Rabu, 31 Agustus 2011

Anggungan Perkutut

cerita dewasa edohaput

Anggungan Perkutut 

                                                                                                                                    edohaput 

Bagian keduapuluhsatu 

     Begitu malam tiba Darman segera menjalankan misinya, mengintip. Lubang - lubang intip yang kemarin lusa ketika Minil mengembalikan jaket kepada pak Lurah belum berubah. Darman mencoba mengintip, melihat di dalam rumah Slamet. Sepi tak ada orang. Lho kok sepi ! Tak ada orang ! Dimana Slamet. Menurut informasi yang diterima dari mak Kurni tadi malam, malam ini Minil mau dijemput Slamet ke rumah ini. Dan akan diberi uang jahitan oleh pak Lurah. Apa Slamet sedang menjemput Minil, ya ? Belum selesai menerka - nerka tiba - tiba Darman mendengar sepeda motor datang. Pak Lurah ! Jantung Darman deg - degan. Antara senang dan takut. Senang karena misinya bakal berhasil dan informasi dari mak Kurni tenyata benar. Takut karena jangan - jangan perbuatannya ini ketahuan pak Lurah atau Slamet. Malapetaka bagi dirinya bakal tak terhindarkan. 
     Setelah memarkir motornya, pak Lurah langsung masuk rumah. Tidak duduk di ruang depan, tapi terus ke ruang tengah. Pak Lurah melepas jaketnya, celana panjangnya, celana dalamnya, dan berganti memakai sarung. Lho kok semua dilepas ? Darman semakin deg - degan. Pak Lurah kemudian tiduran di balai - balai bambu yang berkasur dan spreinya berbeda dengan yang disaksikan Darman kemarin. Kali ini sprei itu warnanya putih bersih. Wah Slamet ini benar - benar orang yang bisa memanjakan majikannya ! Pak Lurah tampak sekali menikmat asap rokoknya. Darman menjadi ingin merokok. Tangannya meraba saku bajunya. Ada rokok. Tidak mungkin. Jika aku merokok perbuatannku ini pasti ketahuan ! Seberapa pun keinginanku harus ku tahan ! 
    Kalau malam ini benar - benar terjadi, memang betul  pak Lurah ini benar - benar keranjingan bersenggama ! Isteri tiga. Bahkan isteri ketiganya masih sangat muda. Umurnya baru dua belas tahun.  Cantik lagi. Lha kok Minil masih akan digasak juga ! Benarkah keperawanan Partini, keperawanan Surinah alias Ririn juga digasak pak Lurah ? Apakah malam ini keperawanan Minil juga akan direnggut pak Lurah ? Dasar Minil,  goblog banget kalau malam ini mau dijemput Slamet ! Wah tapi Minil itu,  malam itu ketika digarap pak Lurah nampaknya malah menikmati. Jangan - jangan Minil yang goblog itu malah ingin terus digitukan, ya ? Wah kalau gitu ya edan semua ! 
     Slamet datang bersama Minil. Slamet memasukkan sepeda ke dalam rumah. Minil mengikuti dari belakang. Slamet tahu kalau pak Lurah juga sudah datang. " Dah Nil, kamu langsung ke ruang tengah temui den Lurah !" Tidak menjawab kata suruhan Slamet Minil langsung meyibakkan gordin yang mebatasi ruang depan dengan ruang tengah. Minil mendapati pak Lurah sedang tiduran. Begitu melihat Minil pak Lurah langsung bangun dan duduk. " Sini Nil, duduk sini !" Minil dengan tidak cangung langsung duduk di tepi balai - balai. Slamet lewat di ruangan di situ ada pak Lurah dan Minil langsung ke ruang belakang. " Met, buat minum  yang anget !" Perintah pak Lurah. Sambil jalan Slamet mengiyakan perintah : " Ya den .. ". Dengan hanya melirik ke arah Minil Slamet terus berlalu. 
     " Kata Slamet kain yang kamu beli sudah masuk ke  tukang jahit. Betul , Nil ? " Tanya pak Lurah membuka percakapan. Minil hanya mengangguk tanpa berani menatap pak Lurah. Tangannya mempermaikan kancing bajunya. " Ongkosnya berapa, Nil ?" Tanya pak Lurah lagi. Yang lagi - lagi tidak dijawab dengan mulut, melainkan dengan hanya menggeleng. " Jadi belum tahu berapa ongkosnya ? " Minil cuma mengangguk. 
" Tolong ambilkan celenaku yang tergantung itu, Nil. Bawa kesini !" Perintah pak Lurah. Minil bangkit dari duduk dan meraih celana panjang pak Lurah yang tergantung di paku yang ditancapkan. Minil membawanya ke pak Lurah. Pak Lurah mengeluarkan setumpuk uang lembaran ratusan ribu dari saku celananya. " Nih, Nil, besuk untuk bayar ongkos jahitan !" Tangan pak Lurah mengansurkan tumpukan uang dan diterima tangan Minil. Tangan Minil dipegang pak Lurah. Minil ditarik pak Lurah sehingga menjadi terduduk di samping pak Lurah dan tubuhnya menempel di bahu pak Lurah. " Tubuhmu anget, kamu ya sakit ya, Nil ? " Tanya pak Lurah setelah merangkul pundak Minil. Lagi - lagi Minil hanya menggeleng. Minil tak bereaksi ketika dirangkul pak Lurah. " Sudah jadi beli celana dalam ?" Tanya pak Lurah lagi. Dan pak Lurah agaknya memang punya maksud agar segera sampai sasaran dengan menanyakan celana dalam. Minil mengangguk sambil tangannya mempermainkan setumpuk tebal uang yang di tangannya. " Kamu pakai sekarang ?" Minil mengangguk. " Coba lihat, Nil ? " Tanya pak Lurah lagi yang semakin menjurus ke arah sana. Minil tampak bingung tapi segera membuka juga roknya sehingga celana dalam baru dan berenda berwarna hitam tampak di mata  pak Lurah. " Wah pinter juga kamu milih celana dalam, Nil. Bagus banget !" Berkata begitu sambil tangan pak Lurah meraba celana dalam yang dibaliknya ada kemaluan Minil. Sesaat tangan pak Lurah mengelus - elus pepek Minil. Minil merapatkan paha karena geli. " Kutangnya juga sudah beli, Nil ?" Tanya pak Lurah yang ini disambut Minil dengan menegakkan dadanya. Sehingga membusung dan menampakkan kalau ia pakai kutang. Pak Lurah membuka kancing baju Minil di bagian dada sambil berkata : " Coba lihat Nil !" Yang kancing bajunya dibuka tak bereaksi. Setelah membuka seluruh kancing baju bagian dada dan menyibakkannya pak Lurah melihat payudara Minil yang tertutup beha warna hitam berenda biru. Payudara yang belum begita besar tertutup beha. Tampak agak longgar. Tangan pak Lurah mengelus beha. Dan kemudian menelusup ke balik beha dan menemukan penthil kenyal, padat, dan punting yang belum nampak tonjolannya. Dan tubuh Minil ditariknya sehingga berada di pelukan pak Lurah. Tangan pak Lurah meremas - remas penthil Minil. Dan Jari - jari mencoba menemukan putingnya. Tidak menemukan karena memang belum menonjol. Napas pak Lurah semakin memburu. 
     Di luar rumah Slamet dingin. Darman menutupkan sarung di tubuhnya. Matanya terus tetap ditempelkan di lubang intip. Apa yang diperbuat pak Lurah dilihat Darman. Mudah - mudahan lampu minyak itu tidak mati seperti kemarin dulu itu ! Pikir Darman. Kalau lampu itu mati hanya kegelapan yang kau lihat. Sementara itu Slamet sibuk menjerang air di atas tumpuk kayu bakar. Dan Slamet terus memasang telinganya. Dia juga ingin mengintip. Kalau sudah ada desis dan rintihan Minil pasti kegitan sudah dimulai. Dan Slamet tidak menutup rapat gordin yang membatasi ruang tengah dengan ruang belakang. Ia menyisakan celah untuk matanya agar bisa melihat ke ruang tengah. " Dilepas saja bajunya ya, Nil ?" Berkata begitu pak Lurah sambil melucuti baju Minil. Dengan mudah rok terlepas karena memang Minil juga membantu - bantu supaya bisa segera lepas. Kemudian kutang juga dilepas. Kemudian pak Lurah merebahkan tubuh Minil yang telanjang dada. Pak Lurah melepas baju yang dipakainya. Tinggal kaos singlet yang dikenakannya. Pak Lurah kemudian membungkuk dan mulai menciumi payudara Minil. Menjilatnya. Menggigit - gigit kecil punting penthilnya. Minil mendesis dan tubuhnya menggeliat - geliat menyebabkan balai - balai bambu berderit. Sementara tangan pak lurah terus mengelus - elus kemaluan Minil dari luar celana dalam. Ketika mulut pak lurah ke leher Minil, tangannya telah menyelusup di bailik celana dalam Minil. Jari - jarinya telah berada di belahan kemaluan Minil, dan memcoba menyibak - nyibakkan bibir kemaluan untuk menemukan liang kenikmatan yang sempit dan hangat membasah. Pak Lurah kemudian rebah di samping tubuh Minil. Nampak sekali perbedaan kedua tubuh di atas balai - balai itu. Tubuh Minil yang tidak begitu besar. Tubuh seorang gadis kencur bonsor. Berbanding dengan tubuh yang tinggi besar. Dengan tangan dan kaki yang kekar. Besar tubuh Minil tak ada separuhnya dari besarnya tubuh pak Lurah. Pak Lurah memelorotkan celana dalam Minil. Dan Minil membantu - bantunya dengan mengangkat  pantatnya. Celana dalam Minil terlepas. Kemaluan minil tampak jelas di mata pak Lurah. Daging menggunung terbelah terletak di selangkangan. Pak Lurah melepas sarungnya. Dan tongkatnya yang besar, panjang, dan kaku teracung - acung di atas perut Minil. Minil tak melihat itu. Karena Minil terus memejamkan mata karena geli nikmat di penthilnya, di lehernya, dan di pepeknya. Pak Lurah melumurkan jel di kemaluan Minil, Jel dimasukkan juga di liang senggama kemaluan Minil, juga dilumurkan di ujung penisnya. Pak Lurah tahu seandainya tanpa jel Minil pasti akan menjerit kesakitan liang senggamanya yang perawan ditusuk tongkatnya yang begitu kaku, panjang, dan besar. Jel yang licin dirasakan kemaluan Minil. Minil merasakan kemalauannya seperti ketumpahan oli. Sambil menyiumi penthil, leher, pipi, daun telinga berganti - ganti, jari tangan pak Lurah terus melumerkan jel di permukaan kemaluan Minil. Pak Lurah kemudian mengangkangkan paha Minil lebar - lebar, Minil menurut. Kemudian pak Lurah memposisikan pinggul dan pantatnya di tengah antara paha Minil yang kecil bila dibanding paha pak Lurah yang begitu besar dan berbulu. Tongkatnya sangat mencuat. Kemudian pak Lurah menurunkan pantatnya seredah mungking sehingga ujung penisnya telah persis di hadapan kemaluan Minil yang bibirnya telah membuka lebar. Kemudian ujung tongkat ditempelkan di bibir kemaluan Minil. Pak lurah merasakan kehangatan bibir basah dan lunak lumer. Sebaliknya Minil yang bibir kemaluannya serasa ditekan ujung penis pak Lurah seklias teringat apa yang dilihatnya tadi malam. Kemaluan maknya ditusuk tongkatnya kang Darman, dan maknya melantunkan kata : " Aduh Man.....enak sekali....aaaaahhhh !" Akankah kemaluannya merasakan seperti kemaulan maknya yang ditusuk kang Darman ? Minil menunggu apa yang akan terjadi. Dengan dibantu tangannya pak Lurah mengepaskan ujung penisnya di liang senggama kemaluan Minil. Kemudian mendorongnya dengan pantatnya. Ujung penis masuk ke lingan kemaluan Minil. Minil mendesis. Pak Lurah merasakan sempitnya perawan gadis bonsor. " Minil .......". Lembut sekali pak Lurah menyebut nama Minil. Minil yang kemaluannya terasa dijejali benda besar, kaku dan hangat sekejap membuka mata dan menatap mata pak Lurah yang disana ditangkap oleh Minil ada rasa sayang yang teramat dalam dari pak Lurah. Minil hanya bisa berucap lirih : Den.....Lurah ..... " Kemudian kembali matanya mengatup. Minil membayangkan kemaluannya yang sedang ditusuk tongkat pak Lurah. Pak Lurah terus mendorongkan tongkatnya dan karena bantuan jel, tidak terlalu sulit tongkatnya yang begitu besar terus berjalan memasuki liang senggama Minil. Minil menggeliat dan tangannya erat menarik - narik sprei, kepalanya diangkat - angkat tetapi matanya terpejam dan mulutnya meringis dan mendesis. Dirasakan ada rasa sakit di kemaluannya. Dirasakan dikemaluannya ada benda yang masuk dan memenuhi bagian dalamnya. 
Pak Lurah terus mendorong masuk tongkat sampai tidak ada yang tersisa. Sampai disitu pak Lurah berhenti mendorong. Karena terasa sudah mentok. Sampai - sampai buah pelirnya telah terhimpit di antara pantatnya dan pantat Minil. Pak Lurah menghentikan kegiatan. Didiamkan tongkat menikmati seluruh kedalaman kemaluan Minil. Yang dirasakan Minil sakit dan perih karena robeknya selaput dara. Minil hanya bisa mendesis dan meringis. Melihat Minil yang demikian pak Lurah menjadi semakin sayang terhadap Minil. Kemudian tangannya mengelus rambut Minil mulai dari keningnya hingga belakang kepala Minil. Sesekali pipi Minil dicium dengan lembutnya dan seskali pula di telinga Minil pak Lurah menyebut - nyebut nama Minil dengan bisikan lembut pula. " Minil.....Minil....Min....Minil ...." Elusan rambut dan bisikan lembut pak Lurah menusuk relung hati Minil. Perasaan itu begitu terasa di dadanya. Ada rasa bahagia mengalir di pikiran dan relung hatinya. Perasaan itu menindih rasa sakit di kemaluannya. Dan anehnya Minil malah sebaliknya merasakan geli di kemaluannya perihnya hilang. Dan ada rasa pegal gatal di kemaluannya. Seluruh rongga di dalam kemaluannya terasa enak luar biasa dan ada rasa mau menyentak, meledak, pegal, dan rasa geli meradang yang tak tertahankan. Minil membuka mata dan menatap mata pak Lurah. Pak Lurah tersenyum dan menyebut namanya : Min .....Minil.....". Dan Minil tak kuasa menahan rasa di kemaluannya. Yang dilihat pak Lurah kemudian di wajah Minil adalah, lubang hidung Minil mekar, mulut menganga, dan dada diangkat - angkat dan desisnya dengan hebatnya keluar dari mulutnya : Aaaaauggggghh........". Berbarengan dengan itu kaki Minil menelosot - nelosot. Tangannya menggenggam dan menarik - narik seprei kuat - kuat. Dan yang dirasakan pak Lurah tongkatnya  yang ada di dalam kemaluan Minil bagai dililit - lilit dan kemudian dirasakan ada cairan hangat yang mengguyur tongkat. Minil orgasme. Sebentar kemudian Minil Lunglai. Dan kemaluan Minil dirasakan sangat basah oleh tongkat pak Lurah. Kemudian pak Lurah juga mulai bergiat memanjakan tongkatnya. Dengan lembut tongkat ditarik mundur dan dimajukan lagi. Mundur dimajukan lagi sambil menikmati apa yang ada di dalam kemaluan Minil. Ketika tongkat dimundurkan Pak Lurah merasakan tongkatnya bagai dililit - lilit, disedot - sodot oleh kemaluan Minil. Dan ketika dimajukan pak Lurah merasakan tongkatnya membelah, menusuk, dan mendorong sesuatu yang melilit - lilit ketika tongkatnya dimundurkan. Luar biasa tak ada nikmat selain menyenggamai kemaluan perempuan. Apalagi ini perempuan perawan. Walaupun pelan tetapi tiada henti terus pak Lurah memaju mundurkan tongkat sambil terus menikmati kedalaman kemaluan Minil. Kemaluan Minil yang diperlakukan demikian tidak tahan. Rasa geli nikmat kembali menjalar, tubuhnya menjadi merinding. Rasa nikmat di pepeknya naik sampai di saraf otaknya. Tak ayal tubuhnya menjadi menggigil, kembali tangannya mencari - cari seuatu untuk digenggam, kakiknya menelosot - nelosot dan mata Minil sekejap terbeliak menatap pak Lurah dan : " Aaaaaaaahhhhgg .... den Lurah..... den.... !". Minil kembali sampai dipuncak kenikmatan. Kenikmatan yang belum pernah dirasakan sebelumnya. Kembali tongkat pak Lurah yang terus maju mundur di kamaluan merasa semakin longgar karena cairan licin yang dikeluarkan kemaluan Minil. Ujung penisnya semakin mengembang. Saluran kecingya telah dipenuhi air mani yang siap membasahi rongga kemaluan Minil. Tongkat semakin terasa pegal. Dan semakin gemas saja pak Lurah dengan tubuh Minil yang sedang disetubuhinya. Kemudian yang dilakukan pak Lurah mengangkat tubuh Minil, dipangkunya. Mulut Minil dicium. Lehernya dijilati. Dan tangannya mermas penthil. Dan pantat pak Lurah bergoyang - goyang menimbulkan suara balai - balai bambu sedemikian berderit. Pak Lurah menjadi garang. Napasnya memburu tak beraturan. Pantat Minil diangkat diturunkan, diangkat diturunkan dan semakin cepat - semakin cepat. Minil seperti cacing kepanasan menggeliat tak karuan. Pak Lurah tidak peduli. Rintihan Minil justru menambah semangat pak Lurah menghujam - hujamkan tongkatnya di kemaluan Minil .Setelah beberapa menit begitu, tubuh Minil kembali ditelentangkan dan dengan kuatnya pak Lurah memompa pepek Minil. Kedua paha Minil dicengkeram sedikit diangkat, dan pak Lurah juga sedikit mengangkat pantatnya dan terus memompa dengan kuat dan cepat. Minil menjerit kemudian lunglai. Dan pak Lurah tak peduli, terus dengan semakin cepat menjodokkan tongkat di kemaluan Minil yang entah wujudnya menjadi seperti apa karena disetubuhi dengan kuatnya. Kemudian tubuh minil yang sudah lunglai dibalikkan. Kali ini Minil tengkurap pantatnya di pangkuan paha pak Lurah. Kembali pak lurah memompakan tongkat di pepek Minil dengan cara pak Lurah mencengkeram kedua paha Minil dan paha itu dimaju mundurkan sehingga tongkat pak Lurah melesak masuk dan keluar di kemaluan Minil. Kegiatan ini dilakukan pak Lurah dengan kasarnya dan memakan waktu bermenit - menit. Minil tak lagi merasakan apa - apa karena sudah pingsan. Minil pingsan karena karena terlalu banyak orgasme, juga karena hentakan - hentakan tubuh pak Lurah yang begitu kuatnya. Kembali tubuh Minil yang lunglai diteletangkan, kali ini pak Lurah siap mengeluarkan maninya. Ia sudah tak tahan dengan enaknya kemaluan Minil. Setelah kemaluan melesak masuk pak Lurah tanpa ampun memompakan tongkatnya dengan kuat dan cepat di kemaluan Minil. Sampai - sampai beradunya paha pak Lurah dengan paha Minil menimbulkan suara ....ceplak ...ceplak ...ceplak ...ceplak ....!. Dan dari kemaluan Minil muncul suara kecipak .... kecipak ....  kecipak.....! Pak Lurah menjadi lupa diri dengan saking gemasnya terhadap tubuh Minil. Payudara Minil digigit. Dicupang. disedot dan pantat Minil diremas - remas kuat. Kegiatan pak Lurah ini menyebabkan Minil siuman. Minil tersadar. Terbeliak matanya. Dan anehnya Minil merasakan sensasi yang luar biasa dan dia orgasme lagi untuk yang kesekian kalinya : " Ampun.... den...Minil ..tak kuat lagi ". Saat itu pula pak Lurah tak lagi kuat menahan maninya. Dengan kuat direngkuhnya tubuh Minil. Dipeluknya kuat - kuat  dan tongkatnya menyemburkan mani di dalam kemaluan Minil. Pak Lurah merasakan seolah kelaminnya pecah meledak  di dalam kemaluan Minil. Rasa nikmat luar biasa tak terbayangkan dirasakan pak Lurah. Pak Lurah mengerang hebat. Erangan pak Lurah begitu kautnya, sehingga semakin menyadarkan Minil yang sejanak tadi sempat pingsan. Sesaat Minil masih bisa merasakan tongkat pak Lurah berkedut cepat,  menyasak  - nyesak dan mendesak - desak di kedalaman kemaluannya dan semburan cairan kenthal, hangat, licin yang bagai air bah menerjang tanggul juga dirasakan Minil. Minil sesaat juga bisa menikmati air mani pak Lurah yang menghangat, meleleh, dan memenuhi seluruh rongga kemaluannya. Kemudian Minil lunglai dan lagi - lagi pingsan menyusul kejangnya kaki dan badan karena kemaluannya orgasme hebat. Lama sekali pak Lurah mendekap tubuh minil dan sesekali masih menggerakkan tongkatnya maju mundur untuk menuntaskan maninya yang masih tersisa di saluran. Sehabis itu pak Lurah juga terkulai di samping tubuh Minil yang pingsan.
     Darman masih terus menempelkan matanya di lubang intip. Melihat Minil diperlakukan begitu, rasa kasihan Darman muncul pula. Ingin rasanya Darman mengambil tubuh Minil yang lunglai lemas itu dan di bawa pulang ke mboknya. Minil yang terkulai dan perawannya telah direnggut dengan sedemikan ganasnya. Keperawanan yang dinikmati oleh pak Lurah yang memperlakukan pasangan senggamannya dengan begitu kejam. Slamet tak berani lagi mengintip. Ia segera sibuk mempersiapkan air hangat untuk pak Lurah bersih - bersih. Slamet mengisi ember - ember dengan air hangat. Kopi dan teh panas juga telah dipersiapkan Slamet.
     Pak Lurah bangkit dan meninggalkan Minil yang masih terkulai telanjang di balai - balai. Selesai bersih - bersih pak Lurah segera merapikan diri, mengenakan lagi seluruh pakainnya seperti ketika tadi datang. Minum kopi di dapur dan : " Tolong kau rawat Minil . Ingat Met, jangan kau apa - apakan dia. Minil milikku " Berkata begitu pak Lurah sambil mengulurkan setumpuk lembaran ratusan ribu pada Slamet. " Percayakan saya den.. di tangan Slamet Minil aman, den ? " Jawab Slamet sambil menerima uang pemberian pak Lurah. " Sudah aku pulang dulu ". Pak Lurah meninggalkan rumah Slamet. Minil sangat enak. Sambil berkendara menuju rumahnya pak Lurah terus berpikir mengatur strategi agar bisa terus berhubungan dengan Minil dan terus bisa selalu menyemenggamainya.
     Slamet tahu kalau Minil ternyata pingsan. Tubuhnya yang telanjang segera diselimutnya. Ke dapur Slamet mengambil ember berisi air hangat dan handuk kecil. Disibakkan selimut yang menutup tubuh  Minil. Slamet mulai mengelap tubuh Minil dengan air hangat. Wajahnya, lehernya, kemudian dadanya semua di lap oleh Slamet. Sampai di dadanya Slamet tergiur. Sebentar tangan Slamet meremas payudara Minil. Diteruskan mengelap perut dan terus ke bawah. Slamet mengangkang paha Minil. Slamet dengan jelas bisa melihat kemaluan minil. Bibir tampak tebal memerah. Slamet tahu pasti itu akibat tongkat pak Lurah yang tadi tak henti - hentinya menyodok dengan kuat. Dari liang senggamanya meleleh mani pak Lurah yang tercampur dengan darah merah, darah perawan Minil. Slamet memijit - mijit perut tepat di atas kemaluan Minil. Dan lelehan mani pak Lurah semakin banyak keluar dari pepek Minil dan membasahi sprei. Slamet mengelap kemaluan Minil sampai bersih. Minil siuman dari pingsannya. Dan samar - samar melihat Slamet yang masih terus mengelap kemaluannya. " Minta minum kang, aku haus banget " Kata Minil sambil mencoba bangun dari posisi tidurnya. Slamet bergegas mengambil teh di dapur dan memberikan gelas teh hangat ke Minil. Selesai minum Minil ambruk lagi. " Jangan tidur, Nil, ayo pulang !" Minil tak menggubris ajakan Slamet. Tubuhnya terlalu capai untuk bangun. Slamet menggoyang - goyangkan tubuh Minil. " Ayo Nil, pulang !" Sambil terus Slamet menggoyangkan tubuh Minil. " Dak kang, aku mau tidur sini saja, suk pagi saja pulangnya. Tolong uang ini dikasih ke simbok ". Tangan Minil mendorong tumpukan uang di sampingnya  dan terus menarik selimut untuk menutupi seluruh tubuhnya.
     Darman yang terus mengintip menyudahi kegitannya. Dan bergegas meninggal rumah Slamet, setengah berlari menuju rumah mak Kurni. Darman tahu kalau Minil tak pulang malam ini. Dan mak Kurni akan sendirian di rumah. Darman akan lagi menggoda mak Kurni. Hasrat bersenggamanya menggebu dengan menyaksikan persenggaman yang dilakukan Pak Lurah dan Minil tadi. Birahinya akan dilampiaskan ke mak Kurni. Darman langsung mendorong pintu yang Darman tahu pasti pintu di rumah mak Kurni belum dikancing lantaran mak Kurni sedang menunggu anaknya  pulang. Mak Kurni yang masih sibuk merapikan daun pisang calon pembungkus tempe dan duduk di lantai beralas tikar kaget. " Lho kok kamu, Man ? Aku kira Slamet dan Minil !" Mak Kurni menyambut kedatangan Darman. " Memangnya Minil sama Slamet kemana, yu ?" Darman pura - pura tidak tahu. Belum sempat dijawab Slamet masuk dan disapa mak Kurni : " Kok sendirian Minil mana ?" Dengan cepat Slamet menjawab dengan kebohongan yang kalimatnya telah dipersiapkan : " Walah yu, .... Minil itu memang tukang ngantukan tenan ta ? Lha wong sedang diajak bicara sama den Lurah kok kepalanya lentak - lentuk ngantuk. Malah terus tidur di kursi ". Mak Kurni mengerutkan keningnya dan : " Terus ?" Tanya mak Kurni. " Terus saya suruh tidur di tempat tidur ta, yu. Lha kok saya bangunkan ini tadi tidak mau bangun. Katanya besuk pagi saja pulangnya ". Slamet berbohong lagi. Mendengar penuturan Slamet, Darman tertawa dalam hati. Pinter juga Slamet berbohong ! Pikirnya. " Dan ini uang jahitan dari den Lurah untuk Minil ". Darman memberikan tumpukan uang ke hadapan mak Kurni. " Lho kok banyak banget, Met ?". Mak Kurni menghitung uang. " Dah terima saja, yu. Besuk sisanya kan bisa untuk keperluan lain - lain ". Slamet dengan santainya mengucapkan kalimat ini. " Terus den Lurah ?" Tanya mak Kurni. " Den Lurah ya terus pulang ta, yu. Lha yang diajak bicara malah ngantuk ". Slamet berbohong lagi . " Ya sudah Met, dak papa kamu segera pulang saja kasihan Minil sendirian. Oh .. ya Met titip Minil  lho". Slamet segera bangkit dari duduk dan meninggalkan Darman dan mak Kurni.
     Setelah Slamet pergi Darman menjulurkan kaki dan tiduran di depan mak Kurni yang lagi merapikan daun pisang yang sempat terhenti karena kedatangan Slamet. Darman menyulut rokok. " Mbok kamu itu dak usah ngrokok ta, Man ! Duitnya dikumpul - kumpul. Kalau sudah ngumpul kawinan. Dak takut jadi perjaka tua, pa Man ?"  Kalimat mak Kurni memecah kesunyian malam. " Dah kalau mau tidur sana di kamar Minil saja. Disini dingin, Man ?" Darman kaget dengan kalimat mak Kurni ini. " Lho aku boleh tidur sini ta, yu ?" Tanya Darman. " Ya apa mau pulang sudah malem gini. Disini tinggal tidur. Tapi besuk bangun pagi - pagi. Malu tetangga tahu kamu tiidur disini. Nanti dikiran kita berbuat yang enggak - enggak ". Kalimat mak Kurni lagi. " Lha kalau kayak kemarin malam itu enggak - enggak dak, yu ?" Goda Darman. " Ah embuh lah ... ya kamu itu yang bikin terjadi ". Jawab mak kurni manja. " Ini mumpung sepi diulang yuk, yu !" Goda Darman semakin menjurus sambil tertawa. " Wih enaknya kamu, Man ....Man... " Mak Kurni menimpali godaan Darman sambil tertawa juga. " Ya mau dak, yu. Kalau dak mau aku tak pulang saja ". Teringat kemarin malam Darman begitu membuatnya puas mak Kurni mulai terangsang. " Ya sudah sana kamu tiduran dulu di kamar Minil, nanti tak susul ". Darman bangkit dan segera menuju kamar Minil. Di dalam kamar Darman segera melucuti celananya, bajunya. Tinggal sarungnya saja yang membalut tubuhnya. Tongkatnya tak mau berhenti ereksi. Setelah mengancing pintu mak Kurni menyusul masuk kamar. " Sudah ayo, Man. Aku mau diapakan ?" Mak kurni masih berdiri di tepi ranjang. " Dilepas yu, dasternya " Perintah Darman. " Ah dak .... dingin, Man !" Berkata begitu tapi mak Kurni melepas juga dasternya. Mak Kurni telah telanjang dan masih berdiri. " Dah tiduran sini, yu !" Darman menarik tangan mak Kurni. Mak Kurni terduduk dan kemudian terlentang di samping Darman. Darman segera membuka sarungnya. Kemudian mengangkang kaki mak Kurni. Dan Darman segera ambil posisi memasukkan tongkat di kemaluan mak Kurni. Tak lama kemudian tongkat Darman telah masuk di kemaluan mak Kurni. " Aaaaaahhhh...Enak banget .... terpedomu, Man. Kaku banget. Gede lagi " Mak Kurni mengoceh sambil mendesis. " Awas Man......kalau kamu cepet keluar tak suruh bayar kamu ... " Mak Kurni mengancam agar Darman berlama - lama menyenggamainya. " Boleh yu, yu Kurni malam ini bakal tak buat puas ...puas sekali ... " Sambil terus memompa Darman terus meremas dan menyedot penthil mak Kurni. Mereka terus bergumul. Berganti posisi. Mak Kurni orgasme. Darman menyerang lagi. Lagi - lagi mak Kurni orgasme. Darman belum akan mengeluarkan maninya sebelum mak Kurni minta ampun.

                                                            bersambung kebagian keduapuluhdua ........
     


Senin, 29 Agustus 2011

Anggungan Perkutut

cerita dewasa edohaput
 Anggungan Perkutut

                                                                                                                edohaput

Bagian keduapuluh

     Tiga hari setelah Slamet menyaksikan Minil diberi kenikmatan oleh pak Lurah di rumahnya, Slamet datang ke rumah Minil. Sore itu mak Kurni sedang membungkusi tempe ditunggui Minil. " Kok tempenya cuma sedikit ta, yu Kurni ?" Tanya Slamet setelah ikut duduk di tikar yang digelar di lantai tanah. " Tadi dak sempat beli dele, Met. Karena ngantar Minil ke tukang jahit ". Jawab mak Kurni. " Wah den Lurah itu baik banget ya, Met ? Minil sudah dapet sepuluh potong kain bagus - bagus saja duitnya masih sisa. Malah kutangnya saja Minil beli tujuh bagus - bagus juga. Celana dalamnya beli sepuluh bagus - bagus, malah ada rendanya juga. Yang milihkan celana dalam Minil penjualnya lho. Met ?" Dengan bangganya mak Kurni cerita tentang belanjaan Minil yang duitnya dari pemberian pak Lurah. " Sudah dibawa ke penjahit semua ta yu, kain - kain Minil ?" Slamet bertanya. " Sudah semua, Met . Malah penjualnya kain kok, Met, yang milihkan tukang jahitnya. Tapi kayaknya ongkosnya mahal, Met !" Mak Kurni nerocos cerita. " Nah soal ongkos jahit dak usah kawatir, yu. Den Lurah sudah menyanggupi semua ongkos jahitnya. Gitu ta Nil ?" Slamet memalingkan muka kearah Minil. Dan Minil mengangguk setuju dengan ucapan Slamet. " Dan kedatanganku ini juga disuruh  den Lurah. Besuk malam Minil ditunggu den Lurah di rumahku mau dikasih uang ongkos jahitnya, yu. Kamu mau ta Nil besuk malam ke rumahku. Besuk malam tak jemput kok, Nil " Slamet kembali memandangi Minil. Dan Minil mengangguk tanda setuju." Wah baiknya den Lurah ya, Met, kepada rakyatnya yang miskin ini. Mudah - mudahan den Lurah panjang umur, murah rezeki, dan selalu baik ya, Met ". Mak Kurni memuji pak Lurah. Mak Kurni tidak tahu kalau malam itu Minil telah dijadikan mainan yang sangat menyenangkan oleh pak Lurah. Mak Kurni tidak tahu kalau anaknya semata wayang ini telah sangat menyenangkan pak Lurah lantaran sangat penurut ketika dipakai sebagai alat pemuas birahi. Malahan dengan begitu bangganya mak Kurni terus memuji pak Lurah. Mak Kurni juga tidak tahu kalau Slamet begundalnya pak Lurah ini menjadikan Minil umpan yang sangat menggairahkan. " Minil ini untung sekali ya, Met, bisa bertemu den Lurah lantaran terpeleset. Nil besuk malam kalau kamu diberi lagi uang oleh den Lurah jangan lupa kang Slamet diberi ?". Suruh mak Kurni pada Minil. Slamet cepat - cepat menjawab : " Jangan ....jangan ...dak usah. Uang itu untuk Minil. Aku sudah diberi kok oleh den Lurah. Malah kedatanganku kesini selain mengabari kalau den Lurah ingin ketemu Minil lagi besuk malam, juga disuruh den Lurah memberikan uang ini untuk yu Kurni ". Slamet meletakkan amplop tebal berisi uang. Dan lanjutnya : " Ini uang lima juta. Yu Kurni dimnita den Lurah agar membuat kamar mandi dan wese dan juga sekalian buat sumurnya ". Slamet mengeluarkan uang dari amplop. Mak Kurni hanya terlongo -longo. Selama hidupnya mak Kurni belum pernah melihat tumpukan uang sebanyak itu. Mata dan pikiran mak Kurni tak percaya. Apalagi uang itu bakal menjadi miliknya. " Benar ini, Met ?" Mak Kurni meyakinkan dirinya. " Benar, yu. Den Lurah kasihan kalau Minil yang sudah gede masih mandi di pancuran ". Slamet memberi penjelasan untuk meyakinkan mak Kurni. " Walah ...walah .... baiknya den Lurah. terus apa ya dan bagaimana aku membalasnya, Met ?". Raut muka mak Kurni menunjukkan kegirangan yang luar biasa. " Dak usah mikir membalas, yu. Terima saja uang ini dan segera laksanakan perintah den Lurah. Dah simpan uang ini. Besuk cari tukang batu. Kalau nanti kurang bilang saja den Lurah pasti memberi lagi ". Slamet dengan kalemnya menyuruh mak Kurni menyimpan uang yang ada dihadapannya. Mak Kurni menimang - nimang uang itu dan  sambil terus tersenyum. " Sudah aku pulang dulu, yu. Dan besuk malam aku jemput ya, Nil !"  Slamet bangkit dari duduk dan pergi. Minil mengangguk tanda setuju.
     Sepeninggal Slamet. Minil masuk ke kamarnya. Pintu ditutup. Minil tiduran terlentang. Kakinya di kangkangkan. Tangannya menelusup masuk rok bawahannya. Dan mereba kemaluan. Kemaluannya dielus - elusnya sendiri dari luar celana dalammnya. Tangan yang lain meraba payudaranya. Minil merasakan nikmat. Ia bayangkan pak Lurah sedang mempermainkan kemaluannya, payudaranya, dan menciumi lehernya. Akankah besuk malam pak Lurah juga akan memepermainkannya lagi ? Minil memasukkan tangannya ke dalam celana dalamnya. Meraba bibir kemaluannya. Menusuk - nusukkan jarinya ke dalam liang pepeknya. Minil membayangkan dan teringat ketika menggenggam tongkat pak Lurah. Bagaiman kalau besuk malam pak Lurah menusukkan tongkatnya ke pepeknya ? Seperti apa ya rasanya ? Apakah lebih enak dari jari ?Minil malah menjadi semakin terangsang. Dan Minil semakin dalam menusukkan jarinya ke kedalaman kemaluannya. Dan memaju mundurkan seperti pak Lurah memainkan liang pepeknya. Mencari - cari di kedalaman kemaluannya yang apabila dikilik semakin geli dan membawa nikmat. Minil orgasme. Pepeknya basah. Minil kelelahan. Dan Minil ketiduran.
     Malam gelap. Dingin. Agak gerimis. Darman datang ke rumah mak Kurni. " Tumben, Man. Malam - malam datang ?" Sapa mak Kurni yang memang heran Darman berkunjung. Siang pun lewat di depan rumah Darman tak pernah mampir. Tapi kini tiba - tiba Darman datang malam - malam lagi. Ditanya mak Kurni Darman kaget dan bingung. Kedatangannya yang sesungguhnya adalah ingin menyelidik tentang uang pemberian pak Lurah. Tentang Minil. Tentang mak Kurni. Mak Kurni ini tahu tidak apa yang telah diperbuat pak Lurah terhadap anaknya. Darman tak segera menjawab pertanyaan mak Kurni. " Ada perlu penting ya, Man ?" Mak Temi lagi - lagi bertanya. Darman yang bingung menjawab sekenanya : " Dak penting kok, yu. Cuma disuruh simbok beli tempe sepuluh. Suk pagi tak punya lauk ". Darman menyampaikannya dengan sungguh - sungguh. Mak Kurni percaya : " Tapi tempenya belum jadi, Man . Tu barusan dibuat !" Mak Kurni menunjuk tempe yang ditaruh di tampah besar. " Dak papa, yu. Besuk kan ya jadi ta, yu ". Bahasa Darman diyakin - yakinkan agar mak Kurni tidak curiga. " Minil dimana, yu ?" Darman mengalihkan pembicaraan dan mencoba memancing mak Kurni dengan menanyakan Minil. Barangkali mak Kurni sudah dilapori Minil tentang perbuatan pak Lurah malam itu. Kalau Minil melaporkan perbuatan pak Lurah dirinya kepada maknya, pasti mak Kurni akan cerita banyak kepada dirinya. Tetapi yang terjadi sesungguhnya Minil tidak memberitahu maknya apa yang telah diperbuat pak Lurah pada dirinya. Minil tidak melapor karena Minil merasakan enak. Enak dipermainkan pak Lurah dan enak diberi duit. Minil sebenarnya menikmati apa yang diperbuat pak Lurah. Malahan Minil merindukannya. Ingin dibegitukan lagi. minil ketagihan. Minil gadis kencur yang tiba - tiba merasakan nikmatnya penthil diremas, kemaluan dikilik dan leher dicium. " Dak tahu, Man. Ketiduran barangkali. Sepulang Slamet dari sini sore tadi, Minil terus masuk kamar dan nampaknya dia tidur ". Jawab mak Kurni jujur. " Slamet sore tadi kesini ta, yu ?" Tanya Darman. Wah ini bakal dapat informasi lagi ! Pikir Darman. " Sendiri, yu ?" Darman mencoba memancing agar mak Kurni cerita. " Ya sendiri, Man. Kedatangannya kesini disuruh pak Lurah lho, Man !" Mak Kurni mengucapkan kalimat ini dengan penuh bangga. Seolah ingin mengatakan kalau keluarganya begitu diperhatikan pak Lurah. " Disuruh apa Slamet sama den Lurah, yu ?" Tanya Darman terus memancing. Harapan Darman mak Kurni akan cerita banyak. " Tu besuk malam den Lurah ingin ketemu Minil lagi. Kata Slamet Minil mau dikasih ongkos jahitan ". Mak Kurni lugas menerangkan. " Ongkos jahitan ?" Darman pura - pura tidak tahu. Padahal semua kejadian telah dikantonginya. " Iya, Man. Kemarin malam lusa tu Minil dikasih uang agar beli beberapa potong kain. Lalu disuruh menjahitkan. Den Lurah kasihan sama Minil yang roknya sudah pada compang - camping. Den Lurah itu kan dulu itu menolong Minil ketika terpeleset sehabis mandi di pancuran. Terus Minil dipinjami jaket den Lurah. Terus Minil disuruh ke rumah Slamet malam - malam dan Minil dikasih uang banyak untuk beli baju ". Darman berpura - pura manggut - manggut. " Malahan besuk malam Minil disuruh lagi ke rumah Slamet. Den Lurah mau kasih uang untuk ongkos jahitannya ". Darman terus manggut - manggut dan memasang wajah seolah - olah kagum dan heran. " Den lurah itu baik banget ya, Man ? Perhatian sekali sama orang miskin kaya saya ini ". Darman semakin manggut - manggut. Darman merasa yakin  mendapatkan informasi yang sangat baik. Darman tak perlu memancing - mancing. Mak Kurni malah sudah menggelontorkan informasi yang dibutuhkannya. " Ya....ya...den Lurah memang sangat baik, yu ". Timpal Darman mengiyakan kalimat mak Kurni dengan semangat. Tujuannya mak Kurni agar terus cerita. " Malah den lurah nyuruh saya buat sumur, buat kamar mandi dan wese. Agar Minil tak lagi mandi di pancuran ". Mak Kurni jadi sombong atas perhatian yang diberikan pak Lurah. " Lha uangnya, yu ?" Darman bertanya. Yang kali ini bertanya sungguh - sungguh karena memang belum tahu. " Ya... dari den Lurah ta, Man ". Jawab mak Kurni semakin sombong. " Den lurah ?" Darman mencari penegasan. " Lima juta, Man ! Cukup kan kalau untuk bikin sumur dan kamar mandi ?" Mak Kurni semangat. " Cukup ....cukup, Yu ! Tapi ..... tapi.... mengapa ya,yu, den Lurah kok semurah itu, ya ? Jangan - jangan den Lurah suka sama yu Kurni ". Darman mulai menggoda mak Kurni. Darman tahu persis uang lima juta itu adalah uang penutup mulut mak Kurni. Agar ia nantinya tidak mempermasalahkan jika Minil  dijadikan  perempuan simpanan oleh pak Lurah. " Ah jangan edan, Man ! Masak den Lurah suka sama aku ! Kamu jangan edan, Man ......Man.... !" Mak Kurni tiba - tiba genit. " Lho yu Kurni ini janda muda, ta ? Sebetulnya yu Kurni ini ayu lho, yu. Cuma karena tidak terawat dan hanya jualan tempe yan kayak gini jadinya. Coba kalau didandani, ya kara bidadari ". Godaan Darman ini menyasar. Karena ternyata mak Kurni jadi bersikap malu - malu kucing. " Lha kalau yu Kurni mau aku ya mau lho, yu ". Darman semakin nekat menggoda, karena Darman tahu yang digoda ternyata semakin tergoda. " Ah ....kamu aja Man.....Man... laki - laki banci ! Tuh sudah segitu tua belum berani kawin ! Tak bisa ya, Man ..?"  Mak Kurni balas menggoda Darman. " E....jangan tanya, yu. Punyaku besar, panjang, bisa kaku banget, dan atos lho, yu !" Pembicaraan mulai miring dan tak fokus. " Lha terus untuk apa kalau tak ada isteri ?" Mak Kurni juga semakin nekat menggoda. " Dikocok sendiri ya, Man ?" Berkata begitu mak Kurni tertawa nyekikik. Telak Darman kena hantaman kalimat mak Kurni yang terahkir. Darman tak kalah akal : " Ya ...mumpung ada janda cantik, .... ya kesitu aja arahnya .. !" Kalimat - kalimat godaan ini tak urung mendorong nafsu birahi mereka muncul. Darman sang perjaka yang sedang masanya menggebu, mak Kurni yang telah lama ditinggal mati suami. Ditambah suasana malam yang sepi, dingin dan gerimis. Karena omongan - omongan  itu mak Kurni yang sudah lama tak merasakan kehangatan tiba - tiba kemaluannya terasa ada rasa gatal - gatal dan membasah. " Sudah ah ....Man, bikin gatelan saja ". Mak Kurni keceplosan. " Apanya yang gatel, yu. Sini tak garuk - garuk !" Goda Darman yang semakin menjurus. " Ah ...edan ...kamu .. !" Berkata begitu mak Kurni berdiri dari duduk di lantai. Entah karena disengaja atau memang beneran mak Kurni yang mencoba berdiri tapi karena memang sudah terlalu lama duduk tiba - tiba terhuyung ke arah Darman. Darman yang juga duduk di tikar yang igelar di lantai tanah dengan sigap menangkap tangan mak Kurni. Mak Kurni yang ditangkap tangannya malah seperti ditarik dan ahkirnya jatuh di tubuh Darman. Keduanya ambruk. Darman tak menyia - nyiakan keadaan. Tangannya langsung ke penthil mak Kurni. Dan langsung diremas walaupun dari luar baju. Dan kaki Darman menjepit tubuh mak Kurni. Mak Kurni yang dijepit Darman yang hanya pakai sarung merasakan ada sesuatu yang kaku menyodok pahanya. Mak Kurni mendengus bernafsu. Darman tahu mak Kurni bernafsu tangannya langsung beralih meraba kemaluan mak Kurni walaupun masih dari luar daster mak Kurni. " Aaaah... jangan edan, Man... ". Berkata begitu mak Kurni sambil nafasnya tersengal. Darman yang sudah juga sangat bernafsu, semakin meneruskan kegiatannya. Tangannya masuk rok dan langsung ke selangkangan mak Kurni dan segera menemukan sesuatu yang basah, empuk, kenyal, kemaluan mak Kurni. Mak Kurni tak pernah mengenakan celana dalam. Lantaran tak punya. Mak Kurni sangat menikmati jari - jari tangan Darman. Rasa gatalnya di kemaluan hilang, berganti rasa geli nikmat. Kemaluan yang sudah lebih dari setahun tak dijamah. Mak kurni terus menggeliat. " Man ....ayo...Man ....aku tak tahan ... !" Mak Kurni merintih. Darman tanggap. Sarung dilepas. Celana dilepas. Dan tongkat mencuat. Dengan sigap pula mak Kurni menelanjangi diri. Minil yang sejak sore tertidur di kamar terbangun mendengar suara ribut - ribut. Minil bangun dan mencoba mengintip dari pintu yang sdeikit terbuka. Manil terkesiap. Maknya terlengtang kangkang. Minil melihat kemaluan maknya yang besar. Berambut lebat sedang di masuki jari tangan Darman. Dan Minil sangat jelas melihat tongkat Darman yang mencuat dan sedang dipegang - pegang maknya. " Ayolah ...Man...masukkan ....masukkan ...Man... !" Pinta mak Kurni. Darman mengangkangi tubuh mak Kurni. Dan tongkat Darman sudah berada persis di depan kemaluan mak Kurni. Minil terus melihat. Dan Minil dengan jelas bisa melihat tongkat Darman menusuk kemaluan maknya. Dan maknya mendesah : " Aaaaaaaaahhhh ....Man..... !" Desahan nikmat itu terdengar pula di telingan Minil. Minil jadi ingat pak Lurah. Apakah kemaluannya besuk malam juga akan dihujam seperti itu oleh pak Lurah ? Minil merapatkan paha karena dikemaluannya terasa ada yang mau menetes. Darman terus menyerang kemaluan mak Kurni dengan tongkatnya. Nafas mereka memburu. Desahan demi desahan terus terdengar. Setiap kali mak Kurni orgasme desahan dan rintihannya sangat membuat Minil ingin kemaluannya juga diperbuat seperti itu. Tikar dilantai tak lagi rapi. Kedua membuat tak beraturan lagi. Suara kaki mak Kurni yang terus menjejak - jejak tikar begitu kemresek. Masih juga ditimpali suara paha yang beradu. Terdengar pula suara kecipak kemaluan mak Kurni yang basah diserang tongkat Darman. Sambil duduk di paha mak Kurni dan memaju mundurkan tongkatnya di kemaluan mak Kurni Darman tak henti - hentinya meremas, memilin punting penthil mak Kurni. Darman melepas tongkatnya dari kemaluan mak Kurni. Membalikkan tubuh mak Kurni. Mak Kurni tengkurap Darman memasukkan tongkat ke kemaluan mak Kurni dari belakang. Mak Kurni menggerak - gerakkan pantatnya maju mudur. Darman melenguh - lenguh. Kembali mak Kurni ditelentangkan. Darman kembali menghunjamkan tongkatnya. Semakin cepat saja Darman memompa. Semakin cepat .....semakin cepat .... dan semakin cepat ..... dan Darman menjerit tertahan : " Y u u u u u u u u u ....... aaagggghhhh......!" Darman menusukkan tongkat menghujam dalam sekali di kemaluan mak Kurni. " Man.....Maaaaaaaaaannnnn .... eessss.... aahhgg.... !" Darman dan mak Kurni orgasme bersama. Sementara itu dua jari tangan Minil telah masuk di kemaluannya sendiri dan Minil juga tak bisa menahan : " Aaaaaauuuuugghhhhh .... !" Pepek Minil bagai bocor. Airnya deras mengalir membasahi pahanya. Setelah itu suasana kembali sepi. Yang terdengar hanya suara angin yang menggesekan dedaunan di luar rumah dan suara jatuhnya titik air dari langit menjatuhi genting.

                                                                       bersambung kebagian keduapuluhsatu ........

Jumat, 26 Agustus 2011

Anggungan Perkutut

cerita dewasa edohaput

Anggungan Perkutut 

                                                                                                                               edohaput 

Bagian kesembilanbelas  

     Darman melaksanakan tugas yang dibebankan polisi kepadanya. Mula - mula yang dikerjakan menyambangi rumah Minil. Darman mencoba mencari tahu dengan cara mengamati rumah Minil. Mencari tahu apakah jaket pak Lurah masih di rumah Minil. Atau sudah dikembalikan oleh Minil ke pak Lurah. Atau barangkali masih di rumah Minil. Pasti sudah dikembalikan. Kalau tidak ya pasti sudah diambil. Jaket itu sudah seminggu sejak peristiwa Minil terpeleset. Mungkinkah masih disimpan Minil. Kalaupun dicuci ya pasti sudah kering dan segera dikembalikan. Kalau jaket itu tertahan di rumah Minil rasanya tidak mungkin. Darman lewat di depan rumah Minil dan terkejut. Jaket pak Lurah ada di jemuran. Jaket itu belum dikembalikan atau ternyata belum diambil pemiliknya yaitu pak Lurah. Darman jadi maklum jaket itu belum dikembalikan. Jaket itu ternyata jaket kulit. Jaket itu dicuci, pasti sulit keringnya. Apalagi cuaca banyak mendungnya. Darman berlalu dari halaman rumah Minil sambil terus melirik jaket kulit yang sedang dijemur. Dan jaket itu tampaknya sudah mengering. Kalau jaket itu sudah kering pasti akan segera dikembalikan oleh Minil ke pak Lurah. Atau pak Lurah akan mengambilnya. 
     Malam mulai merangkak. Darman kembali menyambangi rumah Minil. Lampu minyak ruang depan masih menyala terang. Darman mendengar orang sedang bercakap - cakap. Darman berhenti dan duduk di teras rumah Minil. Darman ingin tahu siapa sedang ada di dalam rumah Minil. Darman duduk di lincak bambu yang ada dan menyulut rokok. Suasana sepi tak ada orang lewat.  
     " Jaket itu baru saja kering, Met " Terdengar di dalam rumah Mak Kurni berbicara. " Ya pantes saja yu, lha wong mendang - mendung gini ". Jawab Slamet.  " Den Lurah ya tidak kepingin jaket itu segera dikembalikan kok, yu. Tapi kalau sudah kering ya segera dikembalikan ". Kata Slamet lagi.  " Lha sekarang jaket itu bisa kamu bawa kok, Met. Besuk kamu bawa ke rumah den Lurah ". Terdengar mak Kurni menimpali kalimat Slamet. " Seperti saya kemarin ngomong, yu. Den Lurah ingin yang mengembalikan jaket itu Minil. Den Lurah ingin ketemu Minil. Kemarin kan sudah saya omongkan ta, yu, kalau den lurah itu kasihan sama Minil. Mosok anak sudah hampir perawan kok bajunya selalu compang - camping. Siapa tahu nanti kalau Minil ketemu sama den Lurah, terus Minil di kasih duit kan lumayan ta, yu ". Kalimat Slamet panjang mengingatkan mak Kurni. Slamet memang telah datang beberapa kali di rumah mak Kurni menanyakan jaket itu. " Ya sudah besuk biar Minil ke rumah den Lurah mengembalikan jaket itu, Met. Ya kamu tahu ta, Met,  kalau aku ini orang tak mampu. Sampai - sampai membelikan baju anak saja susah. Berapa ta, Met, hasil orang jual tempe kayak aku ini. Untung sedikit cuma bisa untuk beli beras. Ya matur nuwun betul, Met. Kalau den Lurah mau melasi Minil ". Kalimat mak Kurni juga jadi panjang. " Minil dak usah datang sendiri ke den Lurah, yu. Besuk malam aku tak kesini lagi. Nanti Minil saya boncengkan sepeda untuk ketemu den Lurah, yu ", pinta Slamet. " Wah jadi merepotkan kamu, Met. Matur nuwun ya, Met ya ". Kata mak Kurni  terdengar gembira. " Dak ..... dak merepotkan, yu. Justru aku senang bisa bantu - bantu Minil kalau benar - benar besuk den Lurah itu melasi Minil. Dan besuk malam itu den Lurah menunggu di rumahku kok, yu. Karena besuk malam itu den Lurah minta ditemani aku menjenguk orang sakit di tetangga desa. Jadi Minil besuk saya jemput saja dan saya ajak ke rumahku, yu. Den Lurah sudah menunggu di rumahku ". Slamet memberi penjelasan mak Kurni. " Ya sudah kalau gitu, pasrah Minil ya, Met. Tolong Minil diajari sopan besuk kalau ketemu den Lurah. O....ya....tak buatkan teh ya, Met !" Mak kurni terdengar sangat bergembira. " Dak usah, yu. Aku mau pulang saja kok, yu. Mau tidur. Capek banget seharian nyangkul di sawah. Lha ini Minil dah tidur ya, yu ?" Kalimat Slamet diahkiri dengan menanyakan Minil yang sudah tak terdengar suaranya. " Lha itu  ta, Met. Sudah bodo, malas lagi. Lha Minil itu tak suruh bantu - bantu bungkusi tempe saja tidak mau kok, Met. Sukaknya cuma tidur. Dia itu kan cuma gede badannya saja ta, Met. Pikirannya belum mau tahu susahnya orang tua cari beras. Pekerjaannya cuma glimpang - glimpung dengarkan radio. Kalau sudah lagunya dangdutan, wah ....Minil tak bisa diminta tenaganya, Met. Aku ini heran sama Minil itu lho, Met. Sejak ditinggal mati bapaknya kok jadi banyak diam dan tambah malas. Sekolah dak mau. Keluar rumah jarang. Keluar rumah ya kalau pergi mandi di pancuran itu. Lha wong saya ajak ke pasar saja ya dak mau kok, Met. O...ya tapi besuk  jangan malam - malam, Met. Nanti Minil keburu ngantuk. Kalau siang, atau sore saja ketemunya den lurah bisa ta, Met ? ". Dengan semangat mak Kurni ngomongkan sedikit tabiat anaknya. " Dak bisa yu, karena besuk seharian sampai sore den Lurah pergi ke kota mengantar isteri - isterinya belanja. Ya sudah, yu. Aku pulang dulu. Besuk malam kesini lagi. Yu Kurni jangan lupa kasih tahu Minil kalau besuk malam saya jemput ". Terdengar kursi kayu  berderit tersodok kaki Slamet yang beranjak berdiri dari duduk. 
     Darman mendengar Slamet mau pulang, segera cabut dari lincak dan segera pula meninggalkan teras rumah mak Kurni. Darman tidak ingin keberadaannya diketahui Slamet. Tak ingin pula Darman diketahui Slamet kalau dirinya telah menguping pembicaraan. Darman segera lenyap di kegelapan malam dan di rimbunnya tetanaman di sekitar rumah mak Kurni. 
     Darman tahu persis siapa itu Slamet. Slamet adalah begundal pak Lurah. Begundal adalah pembantu setia yang disayangi. Kemana perginya pak Lurah Slamet selalu diajak. Bahkan pada acara - acara pentingpun Slamet jarang ketinggalan. Slamet adalah pembantu yang menyediakan segala keperluan pak Lurah mulai dari urusan kecil - kecil sampai pada urusan besar dan urusan yang sifatnya pribadi. Hampir - hampir tidak ada yang tidak diketahui Slamet apa yang dikerjakan dan diperbuat pak Lurah. Slamet selalu mengiyakan apa yang diperintahkan pak Lurah. Hidupnya penuh diabdikan kepada pak Lurah. Urusan pribadinya menjadi terbengkelai. Sampai - sampai Slamet tak pernah berpikiran hidup berumah tangga. Kedua orang tua Slamet sudah tiada. Ia tinggal sendiri dan hidup dengan pemberian pak Lurah. Slamet adalah perjaka miskin yang tak banyak memilki ketrampilan. Hidup dan kehidupannya disandarkan pada pak Lurah yang cukup memberikan segala kebutuhannya. Bahkan rumah yang kini ditinggalinya pun pemberian pak Lurah.
     Darman sudah membayangkan apa yang akan terjadi pada Minil besuk malam. Minil dibawa ke rumah Slamet. Disana pak Lurah sudah menunggu. Wah ..... jangan - jangan Minil di apa - apakan sama pak Lurah. Waktu Minil terpeleset jatuh di pematang dan pak Lurah menolongnya, waktu itu pak lurah sudah cukup berani meraba - raba milik Minil. Padahal waktu itu banyak kerumunan orang. Lha besuk malam Minil sendirian di rumah Slamet. Disana hanya ada Slamet dan pak Lurah. Apa yang akan terjadi ?
     Rumah Slamet yang memang agak terpencil dari rumah - rumah warga lainnya sejak sore terus diawasi Darman. Darman tak mau ketinggalan. Ia sudah mengatur strategi. Begitu malam merangkak Darman sudah akan siap bersembunyi di samping rumah Slamet. Rumah Slamet yang tidak segede rumah - rumah warga lainnya dan terletak di tengah - tengah kebon pisang akan memudahkan Darman bersembunyi. Darman akan membuat lubang intip di beberapa tempat. Rumah Slamet yang terbuat dari dinding bambu itu akan memudahkan Darman membuat lubang intip. Alat untuk membuat lubang intip sudah dipersiapkan Darman. Darman harus mendahului kedatangan pak Lurah. Sebelum pak Lurah datang di rumah Slamet Darman sudah harus siap di tempat dia akan mengintip. Darman sangat mengenal rumah Slamet. Karena gotong royong sambatan membuat rumah itu Darman juga ikut bekerja. Di rumah Slamet hanya ada tiga ruangan. Ruang depan. Ruangan depan ada sepajang meja kursi kayu. Diterang lampu minyak. Di ruang tengah ada bale - bale atau tempat tidur yang terbuat dari bambu dan berkasur kapas randu. Tempat Darman tidur. Ruang ketiga ruang belakang ada dapur sederhana dan kamar mandi dan wese tempat buang air dan mandi yang amat ala kadarnya. Rumah orang tak berpunya pada umumnya di dusun. Di rumah Slamet belum tersentuh listrik. Lampu yang digunakan lampu minyak yang disebut gembreng atau teplok. Bahkan kalau sudah malam larut rumah Slamet ini hanya diterangi lampu sentir. Lampu minyak yang terbuat dari bola lampu yang sudah mati. Lampu - lampu seperti itu banyak dijual pasar desa.
     Malam mulai merangkak. Darman mengendap - endap diantara pohon - pohon pisang. Dan terus menuju samping rumah Slamet. Di dalam rumah Slamet sibuk dengan lampu - lampu minyak yang mulai dinyalakan. Di luar rumah Darman sibuk membuat lubang - lubang intip suara derik cengkerik dan walang kerik sangat membantu Darman membuat lubang - lubang intip. Tak lama kemudian pak Lurah datang. Motornya diparkir tepat di depan rumah Slamet. Pak lurah langsung masuk rumah dan ditemui Slamet. " Mumpung belum terlalu malam kau segera jemput Minil, Met !" Perintah pak Lurah yang tidak dijawab Slamet. Slamet segera mengeluarkan sepeda ontel dari rumah dan segera pergi. Darman mencoba mengintip. Pak Lurah duduk di ruang depan. Mengeluarkan rokok dan menyulutnya. Di meja telah ada dua gelas teh. Mungkin itu sudah dipersiapkan Slamet untuk menjamu pak Lurah dan Minil. Tak urung jantung Darman berdegup juga menyaksikan pak Lurahnya dari lubang intip. Pak Lurah yang tinggi besar. Gagah. Tangannya besar tampak kokoh. Kalau - kalau sampai kelakuannya mengintip ini diketahui pak Lurah tak ayal dia bakal makan bogem mentahnya pak Lurah. Sekali pukul barangkali Darman langsung pingsan. Niatnya untuk mengintip apa yang akan terjadi menjadi ragu - ragu dan takut. Tetapi ketika teringat beban tugas yang diberikan polisi agar ia terus memantau kegiatan pak Lurahnya semangatnya tumbuh lagi dan menindih rasa takutnya.
     Slamet datang bersama Minil. Di tangan Minil ada jaket pak Lurah yang tempo hari yang lalu dikenakan pak Lurah di tubuh Minil yang nyaris telanjang karena terpeleset dan tercebur di sawah. Malam ini Minil mau mengembalikan jaket itu ke pak Lurah. " Sehat kamu, Nil ?" , tanya pak Lurah stelah Minil duduk di kursi kayu dihadapannya. " sehat, den Lurah ". Jawab Minil menunduk memandangi dan mempermainkan jaket pak Lurah yang masih ada di pangkuannya. Dengan suaranya yang lirih Minil melanjutkan kalimatnya : " Maaf den Lurah, saya baru malam ini bisa mengembalikan jaket den Lurah. Jaket ini saya cuci keringnya lama, den ". Minil memandangi pak Lurah sambil meletakkan jaket di atas meja. " Dak apa - apa, Nil. Aku punya jaket yang lain kok. O ... ya Nil, benar kata Slamet  kamu cuma punya tiga potong baju dan itu saja sudah kekecilan  ?" Tanya pak Lurah sambil memperhatikan tubuh Minil yang memang montok, padat berisi. Rupanya Minil tumbuh subur. Tak ayal jika bajunya cepat kekecilan. Minil jujur menjawab : " Benar den, malah yang satunya sobek, den. Dan simbok belum sempat menambalnya ". Pak Lurah merogoh saku celana panjangnya dan mengeluarkan segepok uang yang terdiri dari pecahan puluhan ribu dan sebagian yang yang pecahan dua puluhan ribu dan lima puluhan ribu. " Ni, Nil. Besuk kamu beli kain di pasar. Terus dijahitkan. Uang ini cukup untuk beli kain dan kamu buat sepuluh baju. Ongkos jahitnya besuk saya kasih lagi. Mau ta Nil saya kasih uang untuk beli kain ?" Mengucapkan kalimat ini pak Lurah sambil terus memandangi Minil dan tertawa. Lagi - lagi Minil gadis bodo yang cenderung bloon ini menjawab dengan jujur : " Mau den. Kata simbok nanti kalau diberi apa - apa oleh den Lurah supaya saya tidak menolaknya ". Pak Lurah semakin lebar tertawanya. Di dalam hati pak Lurah tertawa geli juga : Dasar mbokmu, Nil !". 
     Darman yang menyaksikan dari lubang intip terpana dengan uang yang ada di atas meja. Edan banyak banget uang itu. Jangankan sepuluh potong kain, dua puluh potong kain pun cukup. Baik benar ini den Lurah sama Minil. Wah ... uang itu sama dengan hasil ngojekku berbulan - bulan. Beruntung amat kamu, Nil ! Darman mulai menduga - duga apa iya uang sebanyak itu den Lurah tidak meminta imbalan. Masak iya ! Jangan - jangan ...... ah .... aku tunggu saja apa yang akan terjadi. Darman terus menahan napas sambil mengintip. Gerak pupil matanya terus berganti - ganti melihat reaksi Minil dan aksi pak Lurahnya. Di ruang depan sedari tadi Darman tidak melihat Slamet. Dimana Slamet. Jangan - jangan Slamet ada di luar rumah dan mengetahui perbuatannya. Darman bergeser dan mengintip ruang tengah. Darman tak ada di situ. Darman semakin kawatir. Bergeser lagi mengintip ruang belakang. Darman lega. Ternyata Slamet lagi menikmati singkong rebus di dapur.
     " Sudah ayo uang itu kamu kantongi ! Ada dak bajumu itu kantongnya ! Besuk kamu dan mbokmu ke pasar beli kain !" Perintah pak Lurah. Minil meraup uang di meja dan menjejal - jejalkan di saku bajunya. Dua kantong bajunya penuh berisi uang. Pak lurah mengeluarkan meteran gulung dari saku celananya. " Sudah ayo, Nil. Badanmu tak ukur dulu. Nanti saya buatkan catatan supaya tepat membeli kainnya !" Kata pak Lurah sambil berdiri dan menggamit tangan Minil. Minil menurut saja ditarik pak Lurah dan berjalan ke ruang tengah. Melewati sekat kain gordin kini Minil dan pak Lurah ada di ruang tengah. " Dah kamu berdiri saja. Aku mengukur badanmu !" Minil menurut saja. Pak Lurah mulai merentangkan meteran dan mengukur badan Minil. Dimulai dari pundaknya. Di luar mata Darman yang juga sudah berpindah tempat ke lubang intip ruang tengahnya, jantung semakin berdegup. Ini dia ! Pikirnya. Mulai dari pundaknya terus pak Lurah mengukur dadanya. Di situ tangan pak Lurah berulang - ulang mengukur. Dan menekan - nekan dada Minil dengan punggung telapak tangannya. Minil diam saja. Tak bereaksi. Karena Minil tak beraksi pak Lurah semakin nekat. Kini tangannya mulai meraba dada Minil dan disertai sedikit menekan dan meremas dari luar baju Minil. Minil tetap tak bereaksi. Pak Lurah membuka kancing baju tepat di dada Minil. Sambil memegang pundak Minil pak Lurah memasukkan tangannya ke dalam baju Minil dan disitu terus meraba kedua payudara Minil yang baru tumbuh membesar. Pak Lurah dengan lembut meraba - raba kedua gundukan daging yang sedang tumbuh di dada Minil. Meremas - remas lembut dan jari pak Lurah menekan - nekan dan menggesek - gesak puting penthil perawan    yang belum pernah diperlakukan begitu.  Terdengar Minil mendesah lirih : " Aduuuuuuh ....geli den Lurah ...aaaaah ....eeeeessss ....geli den .... ". Tetapi Minil tidak meronta dan tidak menolak. Darman mendengar rintihan Minil itu dan melihat adegan itu. Tak urung tongkatnya ereksi. Edan ...! Darman semakin menempelkan matanya di lubang intip. Slamet pun dari dapur yang dengan ruang tengah hanya disekat pakai kain gordin mendengar pula. Slamet juga mencoba mengintip. " Kamu dak punya kutang ya, Nil ?" Ditanya pak Lurah begitu Minil hanya menggeleng. Pak Lurah merogoh saku celananya dan mengeluarkan lagi uang dan ditempelkan di telapak tangan Minil. " Ni, Nil. Besuk beli beha juga. Sayang kalau penthilmu tidak ditutup beha ". Setelah memberikan uang,  kembali tangan pak lurah masuk dibalik baju bagian dada Minil. Kembali pak Lurah menikmati rabaan penthil yang masih sangat ranum. Dielus, diraba - raba, diremas lembut. Dan Minil terus mendesis. Puas dengan payudara, pak lurah terus mengukur pinggang Minil. Turun ke pantat Minil. Pak Lurah melingkarkan meteran di pantat Minil. Tangan pak lurah berhenti persis di depan rok yang dibaliknya ada kemaluan Minil. Sekali lagi dengan punggung tangannya pak Lurah menekan - nekan kemaluan Minildari luar baju. Punggung tangan pak Lurah menyentuh gundukan daging yang empuk kenyal. Yang diperlakukan begitu lagi - lagi tak bereaksi. Hanya sedikit memundur - mundurkan pantatnya. Seperti disuruh tangan pak Lurah tak ragu - ragu lagi menelusup ke balik rok Minil. Disana tangan pak Lurah mengelus - elus kemaluan Minil yang ditutupi celana dalam yang tepat di depan muka kemaluannya celana itu sobek karena usang. Pak Lurah meraba - raba celana dalam Minil tepat di bagian yang sobek. Pak Lurah merasakan tangannya menyentuh daging hangat lembut dan empuk. Seiring dengan itu lampu minyak di ruang tengah itu meredup dan hampir padam. Suasana jadi temaram. Di luar mata Darman menjadi tak lagi jelas menyaksikan adegan yang ada di dalam. Edan ! Ini pasti perbuatan Slamet. Slamet pasti sudah dipesan pak Lurah agar supaya mengisi lampu dengan sedikit minyak agar padam pada saatnya. Darman mencoba semakin menempelkan matanya. Tapi kabur karena lampu terus meredup. Dengan semakin meredupnya lampu Slamet pun jadi semakin berani menyibakkan gordin untuk memperjelas penglihatannya. Pak Lurah terus mengelus - elus kemaluan Minil. Minil mendesah lagi. Dan terus mendesis. Kali ini desahannya jadi agak keras : " Aduuuhh ...den..geli....den...." Dengan adanya desahan Minil pak Lurah semakin bernafsu. Apalagi Minil tak menolak kemaluannya dielus - elus dan di tekan - tekan. Dengan lirih pak Lurah membisikkan kata di telinga Minil : " Celana dalamu .... sobek Nil, besuk beli sekalian ya .... " Sambil berkata begitu tangan pak lurah merogoh lagi kantong dan menjejalkan uang ditelapak tangan Minil. Minil menggenggamnya. Minil yang terus diberi uang jadi lupa. Ingatannya hanya pada uang di sakunya dan uang yang ada di genggaman tangannya. Rasanya Minil ingin segera menghitung uang itu. Tangan pak Lurah memelorotkan celana dalam Minil. " Ini dilepas saja. Dibuang ... besuk beli yang baru ...." Berkata begitu pak Lurah sambil napasnya semakin memburu. Celana dalam Minil berhasil dilepas. Pak Lurah segera melumuri jarinya dengan jel yang sudah dipersiapkan dari rumah. Jel pelumas itu dimaksudkan untuk dioleskan di kemaluan Minil. Agar saat dipermainkannya nanti tidak terasa perih. Maklum pepek perawan. Lampu minyak di ruang tengah padam. Darman tak lagi melihat adegan. Secara samar - samar Slamet masih bisa menyaksikan dari balik celah gordin. Slamet ereksi dan mulai bernafsu. Slamet menggosok - gosok tongkatnya sendiri. Darman hanya bisa membayangkan yang sedang terjadi di ruang tengah yang berubah jadi gelap. Pak Lurah menyandarkan Minil di pinggir bale - bale bambu. Minil tak menolak. Pak Lurah mengangkangkan kaki Minil. Minil menurut. Pak Lurah membuka ruitsleting celananya dan mengeluarkan tongkatnya yang sudah kaku dan mendongak. Mulut pak Lurah menciumi leher Minil. Tangan kirinya memeluk Minil melingkar sampai bisa meramas penthil Minil dan jari tangan kanannya yang sudah dilumuri jel pelumas berada di kemaluan minil. Tangan kiri terus meremas penthil, sementara jari - jari tangan kanannya semakin nakal melumurkan jel di belahan kemaluan    Minil dan menyodok - nyodok,  mencari - cari liang senggamanya. Sementara itu juga pak Lurah terus menekan - nekankan tongkat di pantat Minil yang sudah tidak ditutupi celana dalam. Dan melelehkan sedikit maninya di kulit pantat Minil. Jari tengah tangan pak Lurah berhasil masuk di liang kemaluan Minil. Saat itulah Minil cukup keras mendesah tanpa sadar karena lupa dia sedang diapakan dan sedang ada dimana : "Auuuuugghhh ...aaaaah.... eeeesssssss....aduuuuuhhh..... !" Jari tengah tangan pak Lurah yang ada di dalam kemaluan Minil terjepit dan basah.. Minil terus menggelinjang dipelukan pak Lurah yang semakin erat dan semakin menekankan tongkatnya di pantat Minil. Tongkat pak Lurah terus menyodok - nyodok pantat Minil. Tongkat pak Lurah terus sedikit - sedikit melelehkan mani di pantat Minil. Yang dirasakan Minil hanya melayang. Rasa geli dan enak di penthilnya yang terus diremas dengan tangan kiri pak Lurah, rasa di pepeknya yang terus dikilik jari tengah pak Lurah, dan rasa di kulit pantatnya yang digesek  - gesek dan disodok - sodok tongkat pak Lurah dan ada rasa licin - licin hangat meleleh di kulit pantatnya.  Pak Lurah semakin menggelitik kemaluan Minil. Dengan pengalamannya yang cukup banyak tentang menggelitik kemaluan pak Lurah terus mempermainkan pepek Minil. Minil terus menggelinjang seperti cacing kepanas. Apalagi bila jari pak Lurah tepat mengenai sasaran di kedalaman kemaluannya. Minil bergetar dan menggeliat. Pak Lurah yang tahu itu, dan semakin menderanya dan Minil hanya bisa terus mendesis dan mendesah nikmat. " Auuuuggh.....aaaaahhh..."  Tubuh Minil menggelinjang. Darman yang tak lagi bisa melihat dan hanya mendengar desahan tak kuat menahan ereksinya tongkatnya. Darman onani. Di dapur Slamet pun onani. Secara tidak sengaja tangan Minil meraba pantatnya yang terasa di sodok - sodok sesuatu yang kaku, hangat dan keras dan ada cairan basah hangat dan licin, dan tangan Minil menemukan benda itu. Minil menggenggamnya erat. Pak lurah yang tongkatnya digenggam Minil merasakan kenikmatan yang luar biasa dan meminta Minil terus memegangnya : " Terus Nil. Genggam erat Nil. Aduh enak Nil !" Dan jari tangan pak Lurah semakin ganas di pepek Minil. Dan yang terjadi kemudian muncratlah mani pak Lurah membasahi pantat Minil. " Min......M i n i i i i i i i i l " Pak Lurah menjerit tertahan. Dan berbarengan dengan itu karena semakin ganasnya jari pak Lurah menggelitik kemaluan , maka lagi - lagi Minil Orgasme. : " Aaaaaaaahhhhh ....aaauuuuuughh ....... !!  Pepek Minil menjadi sangat basah. Sementara itu di luar Darman juga memuncratkan maninya. Keluarnya mani dari tongkat Darman membuat dirinya lupa. Sampai - sampai kakinya menendang - nendang semak - semak dan menimbulkan bunyi kersek - kersek. Untung suara itu tak terperhatikan oleh mereka yang ada di dalam rumah karena masing - masing sedang  sibuk dengan kenikmatannya. Karena bersamaan dengan itu Slamet pun memuncratkan maninya. Mukanya mendongak. Matanya terpejam dan : " Auuuuuuugghh .... !" maninya muncrat - muncrat membasahi sarungnya.

                                                                bersambung kebagian keduapuluh ...........


  
     
     
     

Senin, 22 Agustus 2011

Anggungan Perkutut

cerita dewasa edohaput

Anggungan Perkutut
                                                                                                                        edohaput 


Bagian kedelapanbelas

     Satu mata Darman yang sudah menempel di lubang intip semakin terbeliak menyaksikan adegan yang ada di dalam kamar mandi yang diterangi lampu lima wath. Menik isteri ketiga pak Lurah telanjang bulat. Mulutnya sedang diciumi pak Lurah. Dan tangan kanan pak Lurah ada di selangkangan Menik mengelus - elus kemaluan Menik. Pak Lurah yang juga telanjang tampak tongkatnya sedang di sodok - sodokan di paha Menik. Mata Darman mencoba mengarah ke kemaluan Menik. Darman melihat kemaluan gadis muda umur sekitar dua belas tahun yang rambut kemaluan belum nampak. Di situ jari pak Lurah menusuk - nusuk liang senggama Menik. Mulut pak Lurah berganti - ganti antara mencium bibir dan melahap penthil Menik yang masih tampak sangat ranum. Dengan buas sambil ngos - ngosan pak Lurah melahap payudara Menik. Dan Menik hanya bisa menggelinjang di pelukan pak Lurah. Setiap kali paha Menik merapat, kembali dikangkangkan oleh pak Lurah, agar jari pak Lurah leluasa menusuk kemaluan Menik. Tangan Menik mencoba mencari - cari tongkat pak Lurah. Dan menemukannya. Lalu digenggamnya. Tongkat pak Lurah yang kaku dan sedang membesar dan memanjang. Agaknya Menik sudah tak tahan. Ingin kemaluannya ditusuk tongkat pak Lurah. Rupanya pak Lurah juga tahu kalau isteri ketiganya ini sudah tak tahan, ingin segera disetubuhi. Maka pak Lurah Segera mengangkangkan kaki Menik lebar - lebar dan dalam keadaan berdiri Menik dipepetkan di dinding kamar mandi. Dengan sedikit meredahkan pantatnya pak Lurah mengarahkan tongkatnya ke kemaluan Menik. Mata Menik sekejap terbeliak kemudian mengatup. Rupanya tongkat pak Lurah sudah menusuk kemaluannya. Dan yang seterusnya disaksikan oleh mata Darman adalah tubuh Menik yang terangkat - angkat oleh sodokan maju mundur tongkat pak Lurah. Menik merintih - rintih dan memeluk tubuh pak Lurah. Darman tak tahan. Ia segera pergi berjingkat dari pintu kamar mandi yang didalamnya sedang ada adegan kenikmatan. Pikiran Darman hanya ingin segera sampai di rumah dan onani di kamar mandi sambil membayangkan tubuh Menik.                Darman menyudahi ceriteranya. Dan para polisi yang mendengarkannya pada kelimpungan mencoba membetulkan celananya yang terasa menghimpit tongkat yang tidak terasa sudah membesar. " Jangan kamu ulangi perbuatan itu, Man. Kalau ketahuan yang diintip kamu bisa - bisa kena bogem mentah !" Kata polisi yang duduk di sudut sambil tertawa. Polisi yang lain pada menimpali dan membenarkan kata pak polisi yang duduk di sudut itu. " Begini, Man. Kamu benar - benar mempercayai kalau kematian Surinah ada hubungannya dengan anggungan burung perkutut itu ? ", tanya polisi yang di mejanya ada laptop. " Ya gimana ya pak ya ! Saya ini bingung. Saya sampai di kantor polisi ketemu bapak - bapak ini juga karena bingung. Cuma perasaan saya menuntun kemari. Anggungan perkutut itu saya kira ada hubungannya dengan kematian Surinah, pak ".  jawab Darman. " Coba kau cerita tentang anggungan perkutut itu, Man !", tanya polisi yang duduk persis di depan Darman. Dan polisi itulah yang paling sering menanyai Darman. " Sebelum cerita boleh merokok, pak ? Jika boleh beri saya sebatang, pak !" , pinta Darman sambil melirik polisi yang sedang merokok dan  duduk agak jauh dari Darman. Polisi itu tahu dan segera mengulurkan rokok dan koreknya kepada Darman. Darman segera menikmati asap rokok yang telah disulutnya. 
     " Waktu itu tengah malam telah lewat, pak. Dari pos kamling saya berjalan melewati depan rumah Surinah. Saya dengan jelas mendengar anggungan perkututnya pak Sukirban bapaknya Surinah. Sampai saya sudah cukup jauh dari rumah Surinah pun saya masih mendengar sayup - sayup anggungan itu. Suaranya sangat bagus, pak. Jarang sekali  saya mendengar suara burung perkutut yang merdunya seperti itu. Dan juga saya belum pernah mendengar burung perkututnya pak Sukirban itu manggung selama itu. Biasanya manggungnya pendek - pendek. Sebentar manggung lalu diam, nanti manggung lagi. Lalu diam lagi. Tapi malam itu persis ketika pak Lurah memberi sambutan di pemberangkatan jenasah Surinah,  perkutut itu tak pernah berhenti manggung, pak. Saya lalu menduga malam itu pak Lurah ada di rumah pak Sukirban. Dan malam itu pak Sukirban dan mak Temi sedang  berada di rumahnya Gadung anak pertamanya, pak. Dan Pak Sukirban dan mak Temi menginap di rumah Gadung malam itu, pak. Nah saya kan jadi curiga ta pak, sama pak lurah. Tapi saya tidak menuduh lho, pak. Tetapi saya hanya curiga ".  Semua mata polisi di ruangan itu tertuju kepada Darman yang penuh semangat berceritera. Ada polisi yang mengangguk - anggukan kepala, ada yang mengerinyitkan dahi, ada yang terdiam saja. " O jadi perkututnya pak Sukirban itu pemberian pak Lurah ta, Man ?", tanya polisi yang memang tugasnya menerima laporan Darman dan menanyai Darman. " Betul pak. pak Sukirban kan pekerjanya pak lurah juga. Saat musim tembakau pak Sukirban-lah yang mengurusi pengolahan tembakaunya pak Lurah, pak ", jawab Darman sambil tangannya membuang abu rokok di asbak. Kemudian Darman melanjutkan " Kalau mengingat jasa pak Sukirban kepada pak Lurah, ya apa tega pak Lurah membunuh Surinah, ya pak ? Wah saya bingung, pak. Tapi perasaan saya kok terus berkata kalau yang membunuh Surinah itu pak Lurah, pak. Gimana ya, pak ? Ya ... terserahlah kepada bapak - bapak polisi lah ". Darman menyudahi kalimatnya dengan ungkapan pasrah. 
  Polisi mempercayai cerita Darman. Tetapi polisi tak memiliki secuilpun bukti untuk mengawali penyelidikan. Padahal bukti awal ini sangat dibutuhkan. Polisi hanya mempunyai cerita Darman. Dan cerita itu  tidak sedikit pun yang bisa dipergunakan sebagai bukti awal jika pak Lurah terlibat atas kematian Surinah. Hanya anggungan perkutut saja yang bisa dipakai sebagai alasan. Dan alasan itu bukan alasan yang baik. Karena alasan yang hanya menduga - duga, menghubung - hubungkan antara kejadian - kejadian. 
     " Sekarang siapa Man, yang menjadi kembang desa setelah Partini dan Surinah mati ? Ada tidak, Man ?", tanya polisi yang sejak tadi hanya diam di sudut. Atas pertanyaan itu Darman kaget lantaran memang ada kembang desa setelah Partini dan Surinah tidak ada. " Ada ...ada, pak !"  Jawab  Darman tergagap. Darman jadi ingat kejadian minggu yang lalu. Ketika itu warga sedang melaksanakan kerja bakti membenahi jalan yang bopeng berlubang - lubang. " Tapi kembang desa yang satu ini masih kecil kok, pak. Umurnya baru sebelas tahun. Tapi tubuhnya sudah kayak perawan, pak. Cuma pikirannya saja yang masih kekanak - kanakan ". Darman semangat mengatakannya. " Namanya siapa, Man ?", tanya polisi itu lagi. " Namanya Tarmini, pak. Panggilan sehari - harinya Minil. Minil ini bapaknya sudah meninggal. Dia hanya hidup dengan mboknya. Mboknya tukang tempe, pak. Dia membuat tempe dan dijual di pasar desa. Tempenya mbok Kurni ini laris sekali lho, pak. Terkenal enaknya. Kalau digoreng dengan bumbu garam bawang gurih sekali, pak. Lebih enak lagi kalau di bacem ". Darman keterusan ngomong . " Lho kok malah tempe ta Man yang kamu omongkan ". Polisi yang lain menimpali. " Minil sekolah tidak, Man ?" Tanya polisi yang duduk di sudut. " Tidak pak. Dia itu bodo. dua kali dak naik kelas, trus keluar. Jadi esde pun dia dak lulus, pak ". Para polisi mengerinyitkan dahi dan pandangannya tertuju ke Darman. Polisi yang di depannya ada komputer bertanya : " Pak Lurah pernah menggoda Minil ya, Man ? " Ditanya begitu Darman cuma tertawa. Lantaran dia punya cerita menarik tentang Minil ini. Minil gadis yang masih bau kencur. Gadis bodo tapi sudah nampak kemontokannya dan kecantikannya. Minil yang selalu memakai rok kekecilan, sehingga tidak jarang jika duduk celana dalamnya dapat dipandangi dengan jelas. Minil yang tidak banyak punya pakaian. Maklum orang tua Minil tidak mampu membelikan pakain untuk Minil yang tumbuh subur.   " Lho kok malah tertawa. Ini pertanyaan penting lho, Man !" Kata polisi itu lagi. " Maaf pak, saya tertawa ini karena teringat pemandangan lucu yang dialami Minil. Boleh saya cerita, pak ?" Darman meminta waktu untuk lagi - lagi berceritera. Polisi yang duduk persis di hadapan Darman melihat arloji dan kemudian mengabulkan permintaan Darman : " Baik Man, tapi jangan panjang - panjang to the poin saja !" Darman mengerinyitkan dahi : " Apa itu to the point, pak ?" Darman bertnya karena memang tidak tahu arti kata - kata itu. " Sudah ayo cerita, to the point itu artinya singkat, jelas dan padat !" Darman sejenak manggut - manggut dan kemudian mulai cerita. 
     Minggu yang lalu semua warga turun kejalan untuk kerja bakti membenahi jalan yang berlubang - lubang. Satu - satunya jalan yang menghubungkan desa dengan kota. Jalan itu memang sudah lama tak dibenahi. Hari itu kegiatan kerja bakti sempat ditunggui pak Lurah. Sudah menjadi kebiasaan warga jika kegiatan kerja bakti ditunggui pak Lurah semua semangat dan semua senang. Semangat karena dilihat pemimpinnya, senang karena rokok yang dibeli pak lurah sangat cukup untuk mereka bekerja  sambil terus mengepulkan asap. Makanan dan minuman yang datang dari pak Lurah pun sangat cukup dan membuat warga jadi terus punya tenaga untuk kerja. 
     Hari itu masih pagi. Dengan menenteng kaleng bekas roti yang di dalamnya ada sabun, sikat gigi dan odol, dan di lehernya terkalungkan handuk lusuh yang sudah berlubang - lubang di beberapa tempat, Minil melewati dengan cueknya orang - orang yang sedang bekerja bakti.   Minil mau pergi mandi di pancuran tak jauh dari orang - orang yang sedang kerja bakti. Sudah menjadi kebiasaan warga dusun yang tidak punya kamar mandi di rumahnya, pancuran di sawah dekat sungai kecil itu menjadi tempat mandinya. Tak seorang warga pun memperhatikan langkah Minil pagi itu. Termasuk juga Darman. Minil gadis kencur bonsor yang bagi warga dusun terutama para pemudanya berpikiran belum layak Minil diperhatikan. Minilpun melenggang tanpa beban. Karena ia belum mempunyai rasa malu terhadap orang. Karena Minil merasa dirinya masih anak - anak. Darman yang secara kebetulan bekerja di dekat pak Lurah berdiri mengawasi warga yang sedang giat bekerja secara tidak sengaja melihat muka pak Lurah. Darman melihat pandangan mata pak Lurah sedang tertuju ke Minil yang sedang berjalan melewati pematang sawah. Sambil bekerja Darman terus mencoba mencuri - curi pandang ke muka pak Lurah. Ternyata hampir - hampir tak berkedip pandangan mata pak Lurah terus mengikuti langkah Minil sampai Minil tak lagi terlihat karena menuruni jalan setapak menuju pancuran. 
  Warga terus giat bekerja bakti. Tak seorang warga pun kecuali Darman yang memperhatikan pandangan mata pak Lurah yang terus memandangi tempat dimana Minil tadi menghilang untuk mandi. Darman mencoba menebak - nebak apa yang ada di benak pak Lurahnya. Mungkinkah pak Lurahnya yang sudah beristri tiga itu tergiur oleh gadis kencur bonsor itu ? Ah ... tak mungkin ! Tapi sejak tadi kok pandangannya itu .....ah...tidak ! Tapi ya mungkin saja. Minil itu kan gadis kencur yang buah dadanya sudah mulai nyembul. Dan pantatnya itu lho ! Padat dan sudah tampak seperti pantat perawan ! Tapi apa iya pak Lurah tergiur ? Jangan - jangan pikiranku saja yang jahat ! Atau jangan - jangan malah aku yang tergoda ! Edan..... ! 
     Betul tak lama kemudian Minil muncul. Tubuhnya hanya dililit handuk lusuh yang banyak lubang karena sobek. Melewati pematang Minil terus berjalan. Dan jalannya agak cepat. Darman kembali sambil bekerja matanya mencuri pandangan pak Lurah. Benar pak Lurah tanpa berkedip terus memperhatikan langkah Minil. Minil terus berjalan melewati pematang yang tadi ke tika ia berangkat menuju pancuran. Setelah agak dekat di kerumunan orang yang sedang bekerja entah karena apa Minil terpeleset di pematang dan jatuh tercebur di sawah yang ada airnya. Mungkin saja Minil tahu dipandangi pak Lurah lalu perasaannya keki dan mempercepat langkahnya jadi malah terpeleset. Atau mungkin memang Minil salah melangkah sehingga pematang licin dia tapaki juga. Tidak banyak yang tahu Minil terpeleset dan tercebur di sawah. Dengan sigap pak Lurah melompat ke pematang dan setengah berlari menuju tempat Minil tercebur. Ketika pak Lurah sampai di tempat, Minil sudah berusaha bangun dari terjerembabnya, tetapi handuk yang melilit tubuhnya terlepas. Pak Lurah segera menarik tubuh Minil. Ketika sudah berdiri di pematang Minil mencoba membalut tubuhnya dengan handuknya yang sudah basah air sawah. Pak Lurah membantu melilitkan handuk di tubuh Minil. Dengan sigap dan cepat dan itu pasti disengaja tangan pak Lurah sempat mengusap sedikit meremas payudara Minil. Payudara yang yang belum sempurna menggelembung tetapi sudah menyembul. Payudara yang begita kenyal. Dan kedua payudara Minil dengan cepat sempat sedikit diremas oleh pak Lurah. Minil tak tahu itu. Yang ia tahu ia dibantu pak Lurah untuk kembali melilitkan handuknya. Dan sempat pula tangan pak Lurah mengelus kemaluan Minil walaupun sangat cepat ketika membetulkan handuk di bagian paha Minil. Bahkan jari tengah pak Lurah sempat beberapa detik berhenti di belahan kemaluan Minil. Minil memang sempat kaget. Tetapi karena berlangsung sangat cepat maka hal itu tidak begitu dirasakannya. Saat itu pak Lurah segera melepas jaketnya dan menutupkan di tubuh Minil. Saat menutupkan jaket itu pak Lurah sekali lagi sempat meraba kedua payudara Minil dan agak lama meremas - remas karena talapak tangannya tertutup jaket. Minil yang diremas payudaranya tak bisa apa -apa. Hanya yang dirasakannya tangan pak Lurah hangat dan menekan payudaranya. Ada sekilas rasa geli yang belum pernah dirasakannya. Sehabis itu Minil terus berjalan melewati kerumunan orang yang sedang bekerja. Ada yang nyelutuk : " Makanya hati - hati Nil kalau jalan di pematang ! " Dan ada pula yang nyelutuk : " Jaketnya pak Lurah jangan dikotori. Dan segera dikembalikan !" Darman pura - pura tidak tahu dan tidak melihat kejadian itu. Tetapi sebenarnya ia sangat melihat apa yang diperbuat pak Lurahnya. 
     " Begitulah pak, ceritanya ". Darman mengahkiri ceriteranya. " Nah sekarang tugas untukmu, Man !" Kata polisi yang mengadapi komputer. " Kau harus terus mengawasi pak Lurahmu itu. Kamu harus terus memantau rumah Minil. Dan jaket itu seterusnya bagaimana. Kamu harus tahu. Dikembalikan oleh Minil kepada pak Lurah atau pak Lurah mengambilnya di rumah Minil ! Kamu sanggup, Man ?!". Polisi mengahkiri kalimatnya. " Sanggup, pak. Akan saya laksanakan !". Darman berdiri tegak dan hormat kepada polisi yang ada di hadapannya. 




                                                bersambung kebagian kesembilanbelas ...................