungan dengan perempuan ?". Darman menggeleng. " Jujur ?" Darman mengangguk. " Jadi kamu masih perjaka ?" Darman mengangguk. Jiwa keibuan Dewi mulai mengalir di hatinya. Rasa iba dan kasihan terhadap Darman muncul. Dewi mendekati Darman. Kancing baju blusnya dibuka. Darman bisa melihat buah dada yang tidak besar tapi juga tidak kecil tertutup beha. Dewi juga memelorotkan celana dalamnya tanpa melepas rok bawahannya. Kemudian menempel rapatkan punggungnya ke tubuh Darman. " Lakukan sesukamu dik Darman, tapi jangan lama - lama ". Berkata begitu Dewi mengarahkan tangan kiri Darman ke pepeknya. Dan tangan kanan Darman ke buah dadanya. " Ciumi leherku dik Darman, ayo..." . Darman jadi tak ingat apa - apa lagi. Pikiranya terpusat di tangan yang mempermainkan pepek yang terus membasah dan buah dada yang sudah mulai ngendor. Tangan Dewi bergerak kebelakang meremas - remas punyanya Darman. Masing - masing jadi terlena. Hanya desahan dan geliatan yang ada di dalam kamar mandi itu. Sepuluh menit berlalu adegan berhenti. Dewi meminta botol yang dikantongi Darman. " Keluarkan sedikit manimu dik, jangan tumpahkan semua !", perintah Dewi. " Caranya bagaimana, bu Dewi ? " , tanya Darman. " Udah ayo aku kocok. Kalau dah mau keluar bilang ". Bisik dewi. Tangan kanan Dewi mengocok punya Darman, tangan kirinya memegangi botol. Dewi sangat paham bentuk penis yang segera akan mengeluarkan mani. Maka kocokannya di pelankan. Kedut - kedut di penis Darman menandai mani mau tumpah. Desahan - desahan Darman juga menandakan itu.  Dan meleleh lah cairan diujung penis Darman. Dengan sigap Dewi segera memasukkan cairan itu kedalam botol dan segera ditutupnya. " Tahan dik, jangan tumpahkan semua manimu " . Darman berusaha menahan tumpahnya mani. Darman merasakan nikmat luar biasa ketika menahan tumpahnya mani. Dengan sigap pula tangan Dewi mengambil air dingin dan segera diusapkan ke penisnya Darman. Begitu kena air dingin mani yang sudah siap nyemprot keluar melorot lagi ke dalam. Dewi segera mengambil posisi nungging. Kedua tangannya bertumpu di bibir kamar mandi, pantatnya disodorkan ke Darman. " Dah ayo masukkan ! pompa kuat - kuat dan semprotkan manimu kedalam pepekku !" perintah Dewi. Tanpa ragu - ragu Darman menempelkan ujung penisnya di bibir pepek Dewi. Dengan sekali tekan punyanya Darman habis ditelan pepeknya Dewi. Dewi mendesah. 
     Tak disangka tak dinyana Dewi menemukan yang sudah selama hampir dua tahun tak dirasakannya. Suaminya yang menderita diabet akut tak lagi bisa memenuhi nafsu biologisnya. Untuk memenuhi hasratnya selama ini dewi melakukannya sendiri. Saat siang mampir ke pasar membeli terung. Malamnya ketika anak - anak dan suaminya sudah terlelap Dewi membungkus terung dengan kondom. Dengan itu Dewi bisa pula orgasme berkali - kali. 
     Seiring maninya sudah diujung penis dan kedut - kedutannya serasa sudah tak bisa ditahan Darman memaju mundurkan tongkatnya di antara bibir kemaluan Dewi dengan cepat dan kuat. Rasa nikmat luar biasa dirasakan Darman. Baru pertama kalinya punyanya berada di dalam kelamin seorang perempuan. Semua rasa terkonsentrasi di penis. Napas Darman sangat memburu. Dewi yang dipompa kuat dan cepat juga tak luput merasakan nikmatnya kelamin laki - laki yang ereksi kokoh dan berkedut - kedut. Dewi mendesah. Darman mengerang. Mereka berdua orgasme. Darman menancapkan kuat - kuat tongkatnya kedalam pepek Dewi. Dan menyemprotkan mani. Pantat dewi bergerak - gerak merasakan punyanya Darman yang mentok menyudul - nyundul di dalam dan menyemprotkan cairan hangat. 
     Dari rumah sakit Darman dibawa polisi kembali ke tahanan. Polisi yang menunggui Darman tidak sama sekali curiga terhadap Darman yang cukup lama berurusan dengan perawat laborat. Darman masih teringat apa yang baru saja dilakukannya dengan bu Dewi. Bu Dewi yang setengah baya. Yang tak secantik Partini namun pepeknya masih terasa sempit. Pepek bu Dewi yang ditumbuhi rambut lebat dan berbibir tebal mengembang tak lepas - lepas dari pelupuk mata. Tak ayal dalam perjalanan pulang di mobil tahanan punyanya Darman menjadi kaku lagi. 
     Setelah tiga hari diotopsi oleh dokter forensik jenasah Partini diantar ke dusun untuk dimakamkan. Hasil otopsi diserahkan oleh tim dokter kepada polisi. Diketahui bahwa Partini sedang dalam keadaan hamil dua bulan. Tidak diketemukan unsur kekerasan phisik. Partini dinyatakan meninggal karena kram jantung. Dokter memperkirakan partini saat senggama mengalami orgasme hebat yang menyebabkan otot - otot jantungnya kram.  Sidik  jari juga sudah ditemukan di tubuh Partini. Tetapi itu sidik jari siapa masih menjadi tanda tanya besar. Yang masih juga menjadi tanda tanya adalah sperma siapa yang masuk di kemaluan Partini saat itu. Kalau itu sudah terdeteksi akan terkuaklah siapa yang patut disangka sebagai pembunuh Partini. 
     Rupanya Darman Masih akan terus ditahan oleh polisi. Darman masih terus diinterogasi. Darman bercerita jujur. Tanpa ada yang ditutup - tutupi. Pengalamannya bersama partini diceriterakan kepada polisi apa adanya. Polisi berusaha keras mengorek apa yang dialami Darman dengan Partini maupun apa yang diketahui Darman tentang partini. Polisi memperoleh banyak keterangan dari Darman seputar kegiatan  Partini sehari - hari. Siapa saja orang yang suka dengan Partini, siapa saja yang tidak menyukai Partini, dan hubungan Partini dengan warga dusun, semua diceriterakan dengan gamblang oleh Darman. 
     Diperoleh keterangan dari Dari Darman orang - orang yang patut dicurigai sebagai biang keladi meninggalnya Partini. Yang pertama Samidi. Pemuda dusun yang sudah cukup umur, belum berani kawin lantaran tidak mempunyai pekerjaan tetap. Yang kedua Mursinu pemuda anak orang kaya, sudah berwiraswasta sebegai pedagang cengkih. Ketiga pak Tuman duda kaya, dermawan, berpostur tubuh tinggi besar. Keempatnya Tiong keponakan babah Ong yang sering menginap di rumah Partini saat musim pengerjaan perajangan tembakau. Di dusun itu saat musim tembakau menjadi ajang pengerjaan perajangan dan pengolahan tembakau sampai  temuat di keranjang.  

                                                               bersambung kebagian keempat .....
    
    

    












 

Jumat, 29 April 2011

Anggungan Perkutut

Anggungan Perkutut

                                                                                                  edohaput 

Bagian kedua  

     Misteri meninggalnya Partini menjadi bahan omongan penduduk. Tersiar kabar Partini diperkosa lalu dibunuh. Warga bertanya - tanya. Menduga - duga siapa yang menjadi pembunuh Partini. Sungai tempat para ibu - ibu mencuci pakaian dan mandi menjadi tempat yang selalu ramai obrolan tentang Partini. Masing - masing ibu - ibu saling berargumentasi dengan jalan pikirannya masing -masing. Kata - kata " jangan - jangan " menjadi topik pembicaraan mereka. Jangan - jangan si anu yang melakukan. Karena si anu itu pernah mengatakan kalau ingin menjadikan Partini sebagai isterinya tetapi ditolak. Jangan - jangan si itu yang diam - diam sering membuntuti Partini kalau Partini sedang di pasar. Jangan - jangan pemuda tetangga dekat Partini yang berwajah sangar itu. Bahkan ada yang ekstrim Partini diperkosa gendruwo dan arwahnya sekarang dibawa gendruwo itu. Satu kenyataan ketika meninggal Partini matanya tidak terpejam. Raut mukanya menggambarkan ketakutan. Tetapi dari semua obrolan jangan - jangan itu, yang paling banyak dibicarakan orang adalah jangan - jangan si Darman. Karena lelaki yang paling dekat dengan keluarga Partini adalah Darman. Setiap hari Darman antar jemput mbok Sargini dari dan ke pasar desa. Bahkan sering pula Darman berbocengan dengan Partini. Darman perjaka yang memang selayak sudah beristri. Tetapi Darman anak orang tak berpunya. Sepeda motor yang sekarang dipakai untuk ngojek pun hasil keterpaksaan menjual sebidang tanah kebun milik orang tuanya. Mungkin Darman sudah sangat berkeinginan menggauli wanita. Tetapi tak punya kemampuan ekonomi. Lalu Partini lah yang dijadikan sasaran. Dari pikiran orang  memang Darman lah orang yang paling masuk akal memperkosa dan membunuh Partini.
     Darman dekat dengan Partini dari sejak kanak - kanak. Rumah Darman dengan rumah Partini hanya dibatasi parit kecil dan tumbuhan perdu. Darman dan Partini akrab sejak kecil. Mereka sama - sama anak orang tak berpunya. Yang tak beruntung dari segi ekonomi. Tak ada sawah ladang yang luas. Tak ada kebun cengkeh yang bisa dipanen. Orang di dusun dimana Darman dan Partini tinggal umumnya berkebun cengkih. Cengkih dari daerah ini terkenal. Banyak tengkulak berdatangan saat - saat musim panen. Mereka yang memilki kebun cengkih biasanya menjadi kaya. Darman lebih tua tiga tahun dari Partini. Maka Darman lah yang menjadi penuntun Partini dalam bergaul dengan teman - teman sebayanya. Secara kebetulan mereka anak tunggal dari masing - masing orang tuanya. Sehingga mereka seperti kakak beradik. Darman sangat menyayangi Partini demikian juga sebaliknya.
     Masa kanak - kanak Darman dan Partini dihabiskan dengan selalu bersama. Saat - saat bulan purnama anak - anak dusun bermain petak umpet, Darman dan Partini tak pernah juga ketinggalan ikut bermain bersama mereka. Darman dan Partini selalu bersama. Bersembunyi bersama. Dikejar bersama oleh teman - temannya. Mengejar bersama ketika mendapat giliran mengejar. Ketika hari sudah sudah larut malam, permainan bubar Darman dan Partini tidur bersama. Kadang di rumah Partini kadang di rumah Darman. Orang tua mereka tak pernah ambil pusing. Terutama mbok Sargini. Ia sangat percaya dengan Darman. Yang selalu momong Partini. Saat - saat bermain di sungai Darman dan Partini tak pernah berpisah. Mereka mandi bersama.Saling menggosok badan. Bertelanjang bulat mencebur bersama di sungai ,bersama dengan teman - temannya. Hingga saat umur menginjak dewasa pun mereka tak asing dengan keadaan  tubuh masing - masing.
     Perkembangan tubuh Partini yang subur pun tak pernah menjadi perhatian Darman. Buah dadanya yang mulai muncul, pantatnya yang mulai nyembul menggempal, wajah cantiknya yang mulai nampak, tak pernah mengusik biologis Darman. Mereka berdua tak pernah malu - malu menampakkan dan memperlihatkan  yang seharusnya menjadi rahasia mereka.  Bahkan saat Darman habis di khitan, kemaluannya yang dibungkus perban ditunjukan partini. Dan Partini lah yang membantu Darman meneteskan air hangat untuk membuka perban. Begitu juga saat Partini pertama menstruasi. Diberitahukan itu kepada Darman. Dan Darman lah yang membelikan pembalut.
     Satu saat ketika Partini sedang mandi di kamar mandi, Darman yang tidak bisa menahan kencingnya menerobos masuk ke kamar mandi. Partini tidak kaget. Malah diberinya ruang untuk Darman kencing berdiri. Dan Partinilah yang dengan gayung mengguyurkan air di kemaluan Darman. " Punyakmu besar ya, kang " kata Partini sambil mengguyurkan air. Darman cuma tertawa sambil mengawasi milik Partini yang baru mulai ditumbuhi rambut. " Tuh punya kamu mulai ada rambutnya ", kata Darman sambil tak lepas mengawasi. " Punya kang Darman juga tu ", Partini juga melototi punya Darman. Dengan nakalnya Partini mengguyur - guyurkan air di kemaluan Darman. Darman hanya bisa cepat - cepat memasukkannya ke dalam celananya dan keluar dari kamar mandi meninggalkan Partini yang tertawa nyekikik dan meneruskan mandinya.
     Satu saat ketika Darman numpang mandi di kamar mandinya Partini, hari itu tak ada sabun di kamar mandi. Darman sudah terlanjur telanjang. " Tidak ada sabun ya. Par !" , teriak Darman dari kamar mandi.  "Bentar kang, tak ambilkan " . Partini mengambil sambun dan langsung masuk ke kamar mandi. " Mandi bersama ya, kang. Kayak dulu kala kita mandi di kali ", pinta Partini yang tanpa persetujuan Darman segera menelanjangi dirinya. Mereka bertelanjang di kamar mandi dan masing - masing mengguyurkan air di tubuh mereka. " Sabuni aku, kang !" , pinta Partini sambil mengulurkan sabun ke tangan Darman. " Jangan edan, sabunan sendiri !" , bentak Darman seperti memarahi adiknya. Darman terpaksa kalah karena Partini merengek manja. Mbok Sargini yang ada di luar kamar mandi hanya bisa tersenyum mendengar celoteh mereka dari dalam kamar mandi. Mbok Sargini masih juga menganggap mereka sebagai anak - anak. Walaupun sebenarnya sudah bukan lagi anak - anak. Mereka sudah merangkak jadi abg.
     Darman mulai menyabuni Partini dari belakang. Mulai dari lehernya. Turun ke dada Partini yang sudah menyembul. " Jangan lama - lama di situ kang, geli " , kata partini sambil nyekikik. Sabun dan tangan Darman turun ke perut, berputar - putar sebentar terus turun ke kemaluan Partini. Partini kemudian sedikit mengakang. Sabun dan tangan Darman menyentuh - nyentuh di sana. Partini menggelinjang. Ada rasa geli - geli nikmat menyenangkan. Partini menggeliat. Ia memundurkan pantatnya. Tak ayal pantatnya jadi berhimpit dengan kemaluan Darman. Anehnya Darman tidak ereksi. Darman menyayangi Partini seperti adiknya sendiri. " Dah sekarang gantian aku nyambuni kang Darman !" . Partini merebut sabun dari tangan Darman dan segera menyabuni Darman. Sabun dan tangan Partini ahkirnya singgah juga di kemaluan Darman. " Rambutnya banyak punya kamu lho, kang " . Sambil terus menyambuni punya Darman. Ada rasa geli campur nikmat dirasakan Darman. Punya Darman jadi mengembang. " Lho kok jadi membesar, kang ?". Tangan Partini terus  bergerak di situ. " Lho kok jadi kaku, kang ?" . Darman hanya bisa bilang " Hus... saru !" Darman segera membalikkan badannya dan mengguyur air kebadannya.
     Satu hari Partini masuk angin. " Napa Par, kok suntrut ?" Tanya Darman. " Masuk angin, kang ? Kepala agak pusing. Rasanya dingin, kang ", jawab Partini. " Dah minum obat ?", tanya Darman sambil duduk di pinggir ranjang tempat Partini tiduran. Mbok Sargini menimpali dari dapur : " Dak mau minum obat, Man ! Katanya kalau minum obat perutnya mual ". " Ya dikeroki saja ta, mbok !", sahut Darman. " Situ kamu kerokin. Kalau aku yang ngeroki dak mau katanya sakit. Kamu keroki saja, Man !" Pinta mbok Sargini. " Ya Par, tak keroki mau ?" Partini hanya mengangguk lalu melepas dasternya. Tinggal celana dalam saja yang menempel di badan. " Lho kok dibuka, gitu. Nanti dingin lho, Par " Kata Darman. " Dak cepat keroki belakang dulu, kang !" , pinta Partini manja sambil membalikkan bandanya jadi tengkurap. Pantatnya gempal menyembul tertutup celana dalam. Darman menyablek pantat Partini. " Dak usah dinaik - naikkan pantatnya !" bentak Darman. " Wong pantat biasa gini kok kang. Pantatku kan memang jendul gini ta, kang ? " Bantah Partini manja. " Ya wis diam. Jangan gerak - gerak !". Darman mulai ngeroki. Uang logam lima ratusan mulai bergerak. Kulit Partini yang putih sebentar saja memerah di bekas kerokan. Darman terus mengerok. Partini menggeliat. Menggelinjang sambil mendesah. " Yang depan ya dak, kang ?" Kata Partini sambil membalikan badannya jadi terlentang. " Terserah kamu ", jawab Darman. " Iya ya kang sekalian. Biar cepet ilang masuk anginnya ", pinta Partini manja. Posisi terlentang buah dada Partini yang ranum jadi jelas di mata Darman. " Penthilmu kok tambah besar ya, Par ? ", tanya Darman sambil mengawasi buah dada Partini yang ranum, kenyal, dengan puting memerah. " Dah cepet, kang. Aku dah mulai kedinginan " Kata Partini lagi dengan manja. Darman mulai melumurkan minyak kelapa di buah dada Partini." Jangan banyak - banyak minyaknya, kang. Nanti susah ngelapnya ". Darman mengelus buah dada Partini dengan tangannya. Sedikit di tekan - tekan. " Kok enak ya, kang. Tapi geli. " Darman tak menjawab ia terus mengelus dada Partini. " Dah kang, ayo cepet di kerok ". Pinta Partini. " Bentar biar minyaknya rata dulu ", jawab Darman penuh sayang. Karena enak dan geli tangan Partini meremas paha Darman yang hanya ditutupi sarung. Karena enak dan geli di dada tangan Partini jadi gerayangan masuk ke dalam sarung Darman dan menemukan tonjolan di dalam celana dalam Darman. Karena melumurinya minyak di dada Partini tangan Darman terus sambil menekan bahkan sedikit meremas, Partini jadi keenakan dan tambah geli. Tangan Partini secara tak sengaja jadi meremas punya Darman yang di dalam celana. " Edan ....jangan  saru  ! "  , bentak Darman sambil menepiskan tangan Partini.  Darman mulai mengerok. Terus ke perut. Turun ke dekat pusar. Tangan Darman sudah menyentuh celana dalam Partini. Darman selesai mengerok badan bagian depan Partini. Dengan nakal Darman menarik celana dalam partini yang berkolor karet dan melepaskannya. Jebret ! Perut partini kena kolor karet celana dalam. Partini mengaduh. Darman tertawa - tawa. " Edan sakit , kang ?" , teriak Partini. Partini duduk. Daster diambil Darman. Dipakaikan ke Partini. Selesai dipakaikan daster Partini kembali rebah terlentang. " Pijit kakiku ya, kang !" , pinta Partini manja. " Dak !" Dah dikeroki kok tambah - tambah. Aku mau pulang ." Darman mau berdiri. Tapi cepat - cepat tangan Partini menarik tangan Darman. Darman jadi kembali duduk di pinggir ranjang. " Bentar saja, kang ." Partini manja. " Nanti tak gorengkan pisang dah, kang ". Darman kalah. Ahkirnya Darman memijit kaki Partini. Mulai dari ujung jari kaki Darman memijit. Merangkak naik. Kedua kaki Partini menerima pijitan tangan Darman yang besar. Sesampai ke paha tangan Darman menyusup ke dalam daster. Partini mendesah. Tangan Darman terus naik ke selangkangan, wal hasil menyentuh punya Partini. Partini meresa punyanya tersudul - sudul tangan Darman. " Enak kang ...enak ... aahh..." , rintih Partini. " Apanya yang enak !" , bentak Darman. " Ih kang Darman. Ini tangan kang Darman nyundul - nyundul punyaku ". Berkata begitu sambil tangan Partini meremas tangan Darman dan ditekan - tekankan di punyanya. " Edan....saru...dah !" Darman menarik tangannya, berdiri dan ngeloyor ke kamar mandi untuk cuci tangan. Partini yang ditinggalkan Darman kemudian mengelus - elus punyanya. Tapi tidak terasa seenak ketika ketika tangan Darman tadi yang menyendul - nyendulnya.
     Sangkaan orang sekampung terhadap Darman semakin santer. Disuatu rapat rahasia yang dipelopori kepala dusun menyepakati melaporkan Darman ke Polisi. Ahkirnya Polisi kembali ke dusun menciduk Darman. Darman dibawa ke kantor polisi di kota. Darman diinterogasi. Darman di tahan. Ada permintaan dari polisi agar sperma yang tertinggal di mayat Partini dicocokan dengan sperma Darman. Darman dibawa ke rumah sakit dimana mayat Partini masih berada disana.

                                                                                     bersambung ke bagian ketiga .....








Selasa, 26 April 2011

Anggungan Perkutut

Anggungan Perkutut
                                                                                                
                                                                                                                                edohaput
                                                                              
Bagian pertama 

                                                                                                                  
     Hari masih pagi. Waktu itu kira - kira pukul lima . Warga dusun geger. Para lelaki pada berlari menuju sumber suara wanita yang berteriak - teriak minta tolong. Hari itu senin tanggal dua puluh lima april dua ribu sebelas. Sebentar saja rumah mbok Sargini telah dipenuhi orang. Kepala dusun yang telah lebih dulu datang dari warga yang lain, karena jarak rumah kepala dusun dengan rumah mbok Sargini dekat, melarang warga mendekati kamar Partini. Hanya beberapa orang saja yang diperbolehkan memasuki kamar Partini. Mereka para tokoh masyarakat di dusun itu.
     Partini meninggal dunia. Terlentang di tempat tidur dengan tak sehelai benang pun menutupi tubuhnya. Di kiri kanan tubuh Partini terserak pakaian partini. Daster, kutang, celana dalam, sapu tangan, selendang terserak tidak teratur.  Tubuh sintal Partini yang berkulit kuning langsat cenderung putih itu masih terlihat segar. Kepala Partini menoleh kekiri, matanya yang lebar tidak tertutup. Bibirnya yang  tipis agak menganga menampakkan sebaris gigi atas yang rapi. Rambutnya yang legam panjang sebahu terurai. Kedua payudaranya yang kelihatan lebih putih dari kulit di sekitarnya tegak berdiri menggunung dengan puting yang masih kecil mengundang gairah kejantanan. Posisi kakinya agak mengakang sehingga tampak jelas kemaluannya yang belum banyak ditumbuhi rambut. Dari lubang kemaluannya tampak meleleh cairan putih yang belakangan diketahui adalah sperma laki - laki. 
     Partini anak pertama dari mbok Sargini hasil hubungan gelap dengan babah Ong juragan tembakau dimana ia bekerja sebagai pembantu rumah tangga di kota. Dengan suaminya sekarang mbok Sargini tidak berketurunan. Pak Turbiman yang selalu sakit - sakitan diupah  babah Ong untuk mengawani Sargini yang sedang mengandung Partini.Pak Turbiman hanya suami - suamian. Hubungan gelap antara mbok Sargini dengan babah Ong terus berlangsung sampai dengan Partini lahir. Sampai dengan ahkir hayatnya pak Turbiman belum pernah merasakan berhubungan suami isteri dengan mbok Sargini.
     Selepas sekolah dasar Partini tidak meneruskan sekolah ke esempe. Selain jarak kota dimana esempe berada jauh dari dusun, keengganan Partini meneruskan sekolah adalah karena merasa dirinya tidak pinter. Partini pernah tinggal kelas sebanyak tiga kali. Paartini malu karena di esempe dia aka merasa paling gede. Tidak hanya gede umur tetapi juga gede phisik. Dibanding dengan teman - teman sebayanya Partini secara phisik cukup bonsor. Pertumbuhan badan Partini cukup terpelihara, karena uluran tangan babah Ong tak pernah terputus. Dari pada sekolah Partini lebih memilih membantu mboknya berjualan nasi pecel. Babah Ong membangunkan warung untuk mbok Sargini berjualan nasi pecel.
     Umur enam belas tahun Partini menjadi kembang dusun. Postur tubuhnya yang bagus dan kecantikannya menarik pemuda dusun, bahkan pemuda di desanya. Partini tidak pernah berhias. Dia lugu. Tetapi dengan keluguannya itu kecantikannya tersembul. Partini tidak kenes. Tidak genit. Dia murah senyum. Kadang - kadang para lelaki menjadi salah menafsirkan senyumannya. Partini tidak pernah memberengut. Kepada siapa saja selalu tersenyum dan menyapa dengan sopan. Senyumannya sangat menggemaskan, menyebabkan lelaki jadi kepingin meremas. Tak ayal bila warungnya mbok Sargini selalu ramai. Laris manis. Selain nasi pecelnya memang enak, pelayannya cantik. Terhadap godaan - godaan lelaki yang sering menggodanya Partini cuma tersenyum manja. Kemanjaannya itulah yang menyebabkan para lelaki memimpikannya. Membayangkannya bisa menggandeng Partini.
     Waktu itu hari sudah sore. Darman tukang ojek langganan mbok Sargini mampir ke warung. Belum lama Darman menikmati teh yang dibuatkan mbok Sargini, Partini muncul dari kamar mandi. Tubuhnya hanya dibalut handuk yang tidak begitu lebar. Separuh pantatnya kelihatan. Kedua pahanya yang putih hampir - hampir tak tertutup sama sekali. Partini berjalan mendekati Darman. Mengambil alat pemotong kuku lalu duduk persis di depan Darman. Melihat Partini di depannya dan hanya sehelai handuk yang menutupi tubuhnya, Darman yang sudah biasa menyaksikan tubuh telanjang Partini dan sering pula memegang seluruh tubuh milik Partini, sore itu  tiba - tiba jantungnya berdesir lalu berdegup. " Dari mana kang, tumben sore - sore mampir ", sapa Partini sambil menaikkan satu kakinya di atas bangku tempat duduknya. Posisi duduk Partini yang demikian menyebabkan handuknya semakin tersingkap ke atas. Selangkangannya menjadi tampak jelas. " Ya...ya...dari cari penumpang ta, Par ", jawab Darman sambil menahan napas yang mulai memburu. Mata Darman dapat melihat selangkangan Partini dengan jelas. Disana ada gundukan daging kecil yang ditumbuhi rambut halus dan tengahnya terbelah. Kelelakiannya yang ada di dalam celana mulai memberontak, menggeliat. " Sepi penumpang ya, kang ?" tanya Partini sambil memulai memotong kuku jari - jari kakinya. Kakinya yang bergerak - gerak menyebabkan selangkangannya semakin terbuka." Ya....ya...sepi, Par ", jawab Darman sekenanya sambil terus matanya tertuju pada selangkangan Partini. Mata Darman dengan jelas melihat bibir kemaluan Partini sedikit terbuka merekah. Diantara bibir itu ada daging lembut berwarna merah muda, merona, sedikit basah. Ada tonjolan daging kecil yang basah. Tangan Darman bergetar. Ingin rasanya mengelus kemaluan Partini. Jari - jarinya ingin menggelitik bibir yang merekah itu. Kelelakian Darman semakin kaku mendesak - desak. Ada menjalar kenikmatan di kelelakiannya." Oh ya, besuk pagi - pagi mengantar simbok ke pasar lho, kang !", kata Partini lagi tanpa mendongakkan wajahnya. Matanya tetap tertuju pada kuku yang sedang dipotongnya. " Ya ..pagi...pagi...pagi - pagi ", jawab Darman gugup. Karena Partini tidak mendongakkan wajah, memberi kesempatan bagi Darman untuk menikmati pemandangan indah. Matanya berganti - ganti memandangi kemaluan Partini, beralih ke dada Partini yang montok. Kembali ke bibir kemaluan Partini yang kadang - kadang terbuka lebar ketika Partini menggerakkan kakinya. Kenikmatan di kelelakiannya semakin bertambah. Darman mencoba menggerak - gerakkan pantatnya agar kelelakiannya tergesek - gesek kain celana. Menambah nikmat. Dan tangannya menekan - nekan kelelakiannya. Ada sesuatu yang sangat enak dirasakan dan semakin terasa. Tiba - tiba mulut Darman mendesah.....kelelakiannya menyemprotkan cairan Membasahi celana. " Ada apa kang, kok kayak orang kesakitan ? ", tanya Partini sambil berdiri dan ngeloyor  pergi karena telah selesai memotong kuku. Pertanyaan Partini menyadarkan Darman yang kemudian tersentak kaget. Diserutupnya tehnya sampai habis dan pergi. Mbok Sargini yang sedari tadi sibuk cuci - cuci piring tidak tahu kejadian indah yang dialami Darman.
     Sesampainya di rumah Darman langsung ke kamar mandi. Dilepasnya celananya yang basah air mani. Maksud hati ingin mencuci kelelakakiannya. Tetapi bayangan kemaluan partini yang merekah indah tak bisa lepas dari pelupuk matanya. Diambilnya sambun kemudian tangannya bergerak maju mundur menggenggam kelelakiannya yang sangat kaku.Yang dirasakan Darman kemudian hanya nikmat dan keindahan. Darman berkhayal seolah - olah kelelakiannya sedang keluar masuk, maju mundur di pepek Partini. Detik - detik berjalan seriama dengan maju mundurnya tangan. Semakin terasa. Semakin kaku. Semakin menyentak dan berkedut - kedut dan.... " Ah ....Partini....Partini....Partini....!" Crot.....crot.....crot... ! Darman sampai pada puncak kenikmatan.  Maninya menyembur banyak sekali.
     Dikarenakan jarak Polsek dengan dusun dimana jasad Partini tergeletak, jauh dan jalan sulit dilalui mobil, maka polisi baru bisa tiba di tempat kejadian perkara setelah empat jam dari saat pak Kepala Dusun menilpon dengan ponselnya.  Berbagai pemeriksaan tempat kejadian perkara dilakukan polisi, termasuk pemotretan,  memakan waktu lebih kurang dua jam. Tepat pukul tiga belas jenazah Partini dibawa ambulan ke rumah sakit di kota untuk keperluan otopsi.

                                                                            bersambung kebagian kedua......