Sabtu, 28 Mei 2011

Anggungan Perkutut

cerita dewasa edohaput

Anggungan Perkutut 

                                                                                                                           edohaput

Bagian kesebelas
     Sukirban yang sudah dua tahun ditinggal Temi bekerja sebagai te ka we  pe er te di Malaysia tak banyak menemui masalah di rumah. Kehidupan sehari - harinya sebagai buruh tani dijalani dengan gembira. Anak laki - lakinya yang bernama Gadung yang masih berumur lima tahun tak banyak merepotkan dirinya. Walaupun tidak ada ibunya, anaknya tak banyak merengek dan tak banyak rewel. Uang kiriman dari Temi isterinya dimanfaatkan untuk memperbaiki rumah. Bahkan boleh dibilang Sukirban membuat rumah baru dengan uang hasil kiriman Temi. Setiap kali Temi mengirim pulang uang jumlahnya jutaan rupiah . Setiap tiga bulan sekali Sukirban ke kota mengambil uang kiriman. Baru dua tahun di Malaysia peningkatan kesejahteraan keluarga Sukirban begitu berubah. Warga pada bertanya - tanya berapa sih gaji pe er te di Malaysia ? Apalagi ahkir - ahkir ini uang yang dikirim pulang semakin bertambah banyak. Hal ini  menyebabkan banyak warga yang kepingin menjadi pe er te di Malaysia. Termasuk Turiyah adik kandung Temi. Keinginannya untuk menyusul kakaknya ke Malaysia menjadi tak terbendung. Ia juga berkeinginan punya banyak uang dan merubah nasib. Dari sejak kecil sampai umur mendekati dua puluh enam tahun begitu - begitu terus. Membeli baju saja susah. Apalagi emas perhiasan. Upah bekerja di sawah tak cukup untuk menghidupi dirinya sendiri. Maka Turinah sudah membulatkan tekat dan bahkan sudah berusaha mencari biaya untuk bisa pergi ke Malaysia. Turiyah termasuk perawan tua. Banyak pemuda ingin menikahi, tapi Turiyah ogah - ogahan. gadis - gadis dusun yang kawin muda hidupnya pada sengsara. Dibebani anak, harus bekerja, dan tak bisa menikmati hidup. Maka sampai mendekati umur dua puluh enam tahun Turinah masih tetap perawan.
     Satu malam di rumah Sukirban. Turiyah sudah berhasil menina bobokkan keponakannya, si Gadung ,anak mbakyunya, Temi. Setiap hari menjelang malam ya Turiyah lah yang selalu menemani Gadung. " Aku ini heran lho, kang ? Kang Kirban ini ditinggal mbakyu sudah dua tahun kok tenang saja. Kok kuat - kuatnya ta, kang ?", kata Turiyah sambil menyodorkan gelas teh di hadapan Sukirban yang duduk di lantai beralaskan tikar pandan yang dirangkap - rangkap agar tidak dingin. Yang diajak bicara diam saja tak bereaksi. Malah agak melengos dan tetap menikmati asap rokoknya yang mengepul tebal. " Dak kangen sama yu Temi pa, kang ?, kata Turiyah sambil ikut duduk di tikar. Karena memang tikar sempit maka duduknya Turiyah menjadi dekat dengan Sukirban. " Lha ya kangen ta, Yah. Tapi terus piye nyusul ke Malaysia, gitu ?", jawab Sukirban rada ketus tanpa melihat Turiyah yang tersenyum atas jawabannya. " Cuma heranku kang Kirban kok tahan ya ?", kata Turiyah lagi. " Tahan apa ? Tahan tidur sendiri ?", jawan Sukirban lagi - lagi dengan nada ketus dan seperti bertanya kepada Turiyah. " Lha ya itu kang yang saya maksud ", jawab Turiyah sambil melebarkan senyumannya dan sedikit bersuara. " Lha wong isteri tidak ada yang mau apa. Apa aku harus tidur sama  wedhus ", kata Sukirban semakin ketus dan tetap tidak mau menoleh ke adik iparnya. Turiyah dengan tetap tersenyum memandangi kakak iparnya yang kelihatan sangat menikmati asap rokoknya. Di dalam hati Turiyah merasa kasihan juga kepada Sukirban. Sudah dua tahun lebih ditinggal isterinya bekerja di Malaysia. Turiyah tahu bahwa tidak mungkin seorang lelaki mampu menahan birahinya selama dua tahun. Lalu apa ya yang dilakukan kang Kirban kalau sedang kepingin ? Pikir Turiyah. " Kalau kang Kirban sedang ingat yu Temi dan kangen sama yu Temi lalu apa yang dilakukan kang Kirban, kang ? ", tanya Turiyah yang membuat sukirban mengerinyitkan dahinya dan dengan terpaksa menoleh memandang Turiyah. Yang dipandang tersenyum lebar. Menampakkan sebaris gigi atasnya yang putih karena habis disikat dengan odhol. " Pertanyaanmu malam ini kok aneh - aneh ta, Yah ?", jawab Sukirban dengan balik bertanya. " Pertanyaan gitu saja kok aneh ta, kang. Ya apa dak boleh aku tanya gitu. Ya sudah kalau dak boleh aku tak diam saja ". Berkata begitu Turiyah menutup senyumannya dan merubahnya dengan cemberut. Melihat Turiyah cemberut dalam hati Sukirban tertawa juga. Cantik juga Turiyah ini. Wajahnya sangat mirip Temi. Cuma agak berbeda pada hidungnya. Hidung Temi lebih mancung. Kalau punya Turiyah rada pesek. Tapi tahi lalat di dekat bibir Turiyah bagian bawah membuat Turiyah tampak lebih manis dari pada Temi isterinya. " Ya boleh saja kamu tanya - tanya begitu, tapi ya apa aku harus terus terang menjawab pertanyaanmu itu ", kata Sukirban sambil memandangi wajah Turiyah yang menunduk, cemberut dan mecucu. Merasa diperhatikan Turiyah pura - pura semakin cemberut. " Kamu mau dengar kalau aku menjawab yang sebenarnya aku lakukan jika aku sedang kangen sama mbakyumu ?", tanya Sukirban sambil terus memandangi Turiyah. " Mau ....mau.....mau...kang... !" Turiyah mendongakkan wajahnya dan kembali ceria. " Apa yang dilakukan, kang. Apa ? Apa kang ?" . Tiba - tiba Turiyah ngeyel. " Dasar cah edan, kayak gitu kok ditanyakan ", jawab Sukirban sambil memelototi Turiyah dan membuang abu rokok di asbak. " Ayo ta, kang. Cuma njawab gitu kok susah !", rengek Turiyah manja sambil terus tertawa. " Onani tau........!" , jawab Sukirban sambil mendekatkan wajahnya di wajah Turiyah dan menyemprotkan asap rokok di wajah Turiyah. Yang disemprot asap rokok jadi terbatuk - batuk dan tanganya dikibas - kibaskan di depan wajahnya. Setelah batuk - batuknya reda kembali Turiyah bertanya : " Onani itu apa ta, kang ?" Sukirban jadi gelagapan atas pertanyaan Turiyah ini. Mungkin benar Turiyah belum pernah tahu istilah onani. Maklum gadis dusun yang tak banyak memperoleh pengalaman pendidikan seksual. Turiyah ini memang benar - benar tidak tahu apa itu onani. Pikir Sukirban. Tapi terus kalimat apa yang tepat untuk menjelaskannya pada Turinah. Ahkirnya dengan nada jengkel Sukirban menyelaskan : " Onani itu ngocok ini, Nah ". Sambil Sikirban menunjuk yang ada di dalam sarungnya. " Ngocok sampai enak dan keluar maninya ... tau ....!". Habis mengucap kalimat itu Sukirban bangkit dari duduk dan mau meninggalkan Turiyah. Belum sempat berdiri  tegak, dengan cekatan tangan Turiyah sudah memegangi tangan Sukirban dan menariknya. Sukirban yang tidak siap ditarik ahkirnya jatuh dan tubuhnya menindih tubuh Turiyah. Dan hidung Sukirban sempat nempel di pipi Turiyah. Puntung rokok yang masih dipegang Sukirban jatuh di daster Turiyah. Bara apinya menyebar di daster Turiyah. Dengan cekatan  tangan Sukirban segera menyapu - nyapu bara api di daster Turiyah bagian depan. Pada saat menyapu - nyapu itulah tangan Sukirban tak sengaja mengenai buah dada Turiyah yang tak pakai kutang. Tangannya ke perut, ke pinggul, bahkan tangan Sukirban sempat pula menyentuh yang ada di selangkangan Turiyah. Turiyah hanya tertawa melihat kelakuan Sukirban. Sesaat kemudian Sukirban kembali duduk. " Gitu saja kok marah ta kang .....kang.....", Turiyah meledek. " Sudah ini minumanya di minum. Nanti keburu dingin. Untung tadi tak tersenggol kang Kirban. Kalau tersenggol kan tumpah. Aku lah yang repot buat lagi " ,  Kata Turiyah sambil mengulurkan gelas kepada  Sukirban. Sukirban minum dan menyulut rokok lagi. " Kok merokok terus ta, kang. Mbok sudah !", kata Turiyah sambil mau merebut rokok di tangan Sukirban. Sukirban berkelit dan menyulut rokok. Turiyah yang sejak tadi duduknya bersimpuh menselonjorkan kedua kakinya. Karena tikar memang sempit maka kedua kaki Turiyah persis berada di depan Sukirban dan bersinggungan dengan kaki Sukirban. " Tadi waktu aku mandi di pancuran kakiku digigit lintah lho, kang .....ini ..... " . Kata Turiyah sambil menarik dasternya ke atas sampai ke pangkal paha. " Ini kang bekasnya gigitan lintah " , Turiyah mengelus - elus pahanya yang disana ada bekas gigitan lintah. Sukirban tak mau melihat, kemudian hanya muncul kata - katanya : " Oooo .....makanya lain kali hati - hati. Lihat - lihat ada lintah dak ". Sukirban tak mau memperhatikan dan tetap merokok. Pandangannya pada foto Temi yang menggantung di dinding. " Ni.....lihat ta, kang. Dikasih tahu kok begitu ". Kata Turiyah sambil dongkol. Ahkirnya Sukirban melirik juga. Paha yang tidak putih tapi bersih. Sukirban mencoba tidak lagi melirik tapi melihat. " Ni....kang....pegang....kang... grenjel...benjol ta, kang bekas gigitannya ?" Berkata begitu sambil tangan Turiyah menggamit tangan Sukirban dan menempelkan di pahanya. Sukirban sebentar mengelus - elus bekas luka gigitan lintah yang membenjol kecil. Yang dielus - elus menggeliat. Karena ada rasa geli terhadap elusan tangan Sukirban, kaki Turiyah jadi agak nekuk ke atas. Pada saat kaki Turiyah di tekuk itulah sehingga daster tersingkap sampai ke perut, mata Sukirban terbeliak karena mendapatkan pemandangan yang aduhai. Ternyata Turiyah tidak memakai celana dalam. Melihat seperti itu Sukirban segera menarik tangannya dari paha Turiyah. Sementara itu Turiyah membiarkan dasternya tetap terbuka dan malah selangkangannya sedikit dibuka sambil mengelus - elus sendiri bekas gigitan lintah di pahanya. Sukirban jadi semakin jelas melihat apa yang ada di selangkangan Turiyah. Kemaluan yang persis milik Temi. Cuma sedikit berbeda dengan milik Temi. Rupa - rupanya milik Turiyah lebih ditumbuhi banyak rambut. Sukirban menelan ludah. Pikirannya melayang ke Temi yang jauh di Malaysia. Sedang apa Temi disana. Apakah Temi juga sedang ingat dirinya ? Turiyah terus mengelus bagian paha yang disana ada bekas gigitan lintah. Sukirban terus mencuri - curi pandang selangkangan Turiyah. Turiyah tahu apa yang sedang dicuri pandang oleh kakak iparnya. Sukirban jadi salah tingkah ketika yang ada di dalam sarungnya berontak. Mengembang dan dirasakannya kaku. Tiba - tiba Turiyah mendongak dan menatap mata Sukirban, lalu katanya : " Kang....sebenarnya aku kasihan sama kang Kirban. Pasti kang Kirban kangen sama yu Temi. ....aku ...mau kok kang, melayani kang Kirban. Betul kang aku mau. Sekarang juga aku mau, kang. Biar kang Kirban tidak ngocok - ngocok lagi ....biar tidak onani ". Berkata begitu Turiyah sambil beringsut duduknya mendekatkan dirinya ke Sukirban. Sukirban kaget dengan ucapan Turiyah. " Hus ....jangan ....!", bentak Sukirban sambil tenggorokannya tersekat karena jantungnya berdegup. " Betul kok ....kang ....aku mau....". Kata Turiyah meyakinkan. " Yah....aku sangat kangen sama mbakyumu. Aku sangat ingin. Tapi jangan, Yah. Jangan. Kamu masih perawan. Keperawanan itu besuk kamu berikan ke suamimu. Jangan, Yah. Aku tidak mau ". Sukirban mencoba menasehati Turiyah. " Aku tahu, Yah. Kau kasihan kepadaku....tapi kamu nanti akan menyesal. Perawanmu bukan untuk aku, Yah. Tapi untuk suamimu nanti. " Nasehat Sukirban jadi panjang, padahal dirinya juga sudah dirasuki keinginan. Sukirban mencoba menahan nafsu dengan cara mengingat Temi yang telah berkorban demi keluarganya bekerja di Malaysia. Dan mencoba mengingat kalau yang ada dihadapannya ini adalah adik isterinya. Sukirban mencoba menekan gelegak birahinya dengan menyadarkan pikirannya. " Aku sudah tidak perawan lagi, kang. Perawanku telah kujual ". Kalimat yang satu ini sangat mengagetkan Sukirban. Tetapi yang keluar dari mulut Sukirban hanya : " Haaaaa ....?". Turiyah tetap menatap mata Sukirban dan kalimatnya dilanjutkan : " Benar , kang. Perawanku telah dibeli orang sepuluh juta. Ini Karena aku butuh uang untuk nyusul yu Temi ke Malaysia. Maaf ....ya kang. Semuanya akan aku ceritakan kepada kang Kirban. Tak seorangpun boleh tahu kang. Hanya kepada kang Kirban ini akan kuceritakan ".  Mendengar itu Sukirban tak mampu berkata - kata. Hanya isapan rokok dan pikiran yang melayang ke Temi lah yang ada. Kupingnya mendengar  susunan kalimat yang diucapkan Turiyah tetapi pikirannya ke Temi.
     Turiyah menyampaikan keinginannya pergi ke Malaysia sebagai te ka we kepada pak Joned. Pak Joned menetapkan biaya yang tak mungkin diadakan oleh Turiyah. Pak Joned adalah orang yang membawa Temi ke Malaysia. Temi bisa berangkat ke Malaysia  karena  dua ekor sapi Sukirban dijual untuk biaya. Maksud Turiyah pak Joned bisa meminjami uang untuk saratnya ke Malaysia dan nanti pinjamannya akan dibayar setelah ia bekerja disana. Toh gajinya bakal besar. Pasti bisa mengembalikan. Pak Joned  tidak bisa memenuhi permintaan Turiyah. Tetapi ia menawarkan jalan keluar bagi Turiyah. Kebetulan pak Joned yang pekerjaannya memang keluar masuk dusun mencari tenaga pe er te untuk dalam dan luar negeri ini sedang mendapat pesanan dari seorang bandot untuk mencarikan gadis perawan. Pak Joned menawarkan itu pada Turiyah. Turiyah yang memang sudah menggebu ingin menyusul kakaknya tak berpikir panjang. Asal keperawanannya dibeli seharga besar biaya untuk bisa ke Malaysia sebagai pe er te ia tidak keberatan. Apa arti sebuah keperawanan, pikirnya. Antara menyimpan keperawanan dengan keinginannya pergi ke Malaysia dan hasil yang bakal diperolehnya nanti dipikirannya tidak sebanding.
     Hari masih pagi Turiyah diboncengkan pak Joned ke kota. Sesampainya di kota Turiyah sudah dijemput mobil bagus dan dibawa ke sebuah hotel berbintang. Turiyah gadis desa yang lugu, berpakain serba wagu, dan ditangannya menenteng tas kresek hitam berisi pakaian, menjadi perhatian pegawai hotel. Setelah pak Sopir sebentar di resepsionis Turiyah dibawa naik lif ke lantai tujuh. Pak Sopir meninggalkan Turiyah yang terkagum - kagum dengan kamar hotel yang begitu mewah. Tempat tidur mewah. Kamar mandi mewah. Lemari mewah. Turiyah membuka gordin. Alangkah terkejutnya dengan pemandangan di luar. Rumah - rumah, jalan raya, mobil - mobil tampak kecil ada di bawahnya. Turiyah tak bisa merasakan ketika dirinya dibawa dengan lif tadi ke lantai tujuh. Turiyah sempat bingung kepana dirinnya tiba - tiba berada di tempat yang begitu tinggi. Belum sempat berlama - lama dengan kebingungannya pintu kamar hotel di buka orang. Orangnya masih muda dengan seragam merah - merah, pakai topi. Dan orang itu membungkuk - bungkuk sangat hormat kepada Turiyah. Orang itu membawa kereta dorong yang di atasnya ada berbagai botol minuman dan makanan dan buah - buahan yang sebelumnya tidak pernah dilihat Turiyah. Dan orang itu segera pergi. Kebingungan Turiyah semakin menjadi. Apa ini ? Turiyah mengamati apa yang ada di atas kereta dorong itu. Tak berani memegangnya. Turiyah meneliti satu - satu mulai dari buah - buahan, botol minuman, sampai makanan yang ada di piring besar. Belum lagi semua dapat detilitinya kembali pintu kamar dibuka orang. Kali ini yang masuk orang berperawakan sedang, berkepala botak, disisi kiri kanan botaknya rambutnya memutih. Hanya memakai kaos oblong, di lehernya ada sebuah kalung, dan bercelana pendek yang panjangnya hampir mencapai lutut.  Bersandal kulit. Dan orang itu tersenyum kepada Turiyah. Turiyah salah tingkah. Orang inikah yang akan membeli keperawanannya ? Belum sempat berpikir yang lain - lain, orang itu menjabat tangan Turiyah dan tidak melepaskannya. " Kamu Turiyah ya ?" Turiyah mengangguk. " Aku yang akan membeli perawamu, Turiyah. Kamu boleh ?" Turiyah mengangguk. Orang itu merogoh saku celananya dan mengeluarkan amplop coklat dan berisi. Dengan tangan kirinya amplop itu diulurkan ke tangan kiri Turiyah, karena tangan kanan mereka berjabatan. " Itu sepuluh juta. Cukup ?" Turiyah mengangguk. " Namaku Kongko. Panggil aku om kongko, ya ?" Turiyah mengangguk. " Sudah sekarang kamu mandi. Bersihkan badanmu. Aku tunggu.". Turiyah mengangguk dan pergi ke kamar mandi. " Pintunya jangan ditutup Turiyah, nanti aku juga mau mandi !" , perintah om Kongko.
     Di kamar mandi Turiyah melepasi pakaian sampai ke celana dalamnya. Turiyah mencari - cari kran air. Susah. Semua tak diketahui cara kerjanya. Biasanya dia mandi di pancuran dekat sawah. Tak perlu susah mencari kran air yang bisa mengalirkan air. Turiyah memutar - mutar kran. Dan air mengalir Turiyah mandi. Dari luar kamar mandi om Kongko mengamati tubuh telanjang Turiyah. Buah dada yang kencang menggunung dengan puting yang kecil. Pantat yang gempal padat. Dan ketika Turiyah membungkuk om Kongko melihat kemaluan Turiyah yang tercepit diantara sintalnya kedua pahanya yang bersih. Om Kongko menelan ludah. Kemudia ia melepas celananya. Termasuk celana dalamnya. Tongkatnya yang masih lembek di elus - elusnya sambil terus memperhatikan tubuh Turiyah. Perlahan - lahan mulai mengembang dan kaku. Dilihatnya Turiyah yang sedang menyabuni buah dadanya, kemudia perutnya, kemudian selangkangannya. Di selangkangan sabun agak lama berputar - putar dan Turiyah memundur - mundurkan pantatnya, mungkin geraknya sabun disitu membuat geli kemaluannya. Tongkat om Kongko sudah kaku. Terus om Kongko mempermainkannya. Nikmat. Enak. Pegal. Apalagi sambil menikmati pemandangan gadis perawan telanjang yang sedang mandi yang sebentar lagi bakal dinikmati keperawanannya.

                                                                      bersambung kebagian keduabelas ..........

Kamis, 26 Mei 2011

Anggungan Perkutut

cerita dewasa edohaput

Anggungan Perkutut

                                                                                                                        edohaput

Bagian kesepuluh

     Sangat seringnya majikannya membawa perempuan pulang ke rumah besar dan disetubuhinya, membuat mak Temi bersangka - sangka bahwa majikannya ini termasuk orang yang nafsu birahi besar. Dalam waktu satu minggu sedikitnya dua kali majikannya membawa perempuan ke rumah besar untuk disetubuhinya. Dalam melakukan persetubuhan majikannya sangat tahan. Paling singkat setengah jam. Bahkan semalam biasa dilakukan dua kali senggama. Tak jarang mak Temi pagi - pagi ketika majikannya dan teman perempuannya sudah bangun, mak Temi masih bisa menemukan cairan sperma yang menetes di sofa. Dan sperma itu pasti sudah lebih dulu tumpah di kemaluan si perempuan kemudian baru menetes dari lubang kemaluan perempuannya di sofa. Mak Temi heran kadang ditemukannya tumpahan sperma itu begitu banyak. Mak Temi bersangka - sangka apakah orang keturunan India spermanya banyak. Sangkaannya dijawab sendiri. Orang tunggi besar, kelelakiannya besarnya kelewat ukuran. Yang diketahui mak Temi ukuran punya orang Indonesia biasa - biasa saja. Tetapi milik majikannya ini luar biasa. Besar, berurat, dan panjang. Ya lumrah kalau spermanya banyak. Mak Temi juga bersangka - sangka, besuk kalau majikannya ini yang oleh mak Temi disebut Tuan Muda nikah, isterinya pasti sangat dipuaskan.
     Majikannya yang oleh mak Temi dipanggil Tuan Muda ini berusia dua puluh delapan tahun. Dia bekerja sebagai direktur di perusahaan ayahnya Tuan Shing. Satu - satunya anak laki - laki Tuan Shing ini ya Tuan Muda ini. Ia dimanjakan. Apa keinginannya tak pernah ada yang ditangguhkan. Mak Temi sebenarnya belum lama di perkerjakan di rumah besar itu. Dulu yang diperkerjakan di rumah besar itu pe er te asal India. Tidak tahu mengapa mak Temi diminta menggantikannya. Mak Temi juga meresa beruntung diperkerjakan di rumah besar itu. Selain pekerjaan ringan, sering dapat ringgit dari para perempuan yang dibawa kesana oleh Tuan Mudanya, dan juga sangat sering pula mendapat ringgit dari Tuan Mudanya itu, yang gaya hidupnya amat royal. Makanan tak ada yang tak mewah dan tak enak. Maka tak heran kalau badan mak Temi jadi padat berisi. Mak Temi jarang keluar rumah. Yang namanya sebulan tubuhnya tersentuh matahari  belum tentu sepuluh kali. Maka kulit mak Temi menjadi putih agak pucat. Perlengkapan mandi mak Temi mengikuti majikannya. Apa yang dipakai majikannya dipakai juga oleh mak Temi, karena yang kemarin dibeli belum juga habis sudah membeli lagi. Sisa - sisanya untuk mak Temi. Maka tak ayal kalau tubuh mak Temi jadi bersih.
     Satu malam tuan mudanya datang ke rumah besar tidak bersama seorang perempuan. Tidak seperti biasanya malam itu tuan mudanya langsung masuk ke kamarnya, tidak di ruang tengah yang ada sofa - sofa dan teve kelewat lebar  itu. Sebentar kemudian keluar kamar dan memanggil Mak Temi. Mak temi tergopoh - gopoh mendekat ke sumber suara yang memanggilnya. " Tua Muda Rajiv memanggil saya ?", tanya mak Temi membungkuk - bungkuk hormat. " Ya Temi, badan awak rasa tak enak. Kau pijit badan awak, Temi ", kata Tuan Rajiv di depan pintu kamar. " Awak tak biasa pijit badan orang, Tuan ", jawab mak temi takut - takut. " Alaaa...sudah jangan suka alasan banyak kau, Temi. Nanti awak kasih kau ringgit, Temi. Sudahlah kau cuci tangan kau, terus kesini. Jangan lama - lama ". Tuan Muda Rajiv menutup pintu kamar dari dalam. Mak Temi tak bisa menolak. Bisa - bisa dipecat jika berani menolak permintaan tuannya. Mak Temi takut kena marah. Mak Temi takut dipecat. Mak Temi ke kamar mandi. Sampai di kamar mandi mak Temi segera melepasi pakaiannya dan cepat - cepat mandi. Ia takut badannya bau tak sedap tercium tuan mudanya. Selesai mandi mak Temi ganti baju. Dipakainya baju daster panjang tipis bersih dan bergegas ke kamar Tuan Rajiv. Sampai di depan pintu kamar mak Temi ragu. Ada menjalar perasaan takut. Pikirannya bertanya - tanya. Benarkah tuan mudanya hanya akan minta dipijit ? Benarkah tuan mudanya capai karena seharian di kantor ? Jangan - jangan ini akal bulus tuan mudanya. Tuan mudanya sangat doyan bersenggama jangan - jangan ini jebakan tuan mudanya yang mempunyai niat menyetubuhinya. Bagaimana cara melawan tuan mudanya kalau sangkaannya benar. Mampukah mengelak ? Di rumah besar ini hanya dia dan tuan mudanya. Mak Temi jadi mengurungkan niatnya mengetuk pintu kamar. Ia jadi merinding dan jantungnya berdegup. Belum selesai mak Temi bersangka - sangka , dari dalam kamar tuanya bereteriak : " Temiiiii !". Mak Temi ahkirnya mengetuk pintu kamar. " Masuk !" Suara Tuan Rajiv dari dalam kamar. Mak Temi  membuka pintu. Tuan mudanya tiduran tertelungkup di ranjang besar dan mewah mengenakan kimono. Mak Temi bisa melihat kaki tuan mudanya yang besar dan ditumbuhi bulu - bulu yang melebat. " Naiklah ke ranjang, Temi. Ayo segera pijiti awak !". Berkata begitu Rajiv tetap tak merubah posisi tidurannya yang tengkurap. Mak Temi takut - takut naik ke ranjang. Belum pernah seumur hidupnya mak Temi merasakan empuk dan mentulnya ranjang semewah itu. Ranjang ini pasti sangat mahal harganya. Tanah dan rumahnya di dusun dijual pun belum tentu seharga dengan ranjang ini., pikirnya. Spreinya, selimutnya, kelambunya semuanya halus dan mewah.
     Mak Temi naik di ranjang bersimpuh dan mulai memijit. Jari - jarinya ditekankan kuat - kuat di kaki Rajiv. Rajiv mengaduh. " Jangan kau tekan kencang - kencang, Temi. Sedikit - sedikit saja ", kata tuan Rajiv sambil tangannya menggapai - gapai dan singgah di paha mak Temi. Mak Temi mengurangi tekanan pijitannya. " Nah gitulah, Temi. Rasa enak sekarang ", kata Rajiv sambil menepuk - nepuk paha mak Temi. Tangan Rajiv tetap di atas paha mak Temi. Mak Temi tak berani menyingkirkannya. Mak Temi terus memijit berganti ganti kaki tuannya dipijit. Yang kanan yang kiri. Setiap ketemu bagian yang terasa geli dan agak sakit , Rajiv mengaduh dan tangannya  yang ada di atas paha mak Temi menekan - nekan paha mak Temi dan mencengkeramamnya. Mak Temi jadi bergerak - gerak agak menjauh, tetapi tangan Rajiv mengejarnya. Pijitan mak Temi mulai naik ke punggung. Mak Temi jadi tidak bisa lagi duduk bersimpuh tapi setengah berdiri lututnya sebagai tumpuan. Tangan Rajiv ahkirnya jatuh ke kasur. Dan ketika pijitan mak Temi rada keras di pantat,  tangan Rajiv jadi bisa  mencari alasan  masuk ke daster mak Temi dan mencengkeram lembut paha mak Temi. Sekali lagi mak Temi tak berani menolak. Ia membiarkan tangan tuannya memegangi pahanya. Mencengkeram - mencengkeramnya dan malah berani nekat mengelus - elusnya. Tangan tuanya bergerak naik ke selangkangannya. " Jangan tuan ..... jangan ....geli ...." , kata mak Temi yang tidak didengarkan Rajiv. Mak Temi tahu tuannya tak mengenakan celana dalam ketika pijitannya sampai ke pantat . Selesai pijitan di punggungnya Rajiv membailikkan posisi tengkurapnya menjadi terlentang. Betapa kagetnya mak Temi,  kelelakian tuanya mencuat dari celah baju kimononya. Besar, panjang, berurat dan ujungnya agak kecil tapi kepangkal semakin membasar. " Dada awak dipijit, Temi." , kata Rajiv sambil terus tangannya tak lepas dari paha mak Temi. Mak Temi terus memijit bagian dada Rajiv. Rajiv minta tangan mak Temi terus turun ke perut. Sambil memijit mak Temi sesekali melirik kelelakian Rajiv yang mencuat dan kadang - kadang bergerak. Kini mak Temi yakin kalau tuan mudanya menginginkan tubuhnya. Tuan mudanya sudah tanpa malu - malu lagi mengelus - elus pahanya. Menampakkan kelelakiannya. Mak Temi  tinggal menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya. Dan ia bakal tak bisa menolak. Tangan Rajiv semakin berani. Terus bergerak dan sudah sampai pada mengelus - elus kemaluan mak Temi. Bahkan jari - jarinya sudah semakin nakal menyibak - nyibakkan celana dalam mak Temi. Tak ayal mak Temi pun jadi terangsang. Pijitan tangannya di tubuh Rajiv tak lagi menekan karena mak Temi malah terlena oleh rasa kemaluannya yang mulai enak disentuh - sentuh tuan Rajiv. Ketika tangan mak Temi sampai ke perut Rajiv. Rajiv mulai semakin nekat. Pantatnya dinaik - naikkan agar kelelakiannya tersentuh tangan mak Temi. Ketika jari Rajiv telah menelusup di celana dalam mak Temi dan disana sudah bermain, ia minta mak Temi memegang kelelakiannya. Mak Temi ragu. Ma Temi takut. Dan tangannya tetap saja berputar - putar di perut Rajiv. Rajiv kemudian menyodokkan jarinya semakin dalam di kemaluan mak Temi dan meremas bibir kemaluan mak Temi dengan agak keras. Mak Temi berjingkat. Mak Temi tanggap juga kalau remasan itu sebagai tanda perintah agar ia segera memegang kelelakian Rajiv. Mak Temi dengan pelahan memegang kelelakian Rajiv. Rajiv menggeliat keenakan dan merangkul tubuh mak Temi. Mak Temi ambruk di dada Rajiv dengan tetap kemaluannya ditusuk jarinya Rajiv. Mak Temi menjadi hilang rasa takutnya. Tuan mudanya tak lagi - lagi perlu disopan - santuni. Tuan mudanya telah mengobok - obok kemaluannya. Di hati mak Temi menjadi tak ada lagi majikan dan pembantu. Yang ada sekarang Temi yang terangsang dan Rajiv yang bernafsu.
     Ditilik dari segi usia Tuan Rajiv sebenarnya lebih tua dari mak Temi. Rajiv berumur dua puluh delapan tahun. Mak Temi kawin dengan pak Sukirban dalam usia delapan belas tahun. Maklum gadis dusun muda - muda mesti sudah dikawinkan. Dua tahun kemudian mempunyai anak laki - laki. Anak laki - lakinya berumur lima tahun ia berangkat ke Malaysia menjadi te ka we sebagai pe er te. Di Malaysia dua tahun sebagai pe er te mak Temi tidak lama kemudian di tempatkan di rumah besar Tuan Shing. Dan bertemu selalu dengan Tuan Rajiv. Jadi pada waktu itu mak Temi baru berusia dua puluh tujuh tahun dan Rajiv berusia dua puluh delapan tahun. Usia laki - laki mau pun usia perempuan pada saat - saat kuat - kuatnya dan ingin - inginnya  selalu melakukan persetubuhan.
     Tangan Temi menggenggam kuat kelelakian Rajiv. Sebentar kemudian dikendorkan. Sebentar kemudian  lagi dikuatkan, lalu telapak tangannya digerakkan dari atas sampai ke pangkal kelelakian Rajiv.dan bergerak  pula kebalikkannya.  Rajiv melenguh. Merasakan telapak tangan Temi. Setiap kali Rajiv melenguh jarinya menjadi semakin masuk ke dalam kemaulan Temi. Temi menggelinjang. Buah dadanya yang masih tertutup daster bergesekan dengan dada Rajiv. Tangan kanan Rajiv terus bermain di selangkang Temi semetara tangan kirinya berusaha melepas daster Temi dan berhasil. Temi tinggal mengenakan celana dalam. Dengan satu tangan kirinya rajin berhasil menarik tubuh Temi ke atas tubuhnya. Tangan Temi yang memegang kelelakian Rajiv terlepas. Begitu juga tangan kanan Rajiv yang tadi di selangkangan Temi kini berpindah ke pantat Temi setelah berhasil memelorotkan celana dalam Temi. Temi telanjang di atas tubuh Rajiv. Buah penthilnya menempel di dada Rajiv yang berbulu lebat. Sangat geli dirasakan Temi sampai seluruh kulitnya merinding. Tubuh Rajiv berguling. Temi berganti di bawah Rajiv. Sebentar tubuh Temi tertindih tubuh Rajiv. Rajiv mengangkat sedikit tubuhnya dan tangan kirinya diselipkan di bawah punggung Temi dan sedikit tubuh Temi diangkat. Sehingga Temi agak mendongak dan reflek mulutnya sedikit terbuka. Melihat bibir Temi terbuka Rajiv langsung mengulumnya. Lidah masuk dan menyodok - nyodok seluruh kedalaman mulut Temi. Temi yang belum pernah merasakan ciuman yang demikian tak tahu harus bagaimana. Cuma yang dirasakan ada rasa geli yang dirasakan sampai di kemaluannya. Sekilas Temi bingung. Yang dicium dan diobok - obok mulutnya dengan lidah kok kemaluannya ikut - ikutan merasakan gelinya. Merasakan kegelian dimulutnya saja sudah tak karuan, masih ditambah penthilnya diremas - remas Rajiv dengan tangan kanannya. Temi hanya bisa megap - megap karena susah bernapas karena ciuman buas, dan di bagian dadanya gelinya tak tertahankan kerana penthilnya diremas - remas, tak ada gerakkan lain bagi dirinya keculali mengelinjang dan berkelenjotan. Belum lagi yang dirasakan pahanya. Disana ada benda kaku, besar, hangat  menempel dan menggosok - gosok pahanya. Berhenti mencium bibir Temi mulut Rajiv dengan buasnya melorot ke bawah menghisap - hisap kedua puting penthil Temi. Edan geli sekali ! Edan nikmat sekali ! Edan enak sekali ! hanya itu yang bisa terlintas di pikiran Temi. Temi merontak kenikmatan. Wal hasil tak sengaja selangkangannya membuka. Patat Rajiv  berailih dari menindih paha kini jadi berada diantara paha Temi. Kelelakian Rajiv yang sudah sangat kaku, dan dirasakan oleh Rajiv sangat pegal, secara tak sengaja ujungnya menyentuh - nyentuh bibir kemaluan Temi yang membasah. Setiap kali bibir kemaluannya tersentuh oleh ujung kelelakian Rajiv Temi mendesah. Temi sudah tak tahan kemaluannya sudah sangat ingin dimasuki benda yang kaku,  besar, panjang, berurat dan hangat milik Rajiv. Rajiv tahu yag dirasakan Temi, maka dia malah mempermainkannya. Disentuh - sentuhkan ujung tongkatnya di kemaluan Temi. Setiap ujung tongkat Rajiv menyentuh ,Temi mengangkat - angkat pantat dan melebarkan kangkangannya sambil mendesah desah. Desahan memohon untuk segera dimasuki. Maklum sudah dua tahun Temi tak disetubuhi. Yang dirasakan Temi hanya kemaluannya pegal, geli, gatal, dan basah. Ada rasa di dalam kemaluannya meradang ingin rasanya segera digosok - gosok. Temi selintas membayangkan tongkat Rajiv yang begitu. Betapa dahsyatnya. Rajiv terus bermain penthil, dari penthil ke leher, dari leher mulut kembali ke bibir Temi yang terus mendesah. ah ...uh...ah. Rajiv menemukan wanita yang benar - benar membuatnya bernafsu. Tidak seperti wanita - wanita berpengalaman yang sering dibawanya. Temi wanita lugu tapi sangat membangkitkan nafsu. Rajiv lama - lama tak kuat menahan birahinya. Temi yang kangkangannya semakin saja melebar membuat Rajiv dengan mudah meyodokkan kelelakiannya ke kemaluan Temi yang membasah. Kemaluam yang dua tahun tak disenggamai. Dirasakan Rajiv liangnya sangat sempit. Pelahan Rajiv menekankan pantatnya maju. Temi terbeliak matanya menatap Rajiv. Rajiv terus mendorong. Temi Mendesah menggelinjang. Gelinjangan Temi membuat tongkat Rajiv agak terkilir. Rajiv merasakan nikmat dan terus mendorong kelelakiannya dan amblas masuk semua. Saat itu Temi hanya bisa memejamkan mata dan . Aaaaahhhhhhhggggg !...... Rajiv membiarkan tongkatnya di dikedalaman kemaluan Temi. Ia menikmati kedalaman kemaluan Temi. Ada yang berkedut - kedut, ada yang merinding halus. Ada yang seperti menjilati. ada yang hangat - hangat. Ada yang seperti memelintitr  - melintir. Yang seperti itu akan lebih terasa jika Temi tak tahan dan menggeliatkan pantatnya. Sekarang Rajiv bersiap memompa. Kedua tangannya memeluk tubuh Temi. Mulutnya persis di penthilnya Temi. Kakinya tidak lurus dan  sedikit membengkok dan lututnya bertumpu. Sehingga nanti genjotannya kuat dan tongkat bisa melesak masuk ke dalam kemaluan setiap kali pompaan turun. Setelah posisi terbenahi dan siap Rajiv memberi aba - aba kepada Temi : " Temi .... siap ya.....kita bercinta.....ya ....Temi....". Berkata begitu Rajiv mulai memompa. Pantatnya maju mundur. Merasakan tongkat Rajiv mulai bergerak di kemaluannya kaki Temi mengejang, karena menjalarnya  rasa nikmat dari kemaluannya ke seluruh bagian tubuhnya tak terbendung. " Oh....tuan......tuan....tuan....Rajiv....aahhh....tuan !" Temi mendakap tubuh Rajiv kuat - kuat. Semakin lama genjotan Rajiv semakin cepat dan penthil Temi tak luput diserangnya. Temi tak tahan : " tuuu....ahhhhh....tuuuuaaaannnnnnnnn ! Temi orgasme. Temi berkelenjotan tak karuan,  sprei di bagian kaki Temi jadi awut - awutan oleh ulah kaki Temi yang tak berhenti bergerak. Kemaluan Temi tiba - tiba basah sekali. Rajiv mencabut tongkatnya dari kemaluan Temi. Ujung bawah kimononya dilapkan di kemaluan Temi. Kembali tongkat melesak masuk. Terasa sempit. Digenjot cepat. Temi menggelinjang bagai cacing kepanasan. " Oh....tuuuuu.....tuuaaaaaan.....aaaaahhhhh.....lagi......ah.....tuuuuaaaaaaan !" Kaki Temi diangkat melingkar di pinggul Rajiv. Rajiv menjadi tidak leluasa memompa. Rajiv menurunkan kaki temi dan mencopot lagi tongkat dari kemaluan Temi yang kembali sangat basah. Dengan kimononya lagi Rajiv mengusap kemaluan Temi yang merekah merah dan bibir kemaluannya menjadi semakin tebal karena gosokan tongkat Rajiv. Rajiv membalikkan tubuh Temi. Kini Temi tengkurap. Dengan kedua tangannya rajiv sedikit mengangkat pantat Temi. Kaki Temi sedikit di kangkangkan dan tongkat Rajiv sudah tertempel di kemaluan Temi. Rajiv memasukkan tongkat dan memompanya kuat - kuat dan cepat. Rasa nikmat yang tak tertahankan dirasakan Temi. Kepala Temi hanya bisa menggeleng ke kiri kenan dengan cepat dan kadang - kadang mendongak. Tangan kuat - kuat menggenggam bantal dan guling yang ditemukan. Mulutnya menggigit kuat kain sprei. Dirasakan geli luar biasa. Nikmat luar biasa. Pompaan Rajiv bagai larinya kuda liar semakin cepat dan semakin kuat. Rajiv kini merasakan di tongkatmya ada yang mau meledak. Ujung kelelakiannya serasa mengembang mau pecah. Rajiv tak tahan : Temi......Temi.......ayo.....Temi....Tem ....Temiiiiiiiiiiiiiii .....!", Rajiv mendekap tubuh Temi sangat kuat dan menekankan tongkat ke bagian yang paling dalam di kemaluan Temi dan menyentuh sesuatu yang membuat nikmat luar biasa. Kaki Rajiv mengejang kuat. Kepala dibenamkan di pungung Temi. Tangan mendekap Temi kuat - kuat. Semetara itu Temi merasakan kemaluannya menyesak bagai kemasukan benda yang sangat besar. Rasanya kemaluannya tak kuasa menampung benda besar yang luar biasa menikmatkan ini. Temi tak tahan. Didalam kemaluannya terasa dialiri cairan kenthal hangat meleleh memenuhi sentero bagaian dalam kemaluannya, terutama bagian yang terdalam seolah - olah disemprot - semprot cairan kenthal hangat. Temi mendongak mengakat kepalanya sedikit mengangkat punggungnya dan memundurkan pantatnya sehingga tongkat Rajiv sangat dalam masuk dikemaluan dan Temi merasakan ada dibagian paling dalam di kemaluannya yang tersundul dan tertekan dan tak terbayangkan rasanya . : Oh... tuan .....tuuuuuuuuuaaaaaaaaaannn !" Temi orgasme berbarengan dengan keluarnya mani Rajiv yang masih tersisa. Keduanya berkelenjotan dan ahkirnya lunglai terhempas. Suasana jadi sepi dan mereka tertidur dalam kepuasan yang tak terhingga.

                                                              bersambung kebagian kesebelas ......

    
    

Senin, 23 Mei 2011

Anggungan Perkutut

cerita dewasa edohaput

Anggungan Perkutut

                                                                                                                      edohaput

Bagian kesembilan

     Tepat tanggal 30 April 2011, Pak Tuman, Tiong, Mursinu dan Samidi memenuhi panggilan polisi. Hari masih pagi. Belum jam sembilan. Pak Tuman, Tiong. Mursinu dan Samidi diambil sidik jarinya oleh polisi. Sidik jari mereka akan dicocokkan dengan sidik jari yang tertinggal di mayat Partini yang saat ini masih ada di loker es di rumah sakit. Setelah cukup di kantor polisi mereka digiring ke rumah sakit untuk diambil sample spermanya. Yang nanti juga akan dicocokkan dengan sperma yang tertinggal di kemaluan Partini. Hari itu setelah selesai berurusan dengan polisi mereka diperbolehkan pulang. Tak satu orang pun yang ditahan. Termasuk juga Darman, hari itu dibebaskan juga dari tahanan polisi.
     Tanggal 1 Mei 2011, harinya Minggu jamnya masih pagi,  mayat Partini oleh pihak polisi dan rumah sakit diantar ke ke dusun untuk dimakamkan. Prosesi pemakaman Partini membuat haru warga dusun. Mereka pada menangisi Partini yang diusung dengan kerenda dari rumahnya menuju kuburan dusun. Partini gadis lugu. Partini gadis ayu. Partini yang supel, sopan dan bertabiat baik. Partini yang diinginkan oleh para pemuda desa untuk dinikahi. Mengapa begitu cepat meninggalkan dunia. Dan kematiannya diliputi misteri.
     Hari itu Darman, Mursinu, Samidi dan pemuda - pemuda dusun disibukkan oleh prosesi pemakan Partini. Mereka pulalah yang mengusung jenasah dari rumah duka ke kuburan. Warga masih terus bertanya - tanya. Siapa orang yang tega membunuh Partini. Siapa orang itu, yang malam itu tega menyetubuhi Partini dan membunuhnya. Darman, Tiong, Samidi, Mursinu dan pak Tuman masih menjadi pembicaraan warga. Dari kelima orang itu siapa yang sebenarnya pembunuh Partini. Tetapi mengapa tak ada satu pun dari mereka yang ditahan polisi.
     Tanggal 3 Mei 2011, harinya selasa polisi kembali datang ke dusun. Para tokoh masyarakat, para pemuda, kepala dusun, pak lurah, tak ketinggalan Darman, Samidi, Mursinu, pak Tuman dan Tiong dikumpulkan oleh polisi di Balai Desa. Polisi mengumumkan bahwa Darman, Samidi, Mursinu, Tiong dan pak Tuman tidak ada yang terbukti membunuh Partini. Setelah polisi dan dokter menganalisa temuan, sidik jari mereka tidak cocok dengan sidik jari orang yang tertinggal di tubuh mayat Partini. Begitu juga sperma mereka tidak ada yang cocok dengan sperma orang yang tertinggal di kemaluan Partini. Hari itu nama baik pak Tuman, Mursinu, Samidi dan Tiong direhabilitasi setelah nama - nama mereka sempat menjadi gunjingan karena dipanggil polisi. Lebih - lebih nama baik Darman yang sempat ditahan polisi selama lima hari. Hari itu juga polisi mengumumkan hasil analisa dan diagnosa dokter bahwa kematian Partini bukan karena racun. Bukan karena dicekik. Dan bukan karena disetubuhi. Di tubuh Partini tidak ditemukan tindak kekerasan. Dokter dan polisi belum bisa menyimpulkan. Hanya saja diketahui oleh dokter bahwa Partini sedang dalam keadaan hamil dua bulan.
     Sejak hari itu misteri meninggalnya Partini hanya sebatas menjadi pembicaraan warga. Mereka hanya bisa bertanya - tanya siapa yang menghamili Partini. Mengapa Partini meninggal. Siapa yang malam itu,  tanggal 24 April 2011 malam menyetubuhi Partini. Seiring dengan berjalannya waktu maka ahkirnya cerita tentang Partini tenggelam juga. Apalagi sejak Partini meninggal mbok Sargini dibawa Tiong ke kota untuk dijadikan pembantu rumah tangga di keluarganya. Mbok Sargini tidak benar - benar dijadikan pembantu oleh Tiong. Karena pekerjaan yang dilakukan mbok Sargini hanya melayani keperluan sehari - hari Tiong dan yang paling utama adalah melayani Tiong di tempat tidur. Tiong menjadi betah menjalani masa lajangnya karena kebutuhan biologisnya terpenuhi dengan mbok Sargini. Sejak Partini meninggal babah Ong omnya Tiong dan suami tidak sahnya mbok Sargini yang juga telah berketurunan Partini  tak lagi mensubsidi kebutuhan mbok Sargini. Apalagi babah Ong kini tahu kalau mbok Sargini telah berada di rumah Tiong keponakaannya itu.
    
***
    
     Enam bulan sejak kematian Partini, tepatnya hari itu adalah hari Minggu tanggal 13 November 2011 waktu matahari masih berada di ufuk timur, ketika para warga yang berprofesi sebagai petani sedang pada mulai berangkat ke sawah, mereka dikagetkan oleh suara tangis dan ribut - ribut dari arah rumah pak Sukirban. Orang - orang pada mengurungkan pergi ke sawah dan bergegas membelokkan arah jalannya menuju suara tangis dan ribut - ribut di rumah pak Sukirban.
     Di rumah pak Sukirban, warga melihat pemandangan yang memilukan. Surinah meninggal dunia. Jasat Surinah tertelungkup di ranjang  di dalam kamarnya dengan tak sehelai benangpun menutupi tubuhnya. Tangan Surinah berada di bawah dadanya. Sehingga dua buah dadanya yang besar menekan kedua tangannya. Menyebabkan payudara itu menyembul kesamping kiri kanan dada Surinah. Pantatnya yang besar padat dan sintal tampak lebih menonjol dibandingkan dengan punggungnya. Karena kaki Surinah agak membuka, maka kemaluan Surinah dapat dengan jelas terlihat. Kemaluan itu sudah banyak ditumbuhi rambut yang cukup lebat. Dan sekitar kemaluan Surinah ada cairan yang menempel di sprei. Bekas cairan itu masih sangat jelas terlihat. Bahkan seandainya diraba pasti masih basah. Bibir kemaluan Surinah yang sedikit membuka juga masih dapat dilihat dengan jelas kalau di situ masih ada lelehan cairan kental dan putih mirip ingus.
     Kepala dusun yang sudah memiliki pengalaman pada saat Partini dulu ditemukan meninggal di kamarnya, melarang warga untuk mendekat dan memegang jasad Surinah. Begitu juga kepada keluarganya kepala dusun juga tak memperbolehkan menyentuh jasad Surinah. Kepala dusun segera memasang tali di sekitar kamar Surinah dan melarang warga mendekati tali rafia itu.
      Baru kira - kira jam sembilan polisi bisa datang di rumah pak Sukirban. Para polisi segera mengolah tekape. Selama dua jam lebih polisi berada di rumah pak Sukirban untuk mengolah tekape. Sekitar tengah hari jasad Surinah dibawa polisi dengan mobil ambulan rumah sakit menuju kota untuk diadakan penyelidikan lebih lanjut terhadap sebab - sebab kematiannya.
     Surinah anak dari pasangan pak Sukirban dengan mak Temi. Usia Surinah belum mencapai delapan belas tahun. Tepatnya umur Surinah baru tujuh belas tahun lebih beberapa bulan. Seandainya  meneruskan sekolah Surinah baru duduk dibangku kelas sepuluh atau kelas satu es el tea. Tapi karena memang pak Sukirban ini hanya buruh tani yang tak memiliki lahan, maka tak akan mampu menyekolahkan Surinah ke jenjang es el tea di kota. Surinah anak kedua dari pasangan pak Sukirban dan mak Temi. Anak pak Sukirban dan mak Temi  yang pertama laki - laki, sudah berkeluarga. Dan tidak lagi tinggal bersama  pak Sukirban.
     Sepeninggal Partini julukan kembang dusun di dusun itu beralih ke Surinah. Surinah memang cantik dan manis. Secara umum memang tak secantik Partini, tetapi Surinah memiliki sedikit kelebihan dibanding Partini yaitu dada Surinah lebih besar, lebih montok dan pantatnya lebih gempal.  Seperti halnya dulu ketika Partini masih hidup, Surinah juga banyak diimpikan oleh para pemuda dusun, bahkan juga para pemuda desa. Roman muka Surinah mirip sekali dengan wajah gadis India. Hidung mancung, bibir tidak tebal tidak juga tipis cenderung sebagai bibir yang sensual. Surinah memiliki mata yang lebar. Beralis tebal. Bulu mata lentik dan lebat. Kulit Surinah hitam manis. Kulit yang bersih. Surinah pandai merawat diri. Mulai dari rambutnya yang lebat hitam legam selalu dirawatnya dengan ramuan tradisional yang disediakan maknya. Walaupun hitam tetapi kulit Surinah bersih. Di tangan, di kaki dan bahkan seluruh tubuh gadis ini ditumbuhi bulu halus. Di bagian - bagian tubuh yang disitu memang banyak tumbuh rambut, tumbuh lebih lebat dibanding di tubuh gadis dusun pada umumnya.
     Banyak orang mengatakan bahwa Surinah bukan anak pak Sukirban. Surinah sama sekali tidak mirip pak Sukirban. Tubuh pak Sukirban yang pendek berbeda sekali dengan postur Surinah yang tinggi semampai. Pak Sukirban berhidung cenderung pesek, hidung Surinah mancung dan panjang. Dan di dusun itu tak ada gadis yang memiliki wajah seperti wajah Surinah. Seperti halnya ketika Partini masih hidup, nampak sekali kalau Partini ini keturunan babah Ong. Cantik, kulitnya putih, mata bulat dengan sudut mata yang menyipit. Partini berbeda dengan gadis dusun pada umumnya. Demikian juga Surinah ia tidak memiliki wajah seperti gadis - gadis di dusunnya. Ada perbedaan yang sangat menonjol. Bila sedang ada kumpul - kumpul remaja di dusun, Surinah maupun Partini tampak sebagai mutiara diantara batu - batu kerikil.
     Memang benar Surinah bukan anak pak Sukirban. Ia ada di dunia ini  karena  hasil hubungan gelap mak Temi dengan anak laki - laki majikannya. Majikan mak Temi adalah seorang warga negara Malaysia keturunan India. Ketika itu mak Temi yang tergiur oleh upah tinggi, ikut - ikut melamar sebagai te ka we ke Malaysia. Upah kerja setahun di kampungnya, dapat dia peroleh hanya dalam waktu sebulan kalau ia sebagai pe er te di negara Malaysia. Lamaran mak Temi diterima. Mak Temi bekerja di Malaysia dengan meninggalkan pak Sukirban dan anak laki - lakinya yang waktu itu masih kecil. Sejak mak Temi bekerja di Malaysia kehidupan pak Sukirban menjadi lebih baik. Setiap setengah tahun pak Sukirban mendapat kiriman uang dari mak Temi lebih dari cukup. Sehingga bisa memperbaiki rumah yang dulunya rumah bambu diubah menjadi rumah bata. Binatang piaraan yang berupa kambing beralih menjadi sapi. Sepeda onthel berubah menjadi sepeda motor. Pak Sukirban menjadi lebih banyak tersenyum dari pada memberengutnya.
     Majikan mak Temi orang yang sangat kaya. Memilki banyak toko di berbagai tempat di Malaysia. Di keluarga majikannya pembantu rumah tangga yang ada tidak hanya dia. Ada sepuluh pe er te di keluarga majikannya. Ada perempuan Pilipana, ada perempuan Thailand, ada permpuan India. Dan perempuan India terbanyak sebagai pe er te di keluarga majikan mak Temi. Mak Temi satu - satunya orang Indonesia di keluarga itu. Mak Temi diperkerjakan di sebuah rumah besar di Kuala Lumpur. Rumah besar itu merupakan tempat dimana sering diadakan acara - acara keluarga majikannya. Tetapi untuk kesehariannya rumah besar itu sering kosong. Hanya sesekali dan kadang - kadang anak majikannya menggunakannya untuk acara kumpul - kumpul dengan kawan - kawan remajanya. Kebersihan dan keterawatan rumah besar itu menjadi tanggung jawab mak Temi. Pekerjaan mak Temi di rumah besar itu sebenarnya ringan. Kesehariannya selagi tidak ada acara pertemuan keluarga atau meeting pengusaha yang diadakan majikannya, pekerjaan mak Temi hampir tidak ada. Ia banyak kesepian. Yang dilakukannya hanya makan, tidur, nonton teve atau melamun merindukan anak dan suaminya.
     Satu malam mak Temi dibangunkan suara dering bel pintu. Anak majikannya datang bersama dengan seorang gadis chines. Gadis itu cantik sekali. Pakaian yang dikenakannya serba minim. Kulit gadis chines ini putih bersih sangat kontras dengan kulit majikannya yang cenderung hitam. Setelah mereka minta disediakan ini dan itu kepada mak Temi mereka duduk - duduk di sofa besar di depan pesawat teve yang juga kelewat besar. Pesawat teve empat belas inchi saja mak Temi belum pernah punya. Lho kok ini pesawat teve selebar daun meja makan. Malam itu mak Temi tidak bisa santai. Sambil tiduran kupingnya dipasang siaga. kalau - kalau  najikannya memanggil. Mata tak berani terpejam. Ia menyiagakan diri untuk disuruh - suruh.
     Suasana sepi. Hanya ada suara teve yang pelan dan bahasanya tak dipahami mak Temi. Mak Temi mencoba melongok ke ruang tengah dimana majikannya berada. Betapa kagetnya mak Temi begitu matanya melihat adegan yang di pesawat teve. Adegan yang sangat asing di mata mak Temi. Seorang perempuan lagi mengulum penis seorang laki - laki. Dan lebih kaget lagi setelah pandangan mata mak Temi tertumbuk dengan adegan yang ada di sofa. Pantat Majikannya sedang bergerak maju mundur di sela kedua paha gadis chines itu. Mak Temi tak berani berlama - lama melongok. Takut majikannya mengetahuinya. Dengan langkah hati - hati mak Temi masuk kamar dan menutup pintu kamar dengan sangat hati - hati takut mengganggu majikannya yang diketahui oleh mak Temi sedang bersetubuh.
     Satu malam yang lain majikannya datang ke rumah besar bersama dengan seorang gadis India. Gadis ini cantik sekali menurut ukuran mak Temi. Mengenakan kain sari khas India. Seperti tempo malam yang lalu ketika bersama gadis Chines, majikannya mengajak gadis India ini di ruang tengah. Ruangan yang luas dengan sofa - sofa besar. Setelah majikannya minta ini, minta itu, suruh ini, suruh itu, mak Temi kembali ke dapur dan tidur di ranjang di dekat dapur. Mak Temi tetap siaga menunggu untuk disuruh - suruh. Tetapi tidak ada lagi panggilan. Mak Temi mencoba melongok ke ruang tengah dimana majikannya berada. Mak Temi terkesma oleh pemandangan yang dilihatnya. Gadis India itu telah bertelanjang bulat dan sedang mengulum penis majikannya. Tidak lama kemudian gadis India itu dibaringkan oleh majikannya. Majikannya kemudian menindihnya dan memasukkan penisnya di vagina gadis India itu. Mak Temi tak tahan melihat adegan itu.
     Begitu juga dengan malam - malam yang lain selanjutnya, majikannya selalu datang di rumah besar dengan seorang perempuan. Tetapi yang paling sering bersama majikannya adalah gadis India yang cantik itu. Karena seringnya datang di rumah besar,  mak Temi jadi akrab dengan gadis India itu. Tak jarang mak Temi mendapat lembaran - lembaran ringgit dari gadis India itu. Belakangan diketahui oleh mak Temi gadis India yang bernama Malini itu adalah pacar majikannya. Satu saat mak Temi ditanya oleh Malini apakah pernah majikannya datang kerumah besar bersama dengan perempuan lain. Mak Temi tak bisa berbuat lain selain berbohong. Mak Temi telah mengingkari dengan apa yang dilihatnya. Perempuan yang datang bersama dengan majikannya dan bersetubuh dengan majikannya sudah tak terhitung. Semua perempuan yang datang bersama majikannya di rumah besar adalah wanita - wanita yang muda, cantik dan sexsi. Satu saat majikannya datang bersama seorang perempuan yang masih sangat muda. Gadis Malaysia asli. Mak Temi memperkirakan gadis ini baru lulus esempe. Masih nampak kekanan - kanakannya. Ketika disetubuhi majikannya gadis yang satu ini paling keras mendesahnya. Kadang - kadang menjerit. Dan kadang - kadang mengerang. Mak Temi yang hanya mendengar dari dari dapur jadi kepingin melongok juga ke ruang tengah. Apa yang dilakukan majikannya sehingga gadis yang disetubuhi itu mendesah - desah, mengerang dan menjerit. Betapa kagetnya mak Temi setelah dapat melihat pemandangan yang ada di ruang tengah itu. Majikannya sedang menyetubuhi anus gadis itu. Gadis itu menungging di sofa dan majikannya berdiri dan tongkatnya menusuk anus gadis itu. Pantat gadis itu ditekan kuat oleh majikannya dan semakin lama pompaan tongkat majikannya di anus gadis itu semakin cepat. Dan gadis itu mendesah - desah. Tanganya mencengkaram pinggiran sofa, dan rambutnya yang tergerai bergoyang - goyang seirama dengan kepalanya yang menggelleng ke kiri ke kanan. Dan pemandangan yang luar biasa itu oleh mak Temi disaksikannya lebih lama dari pada ketika ia melihat adegan - adegan sebelumnya. Dan erangan majikannya yang paling keras saat kenikmatannya dipuncak yang didengar mak Temi adalah ketika bersama dengan gadis ini. Satu hal yang aneh dirasakan mak Temi. Mengapa ia sangat terangsang menyaksikan adegan majikannya dengan gadis belia ini. Pemandangan - pemandangan sebelumnya tak sebegitu merangsang keinginannya disetubuhi laki - laki. Tetapi sekali ini tiba - tiba jantungnya jadi berdegup keras. Dan yang paling merangsang mak Temi adalah ketika majikannya orgasme. Tubuh manjikannya mengejang, kedua kakinya bergetar, tangannya mencekeram pantat gadis itu, dan erangannya keras tak terkontrol. Mak Temi menduga majikannya pasti mengalami kenikmatan yang luar biasa. Mak temi jadi ingat suaminya ketika orgasme. Paling - paling ia hanya menekan tongkatnya kuat - kuat di pepek dan hanya ah uh. Dan mak Temi menduga - duga apa yang dirasakan gadis itu. Enak ? atau Sakitkah ? atau nikmat sekali kah ? Mak Temi bingung. Kebingungannya dibawanya ke kamar mandi di sudut rumah bagian belakang. Mak Temi tak ingin diketahui majikannya apa yang akan dilakukannya di kamar mandi malam itu. Setelah di dalam kamar mandi mak Temi melucuti pakaiannya sendiri. Kemudian mengambil poisisi berjongkok setelah telapak tangannya dilumuri sambun cair.
Tangannya mulai mengelus anusnya dengan sambun cair. Ada rasa geli nikmat. Kemudian jari menekan - nekan anus. Enak. Mak Temi semakin berani jarinya dimasukkan ke anus. Geli. Mula - mula satu jari kemudian dua jari dan digerakkan maju mundur pelahan - lahan. Nikmat. Kedua jarinya licin keluar masuk di anus. Mak Temi bersangka kira - kira seperti ini yang dirasakan gadis itu ketika kemaluan majikannya masuk di anusnya. Geli. Nikmat. Ahkirnya mak Temi tak tahan. Karena ada rasa yang pegal, gatal, geli di kemaluannya. Mak Temi kemudian berdiri, kakinya kangkang dengan tangan satu bertumpu di dinding kamar mandi, tangan yang lain di kemaluannya. Dua jarinya langsung masuk ke lubang kemaluannya. Disodokan ke dalam. Di dalam kemaluannya di kilik - kilikan dan dicari - cari dengan jarinya dimana di dalam kemaluannya yang paling enak disentuh dan dikilik. Mak Temi menemukannya. Dan secara lebih cepat mak Temi mengilik bagian yang enak itu. Jarinya terus keluar masuk dan ketika sampai di bagian yang paling enak di situ berlama - lama. Makin lama makin cepat mak Temi mengilik. Semakin cepat ....semaki cepat...semakin cepat  dan tak terasa kemaluannya menjepit kedua jarinya dan pantat mak Temi menekan maju, kaki bergetar, payudaranya mengencang, puting penthilnya kaku, dan mak Temi mendongak kemudian mengerang ...saat itu ..tidak ada rasa lain selainnya kenikmatan di kemaluannya. Mak Temi menghentikan kegiatan jarinya setelah ia tak lagi kuat merasakan kegelian di kemaluannya. Kemaluan mak Temi membasah. Cairan kenikmatan mengalir keluar membasahi pahanya. Sepanjang hidupnya baru sekali itu mak Temi bermaturbasi.

                                                                  bersambung kebagian kesepuluh ........








    


    
   

Sabtu, 21 Mei 2011

Anggungan Perkutut

cerita dewasa edohaput

Anggungan Perkutut 

                                                                                                                   edohaput

Bagian kedelapan 

     Mbok Sargini mendapati Darman berdiri di depan pintu kamar mandi rumahnya. " Lho kamu ta, Man ?", tanya mbok Sargini. " Ada tamu pak Tuman ya, mbok ?", Darman balik bertanya pura - pura tidak tahu atas kejadian yang baru saja disaksikannya. " Iya ini sedang tak carikan gula untuk bikin minum malah tergesa - gesa pulang ", jawab mbok Sargini. Dalam hati Darman menyalahkan mbok Sargini. Kenapa Partini ditinggal berlama - lama bersama pak Tuman. Untung Partini masih bisa menyadari. Kalau tidak keperawanannya hilang dinikmati pak Tuman. " Tumben ta mbok, di rumah tak ada gula. Lha tadi siang simbok kan suruhan saya ke pasar beli gula tiga kilo ta ? Dan gula itu belum dibawa ke warung ta, mbok ? ".  Mendengar kata - kata Darman begitu mbok Sargini hanya diam. Ia meninggalkan Partini bukan untuk mengambil gula ke warung. Itu hanya pura - pura. Yang benar adalah memang sengaja Partini ditinggalkan berdua dengan pak Tuman. Mbok Sargini memang memberi kesempatan kepada pak Tuman agar bisa leluasa merayu Partini. " Wis, Man. Aku ngantuk dan capai seharian di warung aku mau tidur ", kata mbok Sargini dan terus ngeloyor masuk kamarnya. Begitu masuk kamar kebiasaan mbok Sargini tak lagi - lagi keluar. Pulas tertidur karena kecapaian.
     Darman masih berdiri di depan kamar mandi dimana Partini di dalamnya sedang membersihkan sperma pak Tuman yang membasahi bajunya, dadanya dan tangannya. " Par, jangan lama - lama di kamar mandi ini sudah malam. Nanti kedinginan. Napa ta  Par ? Mandi ya ?", tanya Darman dari luar kamar mandi. " Simbok tadi masuk kamar ya, kang ", tanya Partini dari dalam kamar mandi. " Ya, tidur ! Tu ...malah sekarang dah ngorok ! Wis yo gek keluar dari kamar mandi !", pinta Darman. " Tolong ambilkan anduk, kang ! Itu digantungan !", pinta Partini. Darman mengambil anduk. Membuka sedikit pintu kamar mandi. Dan tangannya mengulurkan anduk ke Partini lewat celah pintu yang sedikit terbuka. " Masuk saja, kang ! Aku sedang sabunan !", pinta Partini. " Dak  ! Ini .... cepat .... diterima !", jawab Darman sambil menggoyang - goyangkan handuk. Partini dengan cepat menarik tangan Darman. Darman menabrak pintu kamar mandi dan tak urung jadi sempoyongan masuk kamar mandi. Darman mendapati Partini telanjang bulat. Partini mengguyurkan air di badannya. Darman melempar handuk ke tubuh Partini dan mau keluar. Dengan cepat Partini menggamit tangan Darman dan menariknya sehingga Darman menubruk Partini. " Kamu itu jangan edan ta, Par !" bentak Darman sambil melotot. Partini tahu Darman tak pernah memarahinya. Tak pernah benar - benar membentaknya. " Kang baru saja aku mau ditiduri oleh pak Tuman. Pepekku  diobok - obok, kang. Kang Darman tahu ta kalau tangan pak Tuman itu besar dan jari - jarinya panjang ? Jarinya masuk sampai dalam sekali , Kang. Trus digerak - gerakkan di dalam pepekku. Perih lho, kang ", Partini menceriterakan yang baru saja dialaminya. Darman diam saja karena apa yang diceriterakan Partini diketahuinya. " Wis ....wis ....dak usah cerita ini andukan !" Darman menempelkan handuk di tubuh Partini yang telanjang. " Kang, sekarang aku dipeluk, kang. Trus pepekku dielus - elus ya, kang. Kalau yang ngelus - elus kang Darman dan yang masuk ke pepekku jari kang Darman enak sekali lho, kang ", berkata begitu sambil Partini menempelkan tubuh telanjangnya ke Darman. " Lho piye ta, Par ! Ini nanti bajuku jadi basah. Wis ayo cepat ke kamar, ganti baju !" Darman melototi Partini. Yang dipelototi malah semakin manja. " Tapi kang Darman ikut ke kamar ya, kang !", Kata Partini manja dan sambil menyelimuti tubuh bagian bawahnya dengan handuk. Keluar dari kamar mandi diikuti Darman. Sampai di depan pintu kamar, Darman mendorong Partini agar segera masuk kamar. Kemudian dari luar kamar ia menutup pintu. " Lho kang Darman kok dak ikut masuk !", kata Partini sambil membuka lagi pintu kamar dan melihat Darman masih di depan pintu. " Kalau kang Darman dak mau masuk kamar aku ke kamar mandi lagi lho, kang !", Partini mengancam sambil matanya memelas memohon Darman masuk ke kamarnya. Kalau sudah begitu Darman kalah. Ahkirnya menuruti. Darman masuk kamar. Partini menutup pintu kamar rapat - rapat dan menuju ranjang, membuang handuknya dan rebah terlentang dengan kaki kangkang. Kemalauannya dilihat Darman membuka. Buah dadanya kencang menantang. Perutnya rata berkulit bersih di dekat pusar ada tahi lalat kecil. " Ayo kang, tiduri aku ", kata Partini yang diucapkan dengan nada memelas. Darman masih tetap berdiri terpaku di pinggir ranjang sambil mengamati Partini yang telanjang  dan kakinya ngangkang. " Ayo ta, kang. Sarung kang Darman dilepas ", kata Partini sambil terus menatap Darman yang bingung. " Kang ....ayo...ta...kang. Tiduri aku, kang ", kata - kata Partini semakin memelas. Darman duduk di tepi ranjang dan matanya menatap mata Partini. " Kang, ..... kang Darman itu ngerti dak ta kalau ....ka...lau ...aku itu sayang banget sama kang Darman ", kalimat Partini yang ini diucapkan lirih, tetapi ditelinga Darman bagai petir menyambar. Dan kalimat itu menusuk relung kalbunya. Darman jadi semakin membisu. Ditatapnya dalam - dalam mata Partini. Darman tidak tahu mengapa tiba - tiba di kedua sudut mata Partini mengalir air mata. Partini menangis yang hanya diwujudkan dengan lelehan air mata. Darman benar - benar tidak mengerti ada perasaan apa di hati Partini. Ada mengalir rasa iba terhadap Partini. Darman menghapus air mata Partini dengan tangannya. Ditarikanya tubuh Partini, sehingga Partini terduduk dan dipeluknya tubuh telanjang Partini dengan rasa iba yang penuh sayang. Diciumnya pipi Partini dengan penuh sayang. Dan di pipi itu ada cair hangat yang dirasakan Darman. Dengan lembut dan lirih Darman mebisikkan kalimat di telanga Partini : " Partini .....aku sangat mencintaimu....Par...". Mendengar kalimat Darman yang diucapkan dengan lirih dan berbisik di telinganya, Partini merasakan ada kesyahduan di hatinya. Dan seluruh tubuhnya seakan dijalari ketenangan dan ketentraman di pelukan Darman. Partini memeluk Darman seekan tak akan dilepaskannya. Air mata Partini semakin deras mengalir. Tetapi tak ada isakan di mulutnya. Partini sangat damai dan berbahagia di pelukan Darman. Partini mendongakkan wajah persis di depan wajah Darman dan mulutnya meluncurkan kalimat - kalimat yang mengagetkan dan sekaligus membuat Darman sangat iba dan trenyuh. " Kang ..... aku sangat iklas ....kalau yang pertama kali meniduri aku adalah kang Darman. Aku sangat takut dengan kejadian  ahkir - ahkir ini, kang. Rupanya simbok selalu mengumpankan aku pada orang - orang kaya itu. Mas Mursinu....pak Tuman .... koh Tiong ... seekan simbok membiarkan aku untuk dipermainkannya, kang. Malah kemarin sore kang Samidi datang ke warung. Warung sepi. Aku melihat kang Samidi memberikan sesuatu pada simbok. Simbok terus pergi. Katanya mau pulang ke rumah mengambil sayuran. Kang Samidi yang tadinya sedang minum teh, menyusul aku yang sedang mencuci piring di dapur warung. Tiba - tiba kang Samidi memeluk aku dari belakang. Terus meciumi pipiku. Aku meronta, kang. Tapi pelukkannya kang Samidi kuat sekali. Tanganya kanannya dengan paksa merogoh - rogoh masuk di dasterku, kang. Meremas - remas penthilku. Tangannya terus gerayangan kemana - mana. Dan ahkirnya berhenti di pepekku. Disitu terus dengan kasarnya mengobok - obok pepekku. Celana dalamku ditarik - tarik sampai sobek, kang. Terus kang Samidi mengeluarkan kemaluannya dan ditusuk - tusukkan ke pepekku, kang. Untung celana dalamku tak lepas. Dan pahaku aku rapatkan. Kemaluan kang Samidi terimpit pahaku, kang. Dan maninya kang Samidi keluar setelah agak lama thitthit kang Samidi menyodok - nyodok pahaku  " . Partini diam sejenak menatap mata Darman. " Aku ini siapa ta, kang. Nasibku kok kayak begini ". Air mata Partini tak berhenti mengalir dari kedua matanya yang indah. Darman mengusap air mata Partini dengan penuh iba. Kemudian menciumi wajah Partini. Bibir Darman ahkirnya menyentuh bibir Partini yang setengah terbuka. Dirasakan oleh Darman bibir Partini hangat basah dan lunak. Darman meneruskan mencium bibir Partini. Partini membalas ciuman cinta kasih Darman dengan penuh perasaan cinta pula. Disela - sela berciuman Partini terus meminta : " Tiduri aku, kang......aku iklas....tiduri aku, kang ...... perawanku untukmu, kang. Ayo ta, kang ..... tiduri aku......". Tangan Partini masuk ke sarung Darman dan menemukan benda hangat, kaku, dan mencuat. Tangan Partini menarik sarung Darman dan lepas melorot. Darman tinggal mengenakan celana dalam. Tangan Partini mengeluar mengeluarkan thitthit Darman dari celah celana dalam. Sambil terus memeluk Darman Partini rebah, sehingga tubuh Darman menindih tubuh Partini. Tangan Partini terus memainkan thitthit Darman yang sudah mencuat dari celana dalam. Partini merubah - rubah posisi rebahnya, sehingga ahkirnya pinggul Darman berada di antara paha Partini yang mengangkang dengan lututnya ditekuk ke atas dan menjepit pinggul dan pantat Darman. " Ayo, kang .....masukkan ..... ayo kang .... " , pinta Partini sambil mengangkat - angkat pantatnya sehingga berulang kali ujung penis Darman menyentuh - nyentuh bibir kemaluan Partini yang dirasakan oleh Darman lembut, basah, dan hangat. " Kamu akan jadi isteriku, Par. Besuk akan kumasuki setelah kita nikah ". Kata Darman sambil terus menciumi pipi dan bibir Partini. Darman merubah posisi agak melorot menjauhkan tongkatnya yang sangat kaku dari pepek Partini yang sudah siap terbuka dimasukki. Kini tangan Darman meremas penthil Partini dan terus turun ahkirnya berhenti di selangkangan Partini yang disana ada kemaluan Partini yang bibirnya terbuka dan basah. Darman memasukkan jarinya di pepek Partini. Mulutnya terus menciumi Partini. Jarinya terus maju mundur semakin lama semakin dipercepat seirama dengan geliatan Partini. Setiap Partini mengangkat - angkat pantat jari Darman semakin masuk ke liang kemaluan. Partini merasakan kenikmatan di pepeknya. Kepala jadi tergeleng ke kiri - ke  kanan, sehingga Darman tak lagi bisa mencium bibir Partini. Ahkirnya mulut Darman pindah ke penthil ranum dan kenyal. Partini merasakan kegelian nikmat penthinya. Sementara di pepeknya jari Darman dirasakan sangat nikmat. Partini merasakan pinggulnya kaku, penthilnya mengejang, lubang pepeknya menjepit jari Darman kuat - kuat dan yang dirasakannya hanya melayang dan ahkirnya semua rasa bertumpu di kemaluannya, kedua kakinya berkelenjotan, tangannya menjambak rambut Darman,  kepalanya tak berhenti bergerak menoleh ke kiri ke kanan dengan cepat kemudian desahan dan erangannya  tak tertahankan : " Kang ......kang .......kang Darman .......aaaaahhhhhh....kaaaaaaang !" Habis begitu Partini lemas terkulai dengan mata terpejam. Darman menarik jarinya dari lubang pepek Partini yang sangat basah. Kemudian Darman memegang tongkatnya sendiri dan mengocoknya. Partini yang membuka mata dan melihat Darman mengocok thithitnya yang sangat kaku segera bangkit dan memegang kelelakian Darman yang keras kaku menghangat dan memerah. Darman merasakan sangat pegal di kemaluannya. Tangan Partini yang halus lembut dirasakannya sungguh nikmat. Tangan Partini meremas lembut dan bergerak maju mundur. Darman tak bisa menahan rasa luar biasa nikmat di kelelakiannya. Dipeluknya Partini kuat - kuat dan diciumnya bibir Partini. Pinggul Darman kejang. Mata terbeliak menatap Partini dengan sorot penuh kenikmatan cinta. Partini membalas tatapan Darman sambil tersenyum cantik sekali dan di sudut matanya kembali mengalir air mata haru dan cinta menyaksikan kekasihnya yang akan segera sampai di puncak rasa. Dan dari mulut Partini keluar ucapan yang penuh kasih sayang : " Kang ...... kang ..... kang Darman ....". Darman tak kuat menahan : " Par.....Paaaaarrrr ..... Paaaarrrrttinniiiiiiiiii ........." . Darman memeluk tubuh telanjang Partini. Partini merasakan di genggaman tangannya kelelakian Darman berkedut - kedut dan di tangannya terasa ada meleleh cairan hangat, kental dan licin. Sesaat kemudian Darman lemas, ambruk dan rebah memeluk Partini. Suasana jadi sunyi. Yang terdengar hanya dengkuran dari kamar mbok Sargini.

                                                       bersambung kebagian kesembilan ........

Rabu, 18 Mei 2011

Anggungan Perkutut

Anggungan Perkutut 

                                                                                                                              edohaput 

Bagian ketujuh 

     Mendengar cerita Darman begitu polisi hanya bisa tersenyum. Para polisi yang ada di ruangan itu pada tak bisa menahan miliknya yang ikut menggeliat. Polisi - polisi yang ada di situ menjadi salah tingkah. Pantatnya sering membetulkan posisi duduknya. Bahkan ada yang terang - terang berdiri dari duduk dan membetulkan letak miliknya yang di dalam celana karena terasa terhimpit. Apa lagi pada umumnya celana polisi umumnya ketat. Satu - satunya  polisi  wanita sebagai pencatat yang ada di situ ikut menginterogasi Darman tampak sering tersipu dan mukanya memerah malu. Tetapi tak urung pahanya juga sering dirapatkan. Dihimpitkan. Karena terasa akan ada  yang mau membasahi celana dalamnya. Dan terasa ada sesuatu yang membuat miliknya terasa gatal - gatal geli serasa mau pipis. 
     " Yang belum kau ceritakan cuma tinggal satu orang, Darman. Sekarang teruskan dengan pak Tuman. Ada peristiwa apa pak Tuman dengan Partini ", kata polisi sambil lagi - lagi menyuruh Darman merokok. " Terima kasih rokoknya, pak ", kata Darman sambil menyulut rokok mahal lagi. Darman sangat menikmati rokok pemberian polisi.
     " Pak Tuman itu duda kaya dan dermawan sekali, pak ", Darman mulai bercerita. " Siapa yang kesusahan ditolongnya. Anak - anak yang sudah kehilangan bapak atau ibunya atau kehilangan dua - duanya mendapat perhatian utama dari pak Tuman. Pokoknya pak Tuman itu pemberi, penolong, dan orang yang dihormati di dusun, pak ", Darman semangat sekali menceritakan tentang pak Tuman ini.
     Pak Tuman juga langganan nasi pecelnya mbok Sargini. Karena memang di rumah tidak ada yang menyediakan makanan hariannya, maka pak Tuman menjadi langganan tetap mbok Sargini. Jika pak Tuman bosan dengan nasi pecel, mbok Sargini terpaksa harus memasakkan yang lain khusus untuk pak Tuman. Makan, minum sehari - harinya pak Tuman di warung mbok Sargini, tidak apabila pak Tuman sedang mempunyai pekerjaan di kota. Anak - anak pak Tuman sudah pada berkeluarga dan berkecukupan. Anak - anaknya ingin sekali bapaknya ikut dikeluarganya. Tapi pak Tuman tak pernah mau. Selama ia masih sanggup bekerja cari duit mengapa harus ikut anaknya. Ditinggal isterinya sudah dua tahun lamanya. Isterinya yang sakit jantung meninggal mendadak. Pak Tuman tipe orang yang  setia. Selama hidup berkeluarga dengan isteri dan anak - anaknya pak Tuman tak pernah macam - macam. Hidupnya diisinya dengan kerja dan kerja cari duit. Ia tak pernah punya keinginan yang aneh - aneh. Apalagi sampai berbuat selingkuh. Uang hasil kerjanya dibelikan sawah dan ladang. Semua anaknya dibuatkan rumah bagus. Anak pak Tuman tak ada yang terlantar. Hampir semua anaknya mewarisi semangat bekerja ayahnya. Maka tak ayal jika anak - anak Tuman menjadi orang yang berhasil, terpandang dan dihormati.
     Tak luput juga mbok Sargini mendapat keuntungan dari keberadaan pak Tuman. Kehidupan mbok Sargini tersokong juga oleh kedermawanan pak Tuman. Setiap kali makan pak Tuman selalu membayar lebih kepada mbok Sargini. Bahkan kadang - kadang mbok Sargini mendapatkan sokongan modal jualan dari pak Tuman ini. Mbok Sargini jadi merasa berhutang budi kepada pak Tuman. Tidak hanya duit yang tiap harinya diberikan, bahkan ketika orang tua mbok Sargini sakit di rumah sakit di kota sampai ahkirnya meninggal, pak Tuman-lah yang mencukupinya. Kecuali babah Ong waktu itu sedang surut cari duit, juga babah Ong tidak mungkin mencukupi kebutuhan mbok Sargini, karena babah Ong suami tidak sah mbok Sargini ini punya keluarga yang hidupnya boros. Maka satu - satunya penolong ya pak Tuman ini.
     Satu hari waktu itu belum terlalu sore. Pak Tuman sepulang dari kota mampir di warung mbok Sargini. Mbok Sargini dengan tergopoh - gopoh menyambut kedatangan sang dermawan. " Sampai sore den bepergiannya ke kota ?", tanya mbok Sargini yang tidak memiliki kalimat baik untuk menyambut pak Tuman. " Ya Ni, tadi banyak sekali orang yang pesan dagangan. Katanya mau dibawa ke Sumatra. Jadi ya begini, terpaksa nyampai sore ", Jawab Pak Tuman. " Minum apa den ? Kopi ya ?  Apa teh kental ? Itu kebetulan air panasnya ada, den !". Kalimat seperti itu selalu diucapkan mbok Sargini jika pak Tuman yang datang. Kadang - kadang mbok Sargini melalaikan tamu lain jika pak Tuman sedang ada di warungnya. " Ya wis kopi wae, Ni. Yang kental. Gulanya jangan banyak - banyak ", jawab pak Tuman sambil duduk santai di bangku warung. Mbok Sargini sibuk membuat kopi. " Ini kok sepi ta Ni, warungnya ?", tanya pak Tuman. " Iya den, tadi siang ramai ", jawab mbok Sargini. Selesai mebuat kopi dan menyajikannya mbok Sargini duduk  agak jauh dari pak Tuman. Itu kebiasaan mbok Sargini jika menghadapi pak Tuman. Ia selalu menjaga jarak karena harus menaruh hormat kepada orang yang satu ini. " Duduk dekat sini, Ni. Aku mau ngomong sama kamu ", perintah pak Tuman sambil membuka tutup gelas kopi. Uapnya mengepul menyebarkan aroma sedap. " Sudah sini saja, den. Saya mendengar kok suaranya den Tuman ", jawab mbok Sargini. " Wis cepat sini ngomongku mau pelan - pelan saja kok, Ni. Takut didengar orang. Ini penting ! Mumpung warung sepi ", perintah pak Tuman. Mbok Sargini menurut. Ia berpindah tempat duduk mendekat ke pak Tuman. Mbok Sargini agak heran, tumben pak Tuman mau ngomong pelan dengan dirinya. Sebelumnya tak pernah begitu. - " Begini ya, Ni. Kamu tahu ta kalau aku ini menduda sudah dua tahun ini ? Aku ini ya sudah tua. Umurku saja ya sudah hampir enam puluh tahun. Tapi Ni, lama - lama kok ya dak betah juga hidup menduda. Setiap malam ketika mau berangkat tidur bingung, Ni. Aku ini apa - apa cukup. Tapi yang satu itu jadi tak cukup, Ni. Kalau dulu ada ibunya anak - anak yang bisa dikeloni. Lha sekarang ?" Pak Tuman jeda. Menyerutup kopi yang mulai berkurang panasnya. " Lha itu den. Saya ya heran , kok den Tuman kuat menduda dua tahun. Padahal den Tuman itu kan orangnya sehat banget ta. Ya begini saja den, den Tuman segera kawin lagi saja ". Tiba - tiba mbok Sargini nerocos lepas kontrol. Ia lupa kalau yang sedang dihadapannya adalah pak Tuman. Selesai bicara mbok Sargini jadi kaget sendiri oleh ucapannya yang lancang. " Ma.....ma..maaf lho den, sampai keceplosan ..", mbok Sargini mencoba meralat kalimatnya. " Lha ya itu, Ni. Aku ini kepingin sekali kawin lagi. Tapi piye ...ya.....Ni." Pak Tuman tampak berpikir sebetar. Lalu menyulut rokok. " Walah den...., wanita mana yang tidak mau sama den Tuman. Jangankan janda gadispun pasti mau sama den Tuman. Segerakan saja den, biar dak bingung kalau malam ". Habis mengucap begitu mbok sargini kaget lagi atas ucapannya. Kali ini lebih tidak terkontrol keceplosannya. " Ni, ...memang banyak wanita yang mudah aku nikahi. Kamu tahu aku orang kaya. Wanita yang akan aku nikahi itu nantinya akan aku beri sawah satu hektar. Kamu tahu ta kalau anak - anakku semua sudah saya beri masing - masing tanah satu hektar. Dan mereka sudah tak buatkan rumah. Apalagi. Lha ini aku masih menyisakan satu hektar. Itulah yang nanti akan kuberikan wanita calon isteriku itu. Dan lagi semua perhiasan emas yang dulu milik ibunya anak - anak akan kuberikan juga kepada isteri baruku itu, Ni. Termasuk rumah yang sekarang ada. Rumah itu besar, perabotannya bagus, semua nanti untuknya, Ni ". Pak Tuman menyerutup kopi lagi dan menikmati asap rokoknya. " Wah....beruntung sekali ya den, nantinya wanita yang bakal diperistri den Tuman itu ?". Timpal mbok Sargini pada saat Pak Tuman jeda bicara karena menyerutup kopi. " Dengar baik - baik ya, Ni. Wanita yang aku inginkan untuk menamani aku itu tiada lain ya anakmu si Partini ?". Berkata begitu pak Tuman sambil menetap mata mbok Sargini. Mbok Sargini bagai disambar petir. Kaget. Kemudian tertunduk dalam - dalam. Ia tak mengira kalau anaknya-lah yang diinginkan pak Tuman. Dalam pikiran berkecamuk bayangan yang tidak karuan. Antara harta yang melimpah yang bakal dimiliki anaknya, pak Tuman yang sudah tua,  apa tidak kasihan anak gadisnya kawin dengan duda tua. Walaupun ternyata pak Tuman itu sehat, gagah dan tampan juga. Apa kata orang nanti. Apa pantas anaknya  yang baru berumur enam belas tahun berjodoh dengan pak Tuman. " Gimana, Ni ? Kamu setuju ?", tanya pak Tuman membuyarkan kebingungannya mbok Sargini. Mbok Sargini masih terus diam tertunduk tidak berani menatap mata pak Tuman. " Gimana, Ni ? Jawab saja apa adanya yang ada di hatimu ", tanya pak Tuman lagi. " Begini den, ....e....eee...nanti maksud.....maksud....den Tuman akan saya bicarakan dengan Partini, den ", jawab mbok Sargini terbata - bata. " Itu harus, Ni. Tapi kamu ya tolong membesarkan hati Partini agar mau kukawini ". Berkata begitu pak Tuman sambil berdiri dan merogoh kantung, mengeluarkan segepok uang ratusan ribu dan ditinggalkan di meja. Mbok Sargini tak bisa berkata apa - apa, hanya bisa melihat pak Tuman melangkah keluar warung.
     Sejak kedatangan pak Tuman tadi sebenarnya Darman ada di warungnya mbok Sargini juga. Tetapi ia berada di ruang belakang. Sehingga apa yang dibicarakan pak Tuman dan mbok Sargini didengar semuanya oleh Darman. Sudah menjadi kebiasaan Darman datang dan pergi di warung diam - diam. Maklum Darman sudah seperti keluarga sendiri di keluarga mbok Sargini.
     Malam itu malam ketiga sejak pak Tuman menyampaikan maksudnya kepada mbok Sargini. Tetapi pak Tuman belum memperoleh jawaban dari mbok Sargini. Maka malam itu pak Tuman sengaja datang di rumah mbok Sargini untuk menanyakan apakah lamarannya kemarin diterima. Pak Tuman datang dengan busana parlente. Wewangiannya memenuhi ruangan di rumah mbok Sargini. Partini ada di dalam kamar mendengarkan pembicaraan antara mboknya dengan pak Tuman. Partini sangat bingung. Apa ia akan menuruti kata mboknya, apa menuruti kata hatinya. Kalau menuruti kata mboknya ia harus menjadi isteri pak tuman, kalau menuruti kata hatinya ia tidak mau diperistri pak Tuman.
     " Par ! Ini lho den Tuman datang kamu temui ! Masak ada tamu kok ngumpet di kamar saja !" , teriak mbok Sargini kepada Partini setelah tadi sempat berbasa - basi dengan pak Tuman. Partini kebingungan apa mungkin ia tidak akan menemui pak Tuman ? Mboknya telah banyak berhutang budi. Tetapi jika ia menemui orang itu apa jadinya nanti kalau ditanya soal mau dan tidaknya akan diperistri orang itu ? Partini bingung. Partini tak menemukan pikiran jernihnya. Selintas yang ada di pikirannya hanya Darman. Darman-lah yang mungkin bisa menolongnya. Tapi malam ini tak ada Darman. Partini pasrah. Ia keluar kamar dengan sengaja rambut tidak ditata, daster yang agak kekecilan dengan dibagian dada tak ada kancing, tak pakai kutang, dan kakinya yang panjang hanya dialasi sendal jepit kusam. Dengan begitu ada harapan pak Tuman tidak suka dan ahkirnya membatalkan niatnya. " Lho piye ta, Par. Menemui tamu kok begitu. Mbok ya sisiran dulu ", kata mbok Sargini sambil memandangi anaknya yang nekat saja langsung menemui pak Tuman dan duduk di dekat mboknya. Tetapi walaupun begitu ada perasaan lega dari mbok Sargini. Itu berarti kata - katanya kemarin ketika menyampaikan maksud pak Tuman diterima oleh Partini. " Maaf den, .... anak sekarang .... sok dak ngerti aturan .... ", kata mbok Sargini lagi sambil melirik Partini yang duduk di sampingnya dan karena dasternya agak kekecilan maka pahanya jadi dapat dilihat dengan jelas. " Temani den Tuman ya, Par ! Mbok ke warung sebentar ambil gula pasir untuk buat minum. Di rumah gulanya habis ". Berkata begitu mbok Sargini cepat beranjak dan meninggal rumah. Ia takut nanti kalau Partini menyadari akan maksudnya yang sebenarnya. Gula di rumah sebenarnya masih banyak. Tetapi mbok Sargini memang berbuat begitu memberi kesempatan kepada pak Tuman agar langsung melamar Partini. Karena mbok Sargini-pun belum memperoleh jawaban dari Partini.
     Pak Tuman tahu. Partini tahu. Jarak rumah dengan warung cukup jauh. tak cukup setengah jam pulang pergi. Belum lagi membuka pintu. Menghidupkan lampu. mengambil gula pasir. Pasti butuh waktu. Hal itu diketahui pak Tuman. Pak Tuman jadi memiliki kesempatan cukup malam itu dengan Partini. Sebaliknya kepergian mboknya ke warung mengambil gula itu akan dirasakannya sangat lama oleh Partini. Pak Tuman membuka pembicaraan : " Par, ....e...e...mbokmu sudah bilang sama kamu....e...e...tentang maksudku, Par ?", tanya pak Tuman. Partini tidak menjawab. Mukanya tertunduk. Ia hanya bisa mempermainkan pangkal dasternya yang kekecilan. Ditarik - tariknya ke bawah maksudnya agar menutupi pahanya. Karena ketika tadi masih ada mboknya pak Tuman sempat memandangi pahanya. " Gimana Par ? Mau kan kamu ?", tanya pak Tuman Lagi. Partini tetap tidak menjawab dan tetap tertunduk. Karena tertunduknya Partini agak dalam makan buah dadanya jadi dapat dilihat oleh pak Tuman. Karena memang daster Partini di bagian dadanya kancingnya pada lepas. Pak Tuman melihat buah dada yang tampak mengkal. Putih. Menggunung. Buah dada gadis bonsor umur enam belas tahun. Dilihatnya  kaki Partini mulai dari ujung jari sampai ke paha. Sempurna ! Pikir pak Tuman. Karena daster yang kekecilan itu pula pak Tuman jadi bisa melihat sebagian pantat Partini. Putih padat.  Pak Tuman tak kuasa menahan. Kelelakiannya yang jarang menggeliat tiba - tiba serasa mendongak dan menyesak di dalam celananya. Pak Tuman pindah duduk di kursi panjang yang diduduki Partini. Ia tahu mbok Sargini bakal lama pulang ke rumah ia memiliki kesempatan. Partini beringsut menjauh. Pak Tuman segera memegang tangan Partini. Dirasakannya tangan itu halus, hangat, lembut. Partini tidak berontak. Pak Tuman jadi semakin berani. Partini ditarik dan dipeluknya. " Par, aku cinta padamu. Aku ingin jadi suamimu. Apa yang kamu mau tak penuhi, Par. Jangan takut kekurangan. Hidup kamu bakal enak ". Habis berkata begitu dan dengan napas yang sedikit ngos - ngosan pak Tuman mencium pipi Partini. Yang dicium pasrah. Tak menolak tetapi juga tak bereaksi. Partini hanya bisa pasrah apa yang akan dilakukan pak Tuman tak akan dilawan. Semua demi mboknya yang telah banyak berhutang budi . Lampu ruangan yang redup membuat pak Tuman semakin bergairah. Pikirannya yang ada hanya ingin menikmati tubuh Partini yang diam - diam telah lama sejak menduda selalu diimpikannya. Bahkan ketika malam tak bisa tidur, biasa pak Tuman menyetubuhi guling dan membayangkannya guling itu tubuh Partini. Berhenti memeluk guling setelah pangkal guling bagian bawah basah oleh maninya. Kali ini tubuh Partini sungguhan. Pak Tuman sangat gemas yang tiba - tiba partini pasrah. Diangkat tubuh Partini dipangkuannya. Pelan - pelan diciumi pipinya dengan penuh perasaan menggelora. Tangannya mulai menggeranyang ke dada Partini. Partini menggelinjang ketika puting penthilnya dipermainkan pak Tuman yang memang sudah sangat berpengalaman memuaskan isterinya dulu. Tangannya yang besar berganti -  ganti meramas penthil Partini yang memang masih sangat kenyal. Partini tidak meronta tapi menggeliat. Ada rasa enak juga remasan pak Tuman. Kepasrahan menjadi semakin pasrah. Partini semakin kehilangan kesdaran ketika pak Tuman menyibakan pahanya. Paha Partini terbuka. Tangan pak Tuman sudah berada di selakangan Partini dan mengelus - elus kemaluannya dari luar celana dalamnya yang tepat di depan kemaluannya sudah sedikit sobek. Partini jadi megap - megap dan ah uh ketika mulut pak Tuman melumat bibirnya. Tangan pak Tuman telah masuk ke celana dalamnya. Jari - jarinya sudah bermain di kemaluannya. Ada rasa nikmat. Tetapi tidak senikmat jari Darman tempo hari yang lalu. Pak tuman semakin tak bisa menahan. Dipelorotkan celana dalam partini. Dan berhasil dilepas. Ditidurkannya tubuh Partini di kursi panjang itu. Dengan cepat dibukanya retsluiting celananya dan tampaklah tongkat pak Tuman yang kaku, besar, hitam dan berurat. Sekali lagi pak Tuman meraba pepek Partini. Dan memasukkannya jarinya di pepek Partini. Pak Tuman tahu persis kalau Partini masih perawan. Maksud pak Tuman dengan memasukkan jari di kemaluan Partini akan menyebabkan liang pepek Partini akan membasah. Dan tongkatnya yang kelewat besar itu akan mudah masuk menyodok. Partini menutup mata. Sangat pasrah. Yang dirasakannya ada jari yang masuk kerluar di kemaluannya. Ada rasa nimat, geli, enak. Partini hanya bisa menggelinjang dan menggigit bibir. Pepek Partini basah. Ia merasakan nikmat yang sama seperti ketika jari Darman keluar masuk di lubang kemaluannya. Ia jadi membayangkan yang sekarang sedang mempermainkan pepeknya adalah Darman. Pak Tuman semakin membungkuk dan mengarahkan tongkatnya ke pepek Partini. Ujung tongkat Pak Tuman menempel di bibir kemaluan Partini. Tiba - tiba Partini tersadar, membuka mata dan bangkit dari poisisi terlentang dan kangkangnya, beringsut mudur dan tangannya dengan cepat memegang tongkat milik pak Tuman. Pak Tuman kaget tongkatnya dipegang Partini. Tetapi tangan itu begitu lembut, begitu halus, hangat dan sedikit basah keringat. Birahi pak Tuman yang memang sudah memuncak oleh karena tadi sempat mempermainkan kemaluan Partini. Dan lebih - lebih ia bisa benar - benar melihat kecantikan kemaluan Partini ketika Partini tadi membuka pahanya lebar - lebar, ngangkang , membuat rasa nimat di tongkatnya tak terbendung. Partini yang pernah memegang tongkat Mursinu ketika akan memperkosanya di kebun karet, jadi memiliki pengalaman.Waktu itu Tongkat Mursinu tak jadi masuk di lubang pepeknya karena mani telah mucrat keluar sebelum menyentuh pepeknya. Dan ia memegangnya. Dan Tangannya tak sengaja bergerak - gerak sehingga menambah nikmat Mursinu. Pengalaman itu ia praktikan di tongkatnya pak Tuman. Sekarang dengan sengaja genggaman tanganya digerakkan maju mundur. Dan remasannya di tongkat pak Tuman dibuat kuat dan lemah berganti - ganti dan maju mundur. Pak Tuman merasakan nikmat luar biasa. Diraihnya tubuh Partini, diciumi pipinya, kemudian dikulum bibirnya dengan sangat rakusnya diiringin ngos - ngos napasnya yang sangat memburu dan.... tiba - tiba.... pak Tuman memeluk tubuh Partini kuat - kuat sambil pantatnya bergoyang - goyang mulutnya mendesah mengerang : " Partini.....Partini....isteriku.....Par...aku cinta kau.....aaaahhhhh....Paaaarrrrrr !". Sambil mengerang begitu tubuh pak Tuman mengejang. Kepala mendongak ke atas. Mulut terbuka dan mata terpejam. Sungguh kenikmatan luar biasa. Yang dirasakan Partini napasnya sesak karena pelukan pak Tuman terlalu kuat. Dan di tangan yang menggenggam tongkat pak Tuman dirasakan ada cairan hangat, kental, banyak membasahi tangannya, bahkan ada yang muncrat mengenai buah dadanya.
     Darman yang sejak tadi berada di luar rumah dan mengamati apa yang terjadi di dalam rumah sangat bergembira hatinya berjingkrak. Ia merasa senang dan lega kemaluan pak Tuman tak jadi masuk di pepek Partini. Apa jadinya kalau yang mencuat hitam, besar, dan berurat itu masuk di lubang kemaluan Partini. Partini Pasti akan menjerit kesakitan. Dan ia tidak bisa menolongnya. Mungkin Partini akan pingsan ketika pak Tuman memompakan milikinya di lubang pepek Partini. Darman membayangkan Partini menangis. Memelas. Ia tak tega. Untung Partini masih bisa selamat dari rudal yang begitu ganasnya. Darman melihat Partini dari lubang celah dinding bambu pergi ke belakang. Ia tahu persis menuju kamar mandi. Maka dengan bergegas pula ia masuk rumah Partini melalui pintu belakang dan maksudnya akan menjumpai Partini di kamar mandi. Berbarengan itu pula pintu depan terdengar dibuka. Mbok Sargini pulang dari warung membawa gula pasir. " Kok duduk sendiri ta den, lha mana Partini. Dasar anak nakal  ada tamu kok dak ditemani ", kata mbok Sargini. " Wis....wis....Ni. Dak usah repot - repot buat minum. Aku tak pulang saja. Tadi aku sudah omong - omong banyak dengan Partini. Sudah aku tak pulang !" Berkata begitu pak Tuman segera beranjak dari duduk dan meninggalkan rumah mbok Sargini dengan membawa kepuasan yang luar biasa.

                                                bersambung kebagian kedelapan .....