Minggu, 24 Juli 2011

Anggungan Perkutut

cerita dewasa edohaput
Anggungan Perkutut 
                                                                                                                  edohaput 
Bagian ketujuhbelas 

     Jasad Surinah selesai diotopsi oleh dokter forensik dan ditempatkan di loker kamar mayat rumah sakit di kota.  Dari hasil otopsi diketahui Surinah meninggal karena sulit bernapas. Ditemukan oleh dokter paru - paru dan jantung Surinah tidak bekerja normal. Banyak darah berhenti di paru - paru dan jantung Surinah. Dokter belum bisa menentukan apa yang menjadi penyebab ada banyak darah membeku di paru - paru dan jantung yang menyebabkan Surinah meninggal. Hasil otopsi sedemikian rupa, persis sama dengan hasil otopsi yang menyebabkan kematian Partini. Seperti halnya hasil otopsi pada jasad Partini, ditubuh Surinah tidak ditemukan tanda - tanda adanya kekerasan. Hanya saja seperti halnya Partini, Surinah meninggal dalam keadaan hamil dua bulan. Dari hasil otopsi ini dokter menarik kesimpulan kematian Surinah dan kematian Partini disebabkan oleh adanya zat tertentu yang masuk melalui mulut mereka. Dokter memperkirakan zat yang belum diketahui unsurnya inilah yang menyebabkan ada darah beku di paru - paru dan jantung mereka. Terhadap sperma yang tertinggal di kemaluan Surinah dokter telah dapat mengidentifikasi bahwa unsur - unsurnya sama persis dengan sperma yang tertinggal di kemaluan Partini. Begitu juga sidik jari yang terdapat di tubuh mayat Surinah teridentifikasi sama dengan sidik jari yang tertinggal di tubuh Partini. 
     Dari hasil otopsi ini polisi mengembangkan penyelidikan. Polisi belum memiliki tersangka. Jangankan tersangka, mencurigai seseorang pun polisi belum bisa. Orang yang patut dicurigai seperti pak Tuman, Samidi, Darman, Mursinu, dan Tiong yang pernah diperiksa terkait kematian Partini adalah orang - orang yang tidak terbukti menyetubuhi Partini pada malam itu,  malam ketika Partini meninggal. Unsur sperma, sidik jari dan alibi mereka membuktikan mereka tidak melakukan kejahatan kepada Partini. Dan di tubuh mayat Surinah dari hasil otopsi ternyata ditemukan seperti apa yang tertinggal di tubuh mayat Partini dengan demikian pada orang - orang yang patut dicurigai itu pun tak mungkin bisa ditemukan bukti kalau salah satu dari merekalah pelaku kejahatannya. Lalu siapa pelakunya ? 
     Pada hari ketiga dari saat tubuh telanjangnya ditemukan meninggal di dalam kamarnya , tepatnya hari Rabu tanggal 16 November 2011 mayat Surinah dipulangkan polisi dari rumah sakit untuk dikuburkan di dusunnya. Para pelayat sudah sejak pagi menunggu kedatangan jenazah Surinah. Baru sekitar pukul sebelas siang ambulan pembawa jenasah tiba di tempat. Kedatangan jenazah Surinah disambut pingsannya mak Temi, dan isak tangis para wanita warga dusun. Surinah gadis dusun yang cantik, pendiam, dan tak suka banyak bicara meninggal secara misterius.
     Upacara pemberangkatan jenazah ke pemakaman dilaksanakan pada pukul empat siang hari itu. Pak Lurah yang juga datang melayat dan mendapat waktu untuk menyampaikan sambutan pada pemberangkatan jenazah Surinah itu berkata - kata terbata - bata.  Kalimat - kalimat sambutannya terputus - putus karena bibirnya bergetar mencoba menahan menitiknya air mata. Hampir semua pelayat hanya bisa menundukkan kepala dan menahan rasa haru. Apalagi pada saat itu pak Sukirban juga terpaksa harus pingsan juga. Seperti halnya dulu sambutan pak Lurah di kala pemberangkatan jenazah Partini yang meninggal secara misterius juga, kalimat - kalimat pak Lurah membuat pelayat tak kuasa menahan haru. Diahkir kata sambutannya pada pemberangkat jenazah Surinah dan juga pada saat pemberangkatan jenazah Partini dulu, pak lurah menyampaikan kalimat : " Semoga orang jahat yang tega menghilangkan nyawa Surinah diampuni dosa - dosanya, dan segera bisa ditangkap oleh polisi ".
***
    Sebulan setelah penguburan Surinah alias Ririn, Darman bertandang ke rumah pak Sukirban. " Tumben kau datang kesini malam - malam begini, Man ? Sini duduk sini ! Kebetulan itu makmu Temi  di dapur lagi goreng pisang ", sapa pak Sukirban menyambut kedatangan Darman. " Wah ...... sip pak ! Dingin - dingin begini ada pisang goreng ", jawab Darman sambil tertawa dan menempatkan pantatnya di kursi kayu. Dari dapur mak Temi membawa baki yang di atasnya ada sepiring pisang goreng dan dua gelas teh panas. " Man, sehat kamu ?", basa - basi mak Temi kepada Darman sambil menghidangkan teh dan pisang goreng. " Berkat do'a mak, aku sehat walaupun badan tambah kurus ", jawab Darman sambil tertawa. " Tu perutmu saja tambah besar kok bilang kurus. Dah itu tehnya diminum, pisangnya dihabisi saja !" Berkata begitu mak Temi kembali ke dapur. Darman menyerutup teh panas dan terus menyambar pisang goreng. " Wih .....pisangnya manis, tapi panas ", sambil mulutnya ternganga - nganga karena pisang yang panas. " Ya ditunggu dingin dulu ta, Man. Masak pisang panas masuk mulut ", pak Kirban tertawa melihat Darman yang mulutnya kena panasnya pisang goreng. Darman hanya tertawa dan meneruskan makannya sambil sesekali menyerutup teh yang panas juga. Alunan lagu langgam jawa dari radio menindih suara mulut Darman yang sesekali menghempaskan udara panas pisang goreng di mulutnya. " Dak Man. Kedatanganmu ini ada perlu apa cuma dolan ? ", tanya pak Sukirban yang memang heran. Tidak biasanya Darman bertandang malam - malam. Siang haripun Darman tak bertandang kalau tidak karena membeli rokok atau sedang mengojek mak Temi ke pasar desa.  " Cuma dolan, pak. Dari pada di rumah bengong tak ada teman, di sini kan bisa ngobrol ", jawab Darman sekenanya untuk menutupi maksud kedatangannya yang sebenarnya. Sudah berhari - hari pikiran Darman dirisaukan oleh anggungan burung perkutut milik pak Sukirban. Anggungan perkutut yang tak pernah berhenti sepanjang pak Lurah memberikan sambutan pada pemberangkatan jenazah Surinah sebulan yang lalu. Anggungan perkutut yang sangat merdu di telinganya, tetapi membuat gelisah perasaannya dan membuat risau pikirannya. Anggungan perkutut yang terus terngiang di telinganya. Anggungan perkutut yang membuatnya tidak nyenyak tidur. Anggungan perkutut yang membuat dirinya hampir saja menabrak orang di tepi jalan ketika mengojek orang ke pasar. Anggungan perkutut yang terus terngiang dan terus mengganggu benaknya. " Perkututnya digantung dimana pak ? Kok dak kelihatan di ruangan ini ?", tanya Darman sambil menyulut rokok. " Tak gantung di belakang, Man ! Di belakang perkutut itu bisa tidur. Kalau disini lampu terang terus, kasihan itu perkutut tak bisa tidur, Man ", jawab pak Sukirban rada  ngawur tetapi ketemu logikanya juga. " Kok nanya - nanya soal perkutut kamu, Man ? Sejak kapan kamu suka burung perkutut ?" Tanya pak Sukirban ke Darman yang malam itu membuat pak Sukirban bertanya - tanya. Tak biasanya Darman berbicara tentang perkutut. " Endak kok pak. Aku tak bisa merawat burung perkutut. Tapi mendengar agungannya aku suka lho, pak ! Beli berapa itu burung perkututnya pak ? Mahal, ya ? Agungannya sangat bagus lho pak !" Darman nerocos memuji burung perkutut milik pak Sukirban. " Dak beli, Man. Itu perkutut pemberian pak Lurah. Sebulan  aku bekerja di rumah beliau mengurus tembakau. Kerjaku merajang tembakau, mengeringkan dan memasukkannya ke keranjang. Kebetulan waktu itu pak Lurah untung besar, keran tembakaunya dapat terjual semua dengan harga yang amat baik. Aku dapat upah lumayan, Man. Dan aku dihadiahi burung perkutut itu " Pak Sukirban bercerita tentang asal muasal perkututnya. " Ooo ..... jadi burung perkutut itu pemberian pak Lurah ta ? Pantesan anggungannya sangat bagus. Pantesan ..waktu itu...". Darman tak meneruskan kalimatnya. " Pantesan apa, Man ?" Pak Sukirban ingin mendapat penjelasan dari kalimat Darman yang terputus. " Ah endak kok pak. Perkutut itu anggunganya sangat merdu. Pisangnya enak, pak. Tak makan lagi ya pak !" Darman mencoba mengalihkan pembicaraan. " Habiskan saja, Man ! Dari pada besuk basi !"
      Sepulang dari rumah pak Sukirban, Darman tak bisa tidur. Mata terpejam tetapi pikiran melayang. Menduga - duga. Menghubung - hubungkan. Anggungan perkutut itu. Malam itu. Ah tidak ! Tidak Mungkin ! Tetapi anggungan perkutut itu ? Apakah pak Lurah ? Ah .... tidak mungkin ! Tetapi malam itu mengapa anggungan perkutut itu tak berhenti. Terdengar  manggung terus. Apa iya pak Lurah tega berbuat  begitu. Tetapi perkutut itu akan terus manggung ketika pak Lurah ada di dekatnya. Malam itu, malam dimana Surinah alias Ririn yang pagi harinya ditemukan meninggal dunia, Darman sedang ronda malam. Malam itu anggungan perkutut pak Sukirban pemberian pak Lurah itu tak henti - hentinya terdengar di telinga Darman. Waktu itu malam telah larut. Darman terus berjalan melaksanakan ronda malam tanpa teman. Dan anggungan perkutut itu terus terdengar di telinganya dan semakin lama semakin tidak jelas karena Darman semakin jauh dari rumah pak Sukirban. 
    Anggungan perkutut itulah yang terus mengganggu pikiran Darman. Perkutut yang manggung tak berhenti sepanjang pak Lurah memberi sambutan pemberangkatan jenazah Surinah. Anggungan perkutut yang malam ketika ia ronda. Anggungan - anggungan perkutut yang terus menggelisahkan perasaannya. Anggungan perkutut yang menuntun pikirannya untuk mencurigai pak Lurah. Tetapi pikirannya tidak yakin. Mungkinkah pak Lurah tega membunuh Surinah ? Yang membuatnya ragu adalah apa masalahnya sehingga pak Lurah tega membunuh Surinah. Pak Lurah adalah orang yang sangat tersohor baiknya. Pak Lurah adalah pemimpin desa yang disegani dan dicintai rakyatnya. Mungkinkah apa yang dicurigakannya betul ? Tapi anggungan perkutut itu ? Darman bingung. Darman gelisah. Darman tak bisa menemukan jawaban. Darman ahkirnya berketetapan akan menceriterakan kegelisahannya, dan kegundahannya itu kepada polisi. 
      Hari masih pagi ketika Darman sampai di kantor polisi. Darman sudah tak merasa asing dengan para polisi yang menemuinya pagi itu. Polisi - polisi itu pulalah yang pernah menginterogasinya ketika dirinya ditangkap dan dicurigai sebagai pembunuh Partini. Darman menceriterakan tentang anggungan perkutut yang membuatnya penasaran kepada polisi. Polisi menempatkan cerita Darman ini sebagai laporan. Semua kalimat Darman pagi itu dicatat. Dan dibuat berita acara sebagai laporan seorang  warga. " Pak Lurahmu itu sudah mempunyai tiga isteri ta, Man ? Kata polisi disela -  sela cerita Darman. " Yang kedua dan yang ketiga cantik - cantik lho, pak. Dan masih muda - muda lagi ". Para polisi cuma bisa tersenyum mendengar tutur Darman itu. " Kata orang - orang, yang ketiga masih sangat muda, pak. Kata orang umurnya baru dua belas tahun. Padahal pak Lurahku itu kan sudah lima puluh tahun lebih , pak . Senang ya pak jadi orang kaya. Bisa beristri banyak dan cantik - cantik ". Darman nerocos ngomong. Kembali para polisi hanya bisa tersenyum oleh kalimat - kalimat Darman. " Saya pernah beruntung lho, pak ". Darman terus ngomong. " Beruntung apa, Man ?", tanya seorang polisi yang di mejanya ada laptop. " Beruntung karena saya bisa mengintip pak Lurah dengan isteri ketiganya yang sedang begituan ", kata Darman tanpa beban. Dan dengan santainya ngomong. Darman memang suka blak - blakan. Apalagi polisi - polisi yang dihadapannya sudah amat dikenalnya. Dan Darman tahu kalau para polisi itu suka dengan cerita - ceritanya yang berbau sex. Dulu ketika ia ditahan di kantor polisi karena dicurigai membunuh Partini, Darman banyak cerita tentang Partini. Partini yang malang. Partini yang menerima perlakuan para lelaki yang menginginkannya. Para lelaki yang ingin menyetubuhinya.  Para lelaki yang telah berhasil menjamah - njamah Partini. " Lho kok bisa kamu mengintip pak Lurah ?", tanya polisi yang duduk agak jauh dari Darman. 
     Waktu itu Darman sedang ada di rumah pak Lurah mengantar barang bawaan bu Lurah, isteri pertama pak Lurah. Ketika sedang memasukkan barang - barang di ruang belakang, Darman melewati kamar mandi yang terletak agak di sudut rumah. Rumah pak Lurah sangat besar. Rumah depan dekat pendopo terdapat banyak kamar dan ruang disana isteri kedua berada. Rumah tengah yang disana juga banyak ruangan untuk isteri ketiga. Sedangkan isteri pertama ada di rumah belakang. Yang merupakan rumah induk. Kalau mau ke rumah belakang Darman mesti melewati jalan yang dibuat untuk menghubungkan rumah - rumah depan, tengah dan rumah belakang. Sewaktu melewati jalan rumah tengah itu lah Darman mendengar ada desahan perempuan yang berasal dari kamar mandi yang kebetulan berada di tepi jalan penghubung yang dengan jalan hanya dibatasi taman. Keadaan sepi. Sore menjelang petang waktu itu lampu - lampu belum sempat dinyalakan. Suasana seperti itulah yang membuat Darman berani melakukan perbuatan gila. Yang juga mendorong Darman untuk nekat mengintip itu karena memang sudah lama penasaran dengan isteri ketiga pak Lurah. Yang masih sangat  muda dan cantik. Darman yakin bahwa yang mendesah di kamar mandi ini pasti isteri ketiga pak Lurah. Lagi pula karena saking seringnya keluar masuk rumah pak Lurah melewati jalan penghubung ini Darman jadi tahu kalau pintu kamar mandi itu slotnya rusak dan belum diperbaiki. Dan Darman juga sangat tahu kalau jalan penghubung ini bukan jalan umum yang tidak bakalan dilalui orang, kecuali isteri - isteri pak Lurah dan orang seperti dirinya yang sering keluar masuk mengantar barang dari pasar. Darman tahu pula kalau hari itu adalah hari giliran pak Lurah berada di rumah tengah. Dan isteri - isterinya yang lain tak bakalan lalu lalang di jalan penghubung ini. Maka terbukalah kesempatan Darman untuk nekat. Perbuatan gila yang berisiko. Jika ketahuan ia mengintip, tak ampun pasti akan mendapat ganjaran jelek dari pak Lurah. Resiko telah tertindih oleh hasrat ingin melihat tubuh indah isteri ketiga pak Lurah. Darman sangat yakin kalau di kamar mandi itu pasti pak Lurah sedang menggarap isteri ketiganya. Dan Darman juga yakin kalau orang sedang menikmati indahnya bercumbu pasti lupa akan sekitar. Jadi pasti tak akan tahu kalau diintip. Darman berjingkat dan sampai di depan pintu kamar mandi. Suara desahan membuatnya segera menempelkan satu matanya di lubang selot pintu yang sudah copot selotnya. 


                                  bersambung kebagian kedelapanbelas .....