Rabu, 21 September 2011

Anggungan Perkutut

cerita dewasa edohaput
Anggungan Perkutut

                                                                                                                             edohaput 

Bagian keduapuluhempat

     Hari masih pagi. Jam belum menunjukkan pukul delapan. Partini mengenakan rok yang paling baik yang dimilkinya. Rok itu tak lebih baik dari rok - rok yang paling jelek dan paling kumal yang dikenakan gadis kota. partini berdiri di pinggir jalan tepat di perempatan jalan desa. Tak lama kemudian muncul dari arah barat mobil pak Lurah. Model sedan warna hitam. Mobil berhenti dan Slamet keluar dari mobil dari pintu depan. Slamet membimbing Partini masuk mobil di jok depan yang tadi didudukinya. Slamet pindah di jok belakang. Mobil berjalan lagi menuju kota. 
     Di dalam mobil pak Lurah melirik Partini yang duduk kaku di samping. Roknya yang kependekan menyebabkan paha Partini terbukan. Pak Lurah menelan ludah. " Duduk yang santai saja, Ni. Punggungnya disandarkan " Kata pak Lurah sambil memngganti gigi presneling agar mobil tambah laju. Partini menuruti kata - kata pak Lurah dan kini posisi duduknya Partini santai. Punggungnya disandarkan di sandaran jok. Paha Partini jadi semakin terbuka hampir sampai ke pangkal paha  karena roknya yang memang kependekan itu jadi tertarik kebelakang lantaran ia duduk sandaran. Pak lurah menjadi mengemudi kurang konsentrasi karena matanya ingin melihat paha Partini. Paha seorang anak dari hasil hubungan antara mbok Sargini dengan babah Ong. Paha yang putih berbulu halus. " Sudah sarapan, Ni ?" Tanya pak Lurah sambil melirik paha Partini. " Sudah den " Jawab Partini sambil terus mengamati jalanan di depan mobil, dan sekali - sekali melihat pinggiran jalan yang dipenuhi rumah - rumah bagus. Mobil telah memasuki jalan beraspal dan melaju mulus tidak seperti sebelumnya yang melewati jalan desa tak beraspal. Payudara Partini yang tak berbeha lantaran tak ada beha yang baik tak lagi terguncang - guncang seperti sebelumnya ketika mobil menapaki jalan desa. Mobil melaju tambah kecang. Partini sedekap memeluk payudaranya sendiri. " Dingin ya, Ni ? " Tanya pak Lurah sambil melihat payudara Partini yang ditekan tangannya sendiri. " Ya den ini anginnya kok dingin banget ". Jawab partini. " Itu ace, Ni. Ya gini ini kalau wong desa dak pernah naik mobil bagus ". Timpal Slamet dari jok belakang. Pak Lurah mengecilkan sentoran angin ace. Tidak lama kemudian mobil berhenti tepat di depan Salon Ayu. Slamet bergegas turun membukakan pintu mobil untuk Partini. Pak Lurah segara membimbing Partini masuk di Salon Ayu. Salon termewah dan termahal di kota. Salon tempat para kalangan menengah ke atas merawat kecantikan. Seorang perempuan paruh baya tergopoh - gopoh menyambut kedatangan pak Lurah. Perempuan yang make up over menor ini adalah pemilik salon dan terkenal dengan panggilan tanten Lina. " O .. ini ya, pak. Gadis yang bapak maksudkan untuk dirawat ". Kata tante Lina kepada pak Lurah. " Cantik banget ! Siapa namamu, dhuk ?" Tanya tante Lina kepada Partini sambil tersenyum. " Partini, bu !" Jawan Partini. " Ah ... jangan panggil bu, ndhuk ! Tante .... gitu, ah !" Tante Lina ramah meminta Partini memanggilnya dengan sebutan tante. Partini hanya tersenyum. " Ya sudah ditinggal saja dulu, pak. Tiga jam lagi silakan kembali.. Partini sudah selesai aku rawat " Kata tante Lina kepada pak Lurah. Tak menjawab pak Lurah segera meninggalkan salon dan menuju mobil bersama Slamet melaju di jalan kota.
     Partini mendapat perawatan tubuh, perawatan wajah dan di make up. Partini merasa sangat bingung tapi sangat senang. Partini merasa sangat dimanjakan. Tubuhnya di lulur. Rambutnya dikeramas. Wajahnya dibersihkan. Partini  tak percaya kalau ini sedang terjadi pada dirinya. Partini tak percaya ini nyata. Partini merasa bagai mimpi di surga. Setelah selesai di make up, Partini didandani dengan kain kebaya. Lagi - lagi Partini tidak percaya kalau bayangan di cermin itu adalah dirinya. Mengapa aku sangat cantik ? Benarkah  aku berubah jadi sangat cantik ? Partini terkesima oleh kecantikkannya sendiri.
      Pak Lurah dan Slamet yang sudah kembali datang di salon dan segera dipersilahkan oleh tante Lina untuk melihat Partini di ruang belakang. Partini sedang diambil gambarnya dengan berbagai pose oleh fotografer salon. " Dia itu Partini ?" Bisik pak Lurah ke telingan tante Lina yang berdiri di sampingnya. Tante Lina mengangguk dan tersenyum sambil memperhatikan wajah pak Lurah yang tidak mempercayai matanya sendiri. Edan ! Kau sangat cantik Partini ! Seandainya lomba ratu luwes itu benar ada kau pasti menang ! Sayang itu hanya rekayasaku agar aku bisa membawamu ke kota dan menikmati tubuhmu ! Mata pak Lurah tak berkedip memperhatikan Partini yang sedang diatur - atur pose oleh fotografer. Pak Lurah menjadi tak sabar,  ingin rasanya segera memeluk Partini. Menciuminya. Tongkat pak Lurah mengembang di dalam celananya. Setelah selesai dengan fotografer Partini dibawa tante Lina ke dalam kamar. Keluar kamar Partini tidak lagi berkain kebaya. Rok baru dengan potongan seksi dikenakan di tubuh Partini. Dengan rok barunya Partini tampak tidak hanya cantik tetapi menjadi cantik dan seksi. Selesai dengan tante Lina yang menyodorkan nota, pak Lurah segera menggandeng Partini keluar dari salon. Mobil melaju dan berhenti di restoran terbesar di kota. Partini menjadi menarik perhatian pengunjung restoran. Pak Lurah dengan bangganya menggandeng Partini. Partini yang seksi. Partini yang cantik. Partini yang bersepatu hak tinggi. Partini yang memiliki kaki panjang dan bersih. " Mau makan apa, Ni ?" Tanya pak Lurah setelah mereka mengitari meja. " Bakso saja, den " Partini menjawab. Slamet menahan tawa. " Tahumu itu cuma bakso dan mie ayam ya, Ni !" Ledek Slamet. " Ini menu makanan, Ni ! Silahkan pilih yang kamu suka !" kata pak Lurah sambil menyodorkan buku menu. Partini melihat - lihat isi buku menu dan matanya terus melotot. Bingung. Belum pernah Partini melihat harga seporsi makanan semahal itu. " Nasi goreng saja, den " Ahkirnya Partini memilih. " Minumnya teh saja " Partini mengulurkan buku menu kepada Slamet. Slamet memilih, pak Lurah menulis.
     Dari restoran mobil melaju dan berhenti di halaman hotel. Hotel Graha Nendra. Hotel termewah di kota. Pak Lurah segera membimbing Partini masuk ke hotel. Pegawai resepsionis hotel segera menjemput pak Lurah dan memberikan kunci kamar. Rupanya pak Lurah telah lebih dulu memesan kamar. Pak Lurah terus menggandeng Partini. Pintu kamar dibuka. Partini menolak masuk. " Pulang saja, den. Sudah sore. Nanti simbok cemas " Rengek Partini. Pak Lurah tak menggubris rengekan Partini. Ditariknya Partini masuk kamar. Pak Lurah mengunci pintu dari dalam. " Ayo den pulang saja " Rengek Partini lagi. Kembali pak Lurah tak menggubris. Dipeluknya tubuh Partini. Partini meronta. Tetapi tiba - tiba Partini tidak punya tenaga. Tubuhnya lemas. Matanya berkunang - kunang. Dan setelah itu tak ingat apa - apa lagi. Rupanya ramuan obat yang dimasukkan oleh pegawai restoran ke gelas teh Partini atas suruhan pak Lurah sudah bekerja. Partini pingsan. Pak Lurah segera mengangkat tubuh Partini dan ditidurkan di ranjang mewah yang belum sempat dikagumi Partini. Sejenak pak Lurah mengagumi kecantikan Partini yang make upnya masih di wajahnya. Pak Lurah segera melucuti pakaian. Pak Lurah telah telanjang. Tongkatnya yang besar tampak begitu kaku dan mendongak. Satu demi satu yang dikenakan partini mulai dilucuti pak Lurah. Mulai dari sepatu baru, rok baru, beha baru, sampai pada celana dalam baru yang dikenakan oleh tanten Lina di tubuh Partini telah lepas. Partini pingsan telanjang. Nafsu birahi pak Lurah menggelagak. Diangkatnya tubuh telanjang Partini dan dipangkunya. Tangannya mulai meremas payudara Partini. Mulutnya tak henti - hentinya menciumi mulut Partini yang ternganga basah. Dari payudara tak sabar tangan terus turun ke selangkangan Partini. Tangan pak Lurah menemukan kemaluan Partini. Tanpa ampun kemaluan Partini menjadi bulan - bulanan tangan dan jari pak Lurah. Partini tidak tahu apa yang sedang dialami tubuhnya. Partini hanya merasakan mimpi melayang - layang. Puas dengan bibir, payudara, dan kemaluan, pak Lurah kemudian kembali menelantang tubuh telajang Partini. Lebar - lebar kaki Partini dikangkangkan. Sejenak ditatapnya kemaluan Partini yang bibirnya telah terbuka merekah. Kemaluan yang masih cantik. Dengan bibir yang halus belum berkerut. Kemaluan yang masih perawan. Kemaluan yang belum tersentuh tongkat. Bulu - bulu halus menghiasi kecantikan pepek Partini. Pepek yang sebentar lagi akan disantap. Dirasakan kenikmatan. Dirasakan jepitannya. Dirasakan kedutannya. Ah ... Partini ! Wajahmu cantik. Kemaluanmu ayu ! Dengan posisi menelungkup pak Lurah menempelkan ujung tongkatnya di bibir kemaluan Partini. Dibiarkan sebentar ujung tongkatnya menikmati kehangatan bibir kemaluan Partini yang basah oleh jel yang dioleskan tadi sambil mempermainkannya. Sambil memeluk tubuh Partini, tongkatnya didorong maju. Perlahan - lahan tongkat pak Lurah melesak masuk di kemaluan Partini. Edan ... enak sekali ! Kemaluan perawan cantik ! Nikmat luar biasa ! Pak Lurah terus menekankan tongkat dan ahkirnya tenggelamlah seluruh tongkat pak Lurah di dalam kemaluan Partini. Pak lurah menikamti kedalaman kemaluan perawan. Tongkat tidak digerakkan. Tapi dinikmati. Edan ! Enak sekali ! Sambil terus menciumi payudara, bibir dan leher Partini, pak Lurah mulai menikmati kemaluan perawan dengan menggerakkan tongkat maju mundur. Apa yang dilakukan pak Lurah bagai bersetubuh dengan boneka Love doll sex. Semakin lama semakin memburu napas pak Lurah dan semakin cepat pula memaju mundurkan tongkat di kemaluan Partini. Ketika dirasa mani mau menyembur pak Lurah berhenti menyodokkan tongkat. Ketika rasa mulai reda kembali tongkat mengembang kempiskan kemaluan Partini yang tidak seukuran dengan tongkat pak Lurah. Sebentar kemudian tubuh Partini ditengkurapkan. Dengan tangannya yang kokoh pantat Partini diangkatnya. Dan Tongkatnya dimasukkan dari belakanng dan dipompanya dengan penuh Nafsu. Sebentar kemudian kembali tubuh Patini ditelentangkan. Kembali tongkat melesak masuk. di liang senggama Partini. Sambil terus mendekap tubuh Partini, semakin cepat pak Lurah memompa kemaluan Partini. Mani yang ada di salurannya sudah sangat banyak. Terkumpul dan semakin menambah besar tongkat. Ujung tongkat telah sangat meradang nikmat. Pak Lurah semakin memacu pantatnya. Edan ! Enak sekali ! Kemaluan perawan cantik ! Kemaluan yang belum pernah tertusuk tongkat. Edan tak tertahankan nikmatnya ! Pak Lurah tak tahan. Siap menyembukan maninya di kemaluan Partini. Hentakan demi hentakan menggoyang - goyang tubuh Partin. Pak Lurah mendekap erat tubuh Partini, dan tongkat ditekan kuat - kuat dan di dalam kemaluan Partini  menyudul sesuatu yang membuat tongkat semakin tak tahan membendung mani. Dan ......" aaaaaaauuuuughhhhhhh ! Partini ! N i i i i i i i ......... ! " Cairan kenikmatan dari tongkat pak Lurah menyembur - nyembur di kedalaman kemaluan Partini. Setelah beberapa saat pak Lurah mencabut tongkatnya. Dari kemaluan Partini meleleh cairan putih kental bercampur darah merah perawan. Pak Lurah ke kamar mandi dicucinya tongkatnya. Kemudian dengan gayung pak Lurah membawa air ke ranjang. Dengan sangat pelan dan hati - hati kemaluan Partini dilap. Mulai dari bibir sampai liang senggama Partini dilap dan dibersihkan oleh pak Lurah. Kemudian pak Lurah menyelimuti Tubuh sintal, segar, dan indah yang tergolek telanjang di hadapannya. Pak Lurah istirahat santai. Minum dan merokok. Perkiraannya Partini belum akan siuman. Pak Lurah tahu betul kasiat dan ketahanan ramuannya. Selesai dengan rokok dan minumannya kembali pak Lurah mendekati tubuh Partini. Selimut di buka. Dipandanginya tubuh muda telanjang di hadapannya. Dan tangan mulai tak tahan untuk merabanya. Mula - mula payudaranya yang ranum dan memerah karena remasan tadi. Dikulumnya lagi bibir Partini yang masih ada sisa - sisa gincu merahnya. Dijilatinya leher Partini yang wangi. Kembali tongkatnya mengencang. Kaku dan terasa pegal. Kembali kaki partini dikangkangkan. Ditatapnya kemaluan partini yang bibirnya memerah lantaran tadi sudah cukup lama dikocok tongkatnya. Bibir kemaluan Partini sedikit lebih tebal dari pada sebelum di senggamainya tadi. Kembali pak Lurah menelungkup dan mengarahkan tongkat yang kaku pegal ke pepek Partini. Sekali dorong amblaslah seluruh tongkatnya. Mudahnya tongkatnya masuk ke kemaluan Partini dikarena di kemaluan Partini masih tersisa maninya yang melicinkan liang senggama. kambali napas pak Lurah memburu, Dan tongkatnya lebih dahsyat memompa dari pada persenggamaan yang pertaman, Maju mundunya tongkat lebih keras. Sampai - sampai menimbulkan suara kecipak di kemaluan Partini. Sambil terus memeluk kuat tubuh Partini yang lunglai dan menciumi wajah dan bibir Partini pak Lurah terus memompa tongkatnya sambil melenguh - lenguh kenikmatan. Keringat membasahi sekujur tubuhnya. Sampai - sampai keringat menetes - netes di tubuh Partini. Kegiatan mencari kenikmatan yang kedua telah berlangsung sepuluh menit. Ujung tongkatnya yang terus menerobos - nerobos lubang sempit, yang di kedalamannya terdapat beraneka rasa enak mulai tahan. Di saluran maninya telah terkumpul sangat banyak dan semakin menggelumbungkan tongkatnya. Pak lurah Siap menyemburkan lagi maninya di kemaluan Partini. Dengan kedua tangannya pantat Partini sedikit diangkat dan pompaan tongkat dipercepat dan diperkeras. Dan Pak Lurah menjerit kenikmatan. " P a r t i i i i i i i n n n n n  i i i i i i i i ............ ! " Tak kalah banyak dari yang pertama mani pak Lurah menyemprot rahim Partini. Seandainya saja Partini menerima ini dalam keadaan sadar barangkali Partini akan merasakan kedalaman kemaluannya disentor benda cair hangat kental yang sangat luar biasa banyak. Sampai disitu pak Lurah belum berhenti memompa rasanya ingin maninya tertumpah semakin banyak lagi dan kenikmatan yang dirasakan bertambah - tambah. Tak ayal jika dari kemaluan partini terdengar suara ..... ceprot ....!.....ceprot ..... ceprot ..... ! Dan seprei di bawah pantat Partini bagai tersiram air segayung.

                                           bersambung kebagian keduapuluhlima .................

Minggu, 18 September 2011

Anggungan Perkutut

cerita dewasa edohaput

Anggungan Perkutut

                                                                                                                                      edohaput

Bagian keduapuluhtiga 

     Setelah lima belas menit menunggu polisi mempersilahkan Darman masuk ke ruang dimana dia sering diterima para polisi. Seperti hari - hari sebelumnya Darman duduk berhadapan dengan polisi yang di mejanya ada komputer. Dua polisi yang lain duduk bersebelahan dengan Darman. " Kedatangan saya hari ini membawa informasi yang semakin jelas kalau den Lurah terlibat, pak ". Darman membuka percakapan walaupun belum ditanya atau belum diminta menyampaikan laporan. " Den Lurah saya itu memang benar - benar keranjingan begituan, pak !" Darman semakin semangat. " Edan, pak. Minil yang saya ceritakan dulu itu kepada bapak - bapak,  digituin sama den Lurah sampai pingsan, pak !" Darman ingin polisi segera percaya akan laporannya. " Coba bayangkan, pak. Gadis perawan kok digenjot - genjot gitu, pak !" Ekspresi Darman seperti orang sedang emosi marah. " Sabar - sabar, Man. Pelan - pelan saja. Ceritakan yang kamu tahu dengan urut, runtut, dan tenang. Agar kami tidak bingung ". Kata polisi yang dimejanya ada komputer. " Lha iya ta, Man. Kamu itu gimana. Belum ditanya, belum diperintah ngomong kok sudah nerocos !" Kata polisi yang duduk bersebelahan dengan Darman. Darman sadar kalau dirinya terlalu semangat dan tergesa - gesa, lalu katanya : " Iya ...ya...pak. Maaf, pak. Habis saya ingin segera bapak - bapak ini percaya sama saya kalau den Lurah saya itu pasti terlibat dengan kematian Partini dan Surinah. Maaf ya, pak ". Para polisi hanya bisa tersenyum melihat Darman yang tiba - tiba mengendor emosinya. " Baik, Man. Sekarang kami siap ! Ceritakan dari awal dengan runtut !" Perintah polisi yang lain yang duduk bersebelahan juga dengan Darman. " Ni, rokok ! Kamu nikmati dulu !" Darman mengambil rokok yang ditawarkan polisi. Menyulut dan menikmatinya.
     Darman mengawali cerita. Diceritakan semua yang disaksikannya dari lubang intip di rumah Slamet. Para polisi sangat menikmati cerita Darman. Lebih dari tiga puluh menit Darman cerita. Dari a sampai z semua yang  dilihat dan diketahuinya diceritakan. Tidak ada yang ketinggalan. Diceritakan juga kepada polisi pertemuannya dengan Slamet. Dan kata - kata Slamet " Hus .... jangan ungkit - ungkit peristiwa lama " ketika Darman menyinggung - nyinggung Partini dan Surinah juga dengan penuh semangat diceritakan kepada para polisi. " Nah .... itulah, pak. Apa bapak - bapak masih tidak percaya  kalau den Lurah saya itu terlibat ? Tangkap saja den Lurah saya itu, pak !"  Kata  Darman penuh semangat  kepada polisi seolah ingin menegaskan bahwa polisi harus percaya kepada apa yang dipercayainya. Polisi yang di mejanya ada komputer menghela napas panjang. Jari - jarinya yang sedari awal ada kibord komputer menulis laporan Darman diistirahatkan di sisi kiri kanan tubuhnya. Dan duduk santai menyandarkan punggungnnya di sandaran kusi, lalu katanya : " Bukannya kami tidak percaya, Man. Tetapi kami tetap kurang bukti. Sekali lagi kami tidak bisa gegabah menangkap orang ". Mendengar kata - kata polisi ini Darman tampak sangat kecewa. Rasanya telah sia - sia bercerta banyak dengan polisi. Darman yang buta hukum tahunya pak Lurahnya segera dipanggil dan ditanyai. Seperti dirinya dulu ketika Partini meninggal. " Begini saja, pak. bagaimana kalau bapak - bapak memanggil Slamet. Tanyai dia, pak ! Saya yakin Slamet tahu semua tentang matinya Partini dan Surinah !" Darman tegang. Para polisi mengerinyitkan dahi. Dalam pikiran mereka mengagumi Darman yang juga cerdas dalam kasus ini. " Oke ..... oke .... Man ! Kami akan pertimbangkan usulmu ini. Tapi ingat, Man. Kamu tidak boleh menemui Slamet pada hari - hari ini. Kamu tenang saja. Slamet akan kami mintai keterangan !" Mendengar penuturan polisi ini Darman lega. Dan kemudian tersenyum. " Nah, gitu, pak. Saya yakin bapak - bapak pasti akan mendapatkan informasi yang jelas  dari Slamet ". Darman lagi - lagi mengambil rokok milik polisi. Menyulut dan menikmatinya. Siang itu Darman pulang dari kantor polisi dengan penuh kelegaan.
     Pagi sebelum jam delapan di rumahnya, Slamet dijemput polisi berpakaian preman. Dua polisi yang tidak berseragam yang datang di rumah Slamet, tidak menimbulkan tanda tanya bagai warga. Slamet tak bisa berkelit dan tidak bisa menolak. Kecuali dia bodo tentang polisi, Slamet juga sangat takut ketika polisi menunjukkan surat perintah harus membawa dirinya ke kantor polisi. Pagi itu Slamet dibonceng polisi untuk dibawa ke kota.
     Di kantor polisi Slamet sangat gelisah. Sangat gundah. Ia tidak tahu sama sekali mengapa tiba - tiba ia diboyong polisi. Setelah diberi minum, senack, dan rokok Slamet dibawa ke sebuah ruangan yang di ruangan itu sudah ada tiga polisi yang kemarin lusa menerima laporan informasi Darman. Slamet sangat ketakutan. Selama hidupnya Slamet belum pernah berurusan dengan polisi. Slamet duduk menghadap polisi yang di mejanya ada komputer. Dua orang polisi lain duduk bersebelahan dengan Slamet. Posisi ini persis ketika kemarin lusa para polisi itu menerima Darman. " Slamat pagi, mas Slamet ". Polisi yang di mejanya ada komputer membuka pembicaraan. Slamet tidak bisa menjawab. Lidahnya terasa kelu. Slamet hanya mengangguk. " Mas Slamet tidak usah takut berhadapan dengan kami ". Kata polisi itu lagi yang melihat wajah Slamet pucat pasi. " Tugas kami hanya bertanya dan mas Slamet menjawab pertanyaan kami dengan jujur. Jadi mas Slamet tidak perlu takut. Jawab saja nanti pertanyaan kami apa adanya sesuai dengan apa yang dilihat, diketahui, dan dialami oleh mas Slamet. Paham mas Slamet ?" Slamet hanya bisa mengangguk. Dalam pikirannya. Apa ya yang akan ditanyakan polisi ? Selama ini ingat - ingatnya dirinya tak pernah berbuat salah. Mendengar polisi yang sejak tadi berkata lembut Slamet sedikit lega. Ternyata polisi tidak membentak - bentaknya. " Santai saja, mas ! Ni, kamu boleh merokok !" Kata polisi yang duduk bersebelahan dengan Slamet sambil mengulurkan rokok ke Slamet. Slamet mengambil sebatang dan menyulut rokok yang apinya diberikan oleh polisi. Ah ....  ternyata polisi - polisi ini baik ! Pikir Slamet. Kalau begitu akau tak perlu takut. Setelah berkali - kali mengisap rokok Slamet menjadi lebih santai. Wajahnya tak lagi begitu pucat. Dan perasaannya berangsur - ansur tenang. " Baik, mas Slamet ! Apakah mas Slamet sudah siap menjawab pertanyaan kami ?" Polisi yang di mejanya ada komputer menawarkan ke pada Slamet. Slamet yang yang perasaannya mulai tenang, tidak lagi begitu ketakutan, dan pikirannya juga sudah tidak lagi begitu tegang menjawab : " Ya, pak. Saya siap menjawab pertanyaan Bapak ". Polisi yang duduknya bersebelahan dengan Slamet, menimpali : " Tidak ada pertanyaan yang sulit dijawab kok, mas Slamet !" Kata polisi yang lain sambil tertawa. Suasana menjadi sedikit cair. Karena ketika polisi tertawa Slamet ikut tersenyum. Walau masih senyum kecut. " Kamu belum beristri, mas Slamet ?" Tanya polisi yang di mejanya ada komputer. " Belum, pak ". Jawab Slamet sambil membungkukkan  badan. " Mengapa ? " Tanya polisi lagi. " Saya orang miskin, pak. Takut dak bisa kasih makan istri " Jawab Slamet jujur. " Punya isteri itu enak lho, mas Slamet. Ada yang bikinkan minum. Ada yang mijitin. Dan yang paling enak ada yang diajak bergumul di tempat tidur ". Kata polisi yang lain sambil tertawa. Semua yang ada di ruangan tertawa. Termasuk Slamet. Suasana menjadi semakin cair. Rasa takut Slamet hilang. " Pingin punya isteri dak, mas Slamet ?" Tanya polisi lagi. " Ya pingin, pak ". jawab Slamet. " Apanya yang diinginkan dari isteri, mas Slamet ? " Tanya polisi lagi. Slamet lambat menjawab dan malah dijawabkan oleh polisi yang duduk bersebalahan dengan Slamet. " Ya yang  diinginkan ya yang di dalam celana dalam ya, mas Slamet !" Semua yang di dalam  ruangan itu tertawa. Slamet juga ikut tertawa lepas. Suasana menjadi sangat cair. Lagi - lagi polisi menawarkan rokok. Dan Slamet menerima. " Apa pekerjaan mas Slamet sekarang ? " Tanya polisi setelah melihat Slamet selesai menyulut rokok. " Saya hanya menjadi pembantunya den Lurah, pak ". Jawab Slamet. " Senang ya, mas Slamet jadi pembantunya pak Lurah ?" Tanya polisi yang tadi meledek Slamet tentang isteri. " Ya senang, pak. Ikut orang kaya seperti den Lurah itu. Den Lurah itu orangnya murah hati,pak. Suka memberi. Orang miskin seperti saya ya pasti senang ta, pak, menjadi pembantunya den Lurah ". Jawab Slamet dengan kalimat yang agak panjang. Slamet tak lagi ngeri berhadapan dengan polisi. Ternyata polisi itu bisa bergurau juga. " Mas Slamet ini digaji berapa ta sama pak Lurah ?" Tanya polisi yang selalu mengansurkan rokok buat Slamet. " Kalau gaji ya cuma tiga ratus ribu sebulan, pak. Tetapi den Lurah sering juga ngasih uang tambahan, pak ". Jawab Slamet. Jawaban Slamet yang menambahkan uang tambahan membuka jalan untuk polisi memasang jebakan buat Slamet. " Wah, senang juga ya mas Slamet ini. Sudah dapat gaji masih juga ada uang tambahan. Kapan mas Slamet dapat uang tambahan terbanyak dari pak Lurah ?" Tanya polisi yang di mejanya ada komputer. Pertanyaan ini membuat Slamet kaget. Bingung mau menjawab bagaimana. Slamet sangat ingat pak Lurah memberi uang tambahan yang sangat banyak jika ia telah bisa mengantar  gadis yang diincar pak Lurah. Akahkah aku jujur ? pikir Slamet. Kalau aku jujur berarti aku membuka rahasia den lurah. Waduh celaka ini ! Slamet menjadi terdiam dan bingung. Tadi kata polisi ia diminta menjawab dengan jujur ! Waduh gimana ini ! Pintu ruangan di ketuk dari luar. " Masuk !" Kata polisi yang di depannya ada komputer. Seorang pegawai masuk membawa nampan yang di atasnya ada empat gelas teh dan empat gelas kopi. Pegawai itu segera membaginya termasuk di meja dimana Slamet duduk. Dan setelah selesai pegawai itupun segera keluar dan kembali menutup pintu ruangan. " Diminum, mas Slamet ! Kopinya dulu, apa tehnya dulu terserah, mas Slamet. Ayo mas, jangan sungkan - sungkan !" Perintah polisi yang sedari tadi belum bicara. Slamet membuka tutup gelas kopi dan segera menyerutupnya. Ngopi sambil ngrokok nikmat sekali ! Pikirnya. Para polisi pun juga meluangkan untuk minum. " Enak kan mas Slamet kopinya ? Tanya polisi yang di mejanya ada komputer memecah kesunyian. Dan membuyarkan kebingungan Slamet. " Enak, pak " Jawab Slamet singkat dan masih mencoba terus berpikir untuk jujur atau tidak. " Oh ...iya, mas Slamet, kapan ya mas Slamet mendapat uang tambahan terbanyak dari pak Lurah ?" Tanya polisi lagi. Ahkir dari kebingungannya Slamet memberani diri bertanya kepada polisi : " Maaf, pak. Saya dibawa ke kantor polisi ini sebenarnya untuk, apa ta, pak ?" Polisi yang di depan Slamet tersenyum lebar lalu menjawab pertanyaan Slamet : " Tidak penting kok, mas Slamet. Ya cuma seperti saya katakan tadi. Kami hanya bertanya dan mas Slamet menjawab dengan jujur. Tidak ada yang lain, mas Slamet. Dan kalau mas Slamet bisa jujur, itulah yang kami harapkan. Dan kalau mas Slamet bohong kami tahu lho, mas Slamet. Jadi sebaiknya mas Slamet jujur  dan terus terang saja !" Slamet mendengar kalau dia bohong polisi tahu, merinding juga bulu kuduknya. Maka Slamet berketetapan untuk jujur saja. " Nah, kapan Slamet diberi uang tambahan terbanyak olek pak Lurah ?" Slamet menjadi curiga. Lhok kok itu ya yang ditanyakan polisi ? Antara takut, bingung dan gelisah Slamet nekat menjawab : " Kemarin lusa, pak. Saya diberi uang tambahan satu setengah juta rupiah ". Jawab Slamet ragu - ragu. Ketiga polisi itu lalu dengan penuh kelegaan bersama - sama menghempaskan napas panjang dan menyantaikan duduknya. Jaring perangkapnya telah mampu menelan Slamet. Tinggal dengan satu pertanyaan lagi Slamet sudah pasti tidak bisa berkutik. Dan satu pertanyaan lagi yang dilontarkan pasti semuanya bakal terlontar dari mulut Slamet. Polisi berhasil menggiring Slamet dalam waktu yang sangat singkat. " Nah, mas Slamet, uang satu setangah juta rupiah itu diberikan pak Lurah kepada mas Slamet, atas jasa mas Slamet bisa membawa Minil kepada pak Lurah kan ? Betul kan mas Slamet ?" Atas pertanyaan polisi ini Slamet menjadi sangat kaget. Mukanya menjadi kembali pucat. Rasa takutnya menjalari lagi pikirannya. Karena memang begitu maka Slamet tak bisa lain keculai mengiyakan. " Lhok kok bapak - bapak tahu ?" Tanya Slamet antara sadar dan tidak. " Lho, kami ini polisi, mas Slamet. Polisi itu serba tahu. Tahu orang yang tidak jujur. Tahu orang yang jahat. Bahkan orang yang berpura - pura baik pun plisi tahu. Jadi benar kan, mas Slamet, kalau uang satu setengah juta itu diberikan pak Lurah kepada mas Slamet atas jasanya mas Slamet membawa Minil ?" Slamet mengangguk ragu. " Nah, begini mas Slamet. Kami membawa mas Slamet ke sini ini tidak lain dan tidak bukan untuk mencocokkan antara yang diketahui mas Slamet, dengan apa yang sudah kami ketahui tentang apa yang telah diperbuat pak Lurahnya mas Slamet. Kami polisi sudah tahu semua kok, mas Slamet. Jadi mas Slamet sekarang ini sedang kami mintai keterangan. Semua yang dilakukan pak Lurahnya mas Slamet kami sudah tahu. Jadi mas Slamet jangan berbohong. Kalau mas Slamet jujur, terus terang mengatakan apa yang telah diketahui dan dialami mas Slamet, mas Slamet tidak akan kena perkara. Tapi kalau mas Slamet mencoba menutup - nutupi perbuatan pak Lurah, justru nanti mas Slamet yang akan kena perkara. Paham, Mas Slamet !" Kalimat terahkir ini yang diucapkan polisi dengan serius dan dengan sedikit muka garang dan selalu menatap tajam Slamet, membuat nyali Slamet habis. Slamet berkeringat dingin. Slamet sangat takut. Slamet kembali merasa berhadapan dengan polisi. Bukan berhadapan dengan orang - orang yang menanyainya dan mengajaknya bergurau. Ketakutan dan kegundahan Slamet diketahui polisi. Dengan tatik jitunya polisi memanfaatkan suasana ini untuk semakin menekan Slamet. Walaupun tentang kematian Partini dan Surinah baru sedikit informasi yang dketahui polisi, namum dengan penuh kepercayaan polisi menekan Slamet. Seolah - olah Slametlah yang menyembunyikan rahasia. Polisi sebenarnya hanya coba - coba terhadap pertanyaan ini : " Dan yang lain ya, mas Slamet !" Polisi tambah garang. Dan lanjutnya : " Kami tahu kalau mas Slamet juga mengetahui atas perbuatan pak Lurah terhadap Partini dan Surinah ! Iya kan, mas Slamet ?" Bagai disambar petir Slamet mendengar pertanyaan polisi ini. Slamet hampir - hampir pingsan. Tubuhnya lemas. Pikirannya tak jalan. Mengapa terjadi begini. Ia tahu persis apa yang diperbuat pak Lurahnya terhadap Partini dan Surinah. Sambil mengelap keringatnya yang mengucur di dahi dan membasahi seluruh tubuhnya Slamet hanya bisa mengangguk lemah dan menunduk.
     Slamet ingat waktu itu diminta pak Lurah mengantar surat  yang sudah kesekian kalinya kepada Partini. Hari itu dengan penuh semangat Slamet mengayuh sepedanya untuk menemui Partini. Ketika Slamet datang Partini sedang bermalas - masalan di kursi panjang yang terbuat dari bambu. Partini tiduran disana. Kakinya dinaikkan di sandaran kursi, sehingga pahanya sangat terbuka sampai di pakal pahanya yang disana ada celana dalam. Slamet masuk rumah dan mendapati Partini. Kedatangan Slamet tidak mengejutkan Partini. Maka Partini tidak merubah posisi rebahannya. Slamet dengan jelas bisa melihat paha Partini yang putih. Dan melihat celana dalam Partini yang di dalamnya ada sesuatu yang membusung. Baru setelah Slamet duduk di hadapannya, Partini merubah posisinya dari rebahannya menjadi duduk bersila. Karena duduk bersila dan roknya menjadi tak sempurna menutup pahanya. Tak ayal celana dalamnya lagi - lagi menjadi jelas di mata Slamet. Begitu kentara di dalam celana dalam Partini tampak sesuatu yang membusung dan terbelah. " Ni, mbok duduknya jangan begitu. Tu punyamu kelihatan !" Kata Slamet tanpa basa - basi. Partini tersenyum manis sekali. Dan ada lesung di dagunya ketika tersenyum. " Ya dak usah dipandangi ta, kang ! Salahnya mata kang Slamet !" Karena memang sudah akrab sejak kanak - kanak maka Partini malah meledek Slamet. " Tu celanamu sobek. Dak malu pa ? Tu ... rambutnya ada yang menerobos celanamu !" Kata Slamet sambil menunjuk selangkangan Partini. Malu juga Partini diledek Slamet. Tak urung kakinya kemudian dikatupkan dan tak lagi celana dalamnya nampak oleh Slamet. " Ni, Surat dari pak Lurah. Aku disuruh menunggu jawabannya. Sudah cepat dibaca ! dan segera dijawab !" Kata slamet sambil mengansurkan amplop surat kepada Partini. Partini membuka amplop, mengeluarkan isinya dan membacanya. Slamet merokok menunggu Partini selesai membaca.
     Di dalam suratnya pak Lurah minta kepada Partini agar segara ke kota untuk merawat wajahnya di salon. Karena lomba Ratu Luwes di kecamatan tinggal sedikit hari lagi. Pak Lurah bersedia mengantar ke kota dan membiayai perawatan wajah Partini di Salon. Di surat - suratnya terdahulu pak Lurah membujuk Partini agar mau menjadi duta desa untuk mengikuti loba Ratu luwes. Partini marasa tersanjung atas tawaran pak Lurah. Dan menyanggupi tawaran pak Lurah. Apalagi pak Lurah sanggup membiayai semuanya. Bahkan belum apa - apa saja Partini telah mendapat uang dari pak Lurah tidak sedikit jumlahnya. Kata pak Lurah uang itu agar dipergunakan untuk membeli alat - alat kecantikan.
     Partini selesai membaca surat. " Gimana, Ni ?" Tanya Slamet. " Ya, kang aku ikut kemauan den Lurah ". Jawab Partini. " Kalau begitu besuk pagi kamu menunggu den Lurah di perempatan ". Kata Slamet gembira karena ia pun bakal ikut ke kota. " Den Lurah naik mobil kan, kang ?" Tanya Partini. sambil menampakkan senyum cantiknya. " Lha iya ta, Ni. Masak ngantar gadis cantik kayak kamu naik sepeda ontel ". Jawab Slamet sambil tertawa.
     
             bersambung kebagian keduapuluhempat ..........


     

Jumat, 09 September 2011

Anggungan Perkutut

cerita dewasa edohaput

Anggungan Perkutut 


                                                                                                                        edohaput 


Bagian keduapuluhdua

     Darman kembali ke kota untuk menemui polisi. Ia bermaksud menyampaikan laporan atas hasil misi tugasnya yang dibebankan oleh polisi kepada dirinya. Ia akan melaporkan temuannya tentang pak Lurahnya. Darman yakin pak Lurahnya terlibat terhadap kematian Partini maupun kematian Surinah alias Rini. Namun yang dibawa Darman ke polisi hanya sebatas cerita. Belum mengarah kepada bukti. Darman menceriterakan kepada polisi tentang perlakuan pak Lurah terhadap Minil. Polisi tidak menganggap perlakuan pak Lurah terhadap Minil sebagai benang merah yang bisa menghubungkannya dengan kematian Partini maupun Surinah alias Rini. Cerita Darman yang terahkir ini tak bisa dipakai sebagai alat untuk menuduh pak Lurah terlibat atas meninggalnya Partini maupun Surinah. " Ceritamu yang terahkir ini hanya bisa membuktikan bahwa pak Lurahmu itu doyan bersenggama dengan daum muda, Man. Belum bisa dipakai sebagai alat untuk menuduh pak Lurahmu terlibat atas kematian Surinah atau pun Partini ". Kata polisi yang menerima laporan Darman. Darman yang lugu, bodo dan tak tahu proses hukum bingung. " Lha terus saya gimana lagi, pak ?" Tanya Darman. " Tugasmu amati terus kegiatan pak Lurahmu ! Apa perkembangan selanjutnya yang dilakukan pak Lurahmu itu terhadap Minil ". Kata polisi yang lainnya. Yang duduk sambil mengetik di komputer, lalu katanya lagi : " Semua laporanmu, semua ceritamu tidak sia - sia, Man. Sudah saya catat. Saya rekam di komputer ini. Sudah ini kamu ngrokok dulu, Man !" Polisi itu mengangsurkan sebungkus rokok kepada Darman. Darman merokok, menikmati asap rokok. " Jadi pak Lurahku belum bisa dipanggil dan ditanyai seperti saya dulu itu, pak ?" Tanya Darman. " Belum, Man ! Tetapi tunggu saatnya nanti. Kalau memang perlu pasti akan dipanggil untuk dimintai keterangan ". Jawab polisi yang duduk persis di hadapan Darman. " O begitu ta, pak ? " Darman mengeluh. " Lha iya ta, Man. Polisi tidak boleh grusa - grusu. Polisi harus mempunyai bukti dulu. Supaya tidak dua kali kerja ".  Polisi memberi penjelasan kepada Darman. Polisi yang lain menimpali : " Kamu harus terus membantu kami, Man ! Polisi sebenarnya sudah punya rencana untuk mengungkap meninggalnya Partini dan Surinah. Kamu sabar, Man. Polisi punya keyakinan pasti akan terungkap ". Polisi yang lain lagi juga memberi penjelasan kepada Darman. Darman hanya melongo, karena tidak tahu apa rencana polisi.
     Dari kantor polisi darman meluncur ke rumah Slamet. Darman ingin menemui Slamet. Barangkali Slamet bisa memberi informasi tambahan tentang kegiatan pak Lurah. Slamet di rumah sedang menikmati teh kental manis ketika Darman datang. " Sini, Man. Kebetulan ! Temani aku minum ! Ni, ada singkong bakar ! Ni, teh kental manis !" Kata Slamet setelah Darman duduk. " Ni, gelasnya, Man. Tuang sendiri tehnya !" Kata Slamet lagi. Darman menuang teh. Mengangkat singkong bakar. Mengupas kulitnya dan makan sambil minum. " Tumben banget, Man, kamu datang ke rumahku. Biasanya lewat sini, noleh saja tak mau. Apalagi mampir. Lho kok ini sajaknya datang seperti ada keperluan ". Slamet nerocos menyindir Darman. Darman diam saja. Mulutnya penuh singkong bakar. " Habiskan saja singkongnya, Man. Lapar, ya ? Tu, di dapur masih ada nanti aku ambilkan lagi ". Slamet melihat cara makan Darman yang seperti orang kelaparan. Darman memang lapar. Sejak pagi sampai siang di kantor polisi. Darman belum sempat makan. " Hari ini dapat ojekkan berapa, Man ?" Tanya Slamet. Darman tak menjawab. Mulutnya terus mengunyah dan menelan singkong. Dua potong singkong bakar dan tiga gelas teh telah masuk di perutnya. Darman tak lagi lapar. " Trima kasih, ya Met. Aku jadi kenyang ". Darman bersendawa. Kemudian menyulut rokok. " Gini, Met. Kedatanganku kesini mau minta pertimbangan sama kamu ". Darman mulai bicara. " Weh ... apa dak keliru, Man. Minta pertimbangan kok ke aku ". Jawab Slamet. " Dengarkan dulu, Met. Aku kan belum ngomong apa - apa. Orang bisa saja beri pertimbangan baik, kalau dia tahu masalahnya ". Darman memberi penjelasan ke Slamet. " Ya ....ya.... dah cepat ngomong kalau aku bisa kasih pertimbangan ya nanti aku beri, kalau tidak maaf lho, Man ". Slamet seperti tak sabar ingin tahu apa yang akan dimintakan pertimbangannya. " Met, gimana Met. Kalau aku ingin menikahi Minil ? Nah ini,  yang ingin aku mintakan pertimbanganmu ". Darman berbohong besar kepada Slamet. Karena yang sebenar - benarnya Darman tak sedikitpun ingin menikahi Minil. Kebohongan Darman bertujuan agar Slamet terpancing cerita tentang Mnil dan barangkali akan cerita tentang hal - hal lain yang memang diharapkan Darman keluar dari mulut Slamet. " O... jadi malam itu ketika kamu di rumah yu Kurni itu kamu mendekati Minil ta, Man ?" Tanya Slamet. " Ya ... tapi malam itu Minil kan di rumahmu ini ta, Met ? Kata kamu pada yu Kurni Minil ketiduran Betul itu, Met ?" Darman bertanya, pura - pura tidak tahu terhadap kejadian yang sesungguhnya yang disaksikannya lewat lubang intip. Kini Slamet yang berganti berbohong : " Betul, Man. Lha Minil itu sedang diajak ngomong - ngomong sama den Lurah kok ngantuk. Padahal Minil mlam itu diberi uang untuk ongkos jahitan kain - kain yang juga den Lurah yang memberi uangnya untuk beli kain ". Mendengar penuturan Slamet ini Darman tersenyum dalam hati. Kebohongan Slamet sangat nyata. Minil bukan ngantuk dan ketiduran. Tetapi Minil kelelahan dan sempat pingsan ketika keperawanannya direnggut pak Lurah dengan cara senggama yang kasar malam itu. " Nah, Met. Gimana kalau aku ingin menikahi Minil ?" Darman lagi berbohong minta pertimbangan Slamet. Slamet bingung. Darman ini serius apa main - main ? Kalau serius terus bagaimana dengan pak Lurah yang pasti sedang suka - sukanya sama Minil. Kalau nanti benar Minil dilamar Darman, pak Lurahnya akan kehilangan kesenangan. Dan ia akan kehilangan penghasilan. Karena setiap kali pak Lurahnya ingin Minil ia lah yang pasti menjadi mak comblangnya. Dan karena itu ia dapat upah yang tidak sedikit. " Lho, kok diam Met ? " Tanya Darman mencari penegasan dari Slamet. " Sebelum aku kasih pertimbangan, aku tanya kamu, Man. Apa yang menarik dari Minil, kok kamu ingin menikahinya ?" Slamet malah ganti bertanya. " Lho ...gimana ta, Met. Aku ini mau minta pertimbangan kok malah ditanya ". Jawab Darman sambil tertawa. " Soalnya gini, Man. Minil itu cuma gadis bodo, esde saja tak tamat. Lugu, wagu, dan kurang ayu. Mlarat lagi. Apanya sih yang menarik ?" Slamet merendahkan Minil di depan Darman. Agar Darman tidak menyukai Minil. " Tapi, Met. Bokongnya itu lho, Met. Terus .... itu penthilnya yang baru tumbuh itu. Terus ..... Minil itu ayu lho, Met. Terus ..... pasti pepeknya enak banget. Mulut Minil itu kan kecil, Met. Pasti juga pepeknya juga sempit. Dan .... itunya, Met..e... e... bibir Minil itu merekah dan selalu basah kayak kena madu ". Slamet terdiam. Dalam hatinya membetulkan apa yang dikatakan Darman. Pak lurahnya juga sangat puas sama Minil. Bahkan pak Lurah telah meminta kepadanya agar Minil terus dipantau. Jangan sampai ada orang yang menginginkan Minil selain pak Lurahnya. Minil memang gadis bodo, bonsor, tapi amat menggairahkan. Minil akan menjadi gula - gula pak Lurahnya. Wah, Darman ini rupanya akan menjadi pengacau ! Pikirnya. " Lho kok diam, Met. Mana pertimbanganmu ? " Darman mendesak Slamet. Slamet bingung mau jawab apa. Slamet tidak pernah tahu kalau dirinya sedang dicoba untuk masuk perangkap. Maka jawabnya mulai jujur : " Menurut aku jangan, Man. Kamu akan menyesal kalau kamu menikahi Minil, Man. Minil itu sudah tidak lagi perawan ". Mendengar penuturan Slamet ini Darman pura - pura terkejut. " Ah ... kamu jangan ngawur, Met. Masak iya Minil sudah tidak lagi perawan. Kamu ya, Met yang memerawani Minil. Iya ,Met ?" Darman terus mencoba memasang perangkap dengan kalimatnya yang menyudutkan Slamet. Slamet tidak pernah merasa kalau dirinya sedang dipancing untuk berceritera tentang Minil. " Betul, Man. Minil itu sudah tak lagi perawan. Tapi bukan aku, Man, yang memerawani Minil ". Slamet rupanya sudah tak tahan untuk tidak jujur. " Lalu siapa, Met. Kalau bukan kamu. Hanya kamu kan, Met, yang selama ini dekat sama Minil ?" Darman menjebak Slamet dengan kalimat yang semakin menyudutkan Slamet. " Kalau bukan kamu, apa den Lurah ya, Met ?" Pertanyaan Darman yang terahkir ini sangat membingungkan Slamet. Slamet terdiam sesaat dan hanya menikmati rokok dan kemudian : " Tapi ini rahasia lho, Man. Sebenarnya yang memerawani Minil ya den Lurah, Man ". Mendengar jawaban Slamet ini hati Darman berjingkrak kegirangan. Kena kamu, Met ! Darman gembira tapi Darman tidak menampakkan kegembiraannya, justru sikap pura - pura kaget yang ditampakkan. " Nah, Man. Apa kamu masih ingin menikahi Minil ?" Tanya Slamet sambil memperhatikan wajah Darman yang menunjukkan kekecewaan. " Wah ... kalau begitu tak jadi saja, Met. Terima kasih, untung kau beritahu. Kalau tidak kecewa aku ". Darman pura - pura. " Untung kamu minta pertimbangan aku, Man. Kalau tidak bisa - bisa Minil itu kamu ceraikan setelah kamu nikahi ". Kata Slamet dengan penuh kebanggaan. Pernyataan Darman tidak lagi ingin menikahi Minil membuat Slamet lega. Kegiatan menyomblangi antara pak Lurah dan Minil tidak terganggu. Tidak ada yang mengacau. Berarti uang dari pak Lurah bakal terus mengalir ke sakunya. Dan komisi demi komisi pasti akan diberikan Minil pada dirinya. " Wah enak ya,Met. Jadi orang kaya seperti den Lurah itu. Duitnya banyak. Perawan saja bisa dibelinya. Padahal den Lurah itu isterinya saja sudah tiga ya, Met. Kok masih suka sama perempuan lain " Darman mulai memasang perangkap lagi dengan umpan membicarakan pak Lurah. Lalu kalimat Darman lagi : " Lha kalau orang miskin seperti kita ini, tongkat hidup cuma bingung mau dimasukkan kemana. Paling - paling dikocok sendiri atau dimaksukkan di pepek kambing ". Mendengar penuturan Darman ini Slamet hanya bisa tertawa. " Sudah pernah merasakan pepek kambing ya, Man ?" Tanya Slamet di sela - sela tawanya. " Terus terang sudah, Met. Habis tak tahan. Dan pepek kambing ternyata enak juga, Met. Kamu juga pernah kan, Met ?" Darman ganti bertanya. " Ya ini nasib perjaka miskin ya, Man. Tapi aneh lho, Man. Kambingku itu kalau aku gitukan kok diam saja. Malah pantatnya dimundur - mundurkan, Man. Apa kambing juga merasakan enaknya tongkat kita ya, Man ? Dan anehnya juga, Man. Kalau aku selesai sama pepek kambing kok terus badan ini lunglai banget. Dan rasanya aku sangat puas. Beda dengan kalau aku kocok sendiri lho, Man ". Darman tertawa ngakak mendengar penuturan Slamet. Selesai dengan ngakaknya Darman kembali fokus pada kegiatannya memasang umpan untuk perangkapnya. " Siapa ya, Met. Gadis di dusun kita ini yang pernah diperawani den Lurah, ya ? Partini dan Ririn ya, Met ?" Slamet yang tidak menyadari kalau kalimat Darman ini adalah  kalimat menyelidik dijawabnya dengan ucapan yang spontan dan tak terpikirkan lebih dulu. " Hus.... jangan ungkit - ungkit peristiwa lama !" Ucapan Slamet ini disampaikan sambil melototi Darman.
     Hus .... Jangan ungkit - ungkit peristiwa lama ! disimpulkan oleh Darman bahwa pak Lurah ada hubungan dengan Partini dan Surinah alias Ririn. Dan Slamet tahu hubungan itu. Tak bakal meleset dugaannya selama ini. Pak Lurahnya pasti terkait dengan kematian Partini dan Surinah. Darman menjadi semakin yakin anggungan perkutut itu pasti tanda pak Lurah malam itu ada di rumah Surinah. Darman tidak ingin tergesa - gesa. Strategi mengorek Slamet harus diatur lebih hati - hati. Agar Slamet bisa buka mulut tanpa disadarinya kalau dirinya sedang dikorek. Kali ini Darman telah memperoleh informasi yang sangat berharga. Dan informasi berharga ini akan disampaikannya kepada polisi.

                                     bersambung kebagian keduapuluhtiga ..........