Rabu, 11 Mei 2011

Anggungan Perkutut

cerita dewasa edohaput

Anggungan Perkutut 

                                                                                                                                edohaput

Bagian keenam

     Darman memasuki kamar Partini dan mendapati Partini sedang melepas celana dalamnya. Darman membalikkan badannya dan akan menutup pintu kamar, tetapi suara Partini menghentikannya. " Sini, kang. Aku mau cerita sama kang Darman ". Partini menanggalkan celana dalamnya dan menaruhnya di keranjang pakaian kotor. " Mau cerita kok pakai melepas celana dalam segala ta, Par ?", tanya Darman yang tetap berdiri di pinggir ranjangnya Partini. " Duduk, kang. Aku mau cerita. Celana dalam aku lepas biar kang Darman nanti percaya ceritaku. Biar aku tak disangka kang Darman buat - buat. Dah kang, duduk !", pinta Partini. Darman yang diminta duduk mengikuti perintah Partini. Darman duduk di pinggir ranjang. Partini rebahan dan kaki kanannya ditumpangkan di paha Darman. " Dah cepet cerita. Mau cerita apa ta ?", tanya Darman. Partini menarik kaki kanannya, kemudian mengakang, sehingga rok dasternya tersingkap ke atas sampai ke pusar. " Ni, kang ". Partini menunjuk kemaluannya. " Jangan edan kamu, Par ". Darman kaget tiba - tiba Partini ngangkang dan menunjukkan kemaluannya. Darman terpana. " Lihat ni, kang. Bibir pepekku. Ada lukanya ta, kang ", kata Partini sambil memegang tangan Darman agar memegang kemaluannya. Darman menarik tangannya dan menjawab : "  Ya...ya...aku lihat ". Darman mendekatkan jarak matanya dengan kemaluan Partini. Darman dapat melihat dengan jelas kemaluan Partini yang merona merekah. Di atas kemaluan Partini ditumbuhi rambut yang tumbuh halus, dan belum begitu tampak. pepek Partini cantik. Bibirnya tipis. Di antara kedua bibir agak di atas ada tonjolan mirip biji kacang warnanya merah jambu. Darman melihat bibir kemaluan Partini sebelah kiri ada luka tergores. " Tak ambilkan yodium ya, Par. Kalau ditetesi yodium lukanya kan terus sembuh ". Darman mau bangkit dari duduknya. Tetapi Partini cepat - cepat menggapai tangan Darman dan berkata : " Tak usah kang. Tadi sudah tak tetesi yodium sedikit kok, kang. ". Partini semakin merenggangkan kangkangannya. Kemaluannya menjadi semakin merekah. Darman bingung dan mencoba memperbaiki posisi duduknya karena miliknya yang di dalam sarung menggeliat. Cepat - cepat Darman memegang kedua lutut partini dan merapatkannya. " Lho kok ditutup ta, kang. Lha wong kang Darman tak suruh lihat kok malah ditutup ". Berkata begitu Partini kembali mengangkangkan kakinya. " Ni akibatnya kalau manut simbok. Kemarin aku sudah dak mau diajak mas Mursinu ke kota. Tapi simbok maksa - maksa agar aku mau diajak ke kota oleh mas Mursinu. Aku dibelikan baju. Dibelikan gelang emas . Trus aku diajak ke kamar hotel. Aku dak mau. Aku minta pulang saja. Lha kok ketika berjalan pulang motor dibelokkan ke kebun karet, kang. Trus aku mau diperkosa. Ni kang pepekku mungkin kena kuku tangannya mas Mursinu. Sakit, kang. Jarinya mas Mursinu masuk ke pepekku, kang. sakit lho, kang . Penthilku di jilat - jilat, diremas - remas kang, sakit " Partini nerocos cerita. " Wis ...wis....dak usah diteruskan ceritamu !", kata Darman sambil mau berdiri. Tetapi lagi - lagi tangan Partini cekatan memegang tangan Darman. Darman kembali terduduk. Partini bangkit dari rebahan. Darman tak lagi melihat kemaluan Partini. Tetapi pahanya yang putih tetap tak tertutup daster. Partini membuka kacing baju yang menututpi dadanya. Sehingga buah dadanya yang putih bisa dilihat oleh Darman. " Ni, kang. Penthilku biru - biru memar karena diremas mas Mursinu ", kata Partini sambil menunjukkan bagian yang membiru di penthilnya. " Sudah tutup lagi. Aku percaya !", bentak sayang Darman. Bukannya mau nutup dadanya, malah tangan Darman di raih dan dilekatkan ke dadanya sambil meminta : " Coba kang, remas penthilku kang ". Tangan Darman tak beraksi. " Ayo ta, kang remas ... ", Partini merengek manja. Kalau sudah begitu ahkirnya Darman kalah. Sebenarnya betapa inginya Darman meremas penthil Partini. Betapa inginya ia mencium pipi Partini. Tetapi Darman sangat sayang kepada Partini. Betapa Partini menarik bagi Darman. Tetapi karena memang sejak kecil tak ada milik Partini yang belum dilihatnya maka Darman tak mudah menuruti kata hatinya. Darman malah melamun ketika waktu kecil mandi bersama Partini di sungai. Partini menarik - narik milik Darman. Darman mengaduh. Partini cekikikan. Darman membalas memegang punya Partini. Partini kegelian. " Ayo ta kang,  remas ...ayo kang !", pinta Partini semakin manja. Ahkirnya Darman meremas dengan sayang penthil Partini. Partini merasakan geli yang nikmat. Menggelinjang dan merebahkan kepalanya di dada Darman. " Ganti yang kanan kang diremas juga !", pinta Partini lirih seperti mendesah. Tangan kanan Darman berganti meremas payudara Partini yang sebelah kanan. Tangan kiri Darman memeluk tubuh Partini. Saat Darman gemas, remasnya di penthil Partini menjadi agak kuat. Partini menggelinjang. Wajahnya mendongak. Bibirnya yang tipis merah basah menganga. Darman bernafsu menciumnya. Tapi diurungkan. Partini terus mendesah. Darman terus meremas. " Kang, remasan tangan kang Darman kok enak sekali. Kemarin kok adanya cuma sakit ketika tangan mas Mursinu meremas penthilku, kang ". Kata Partini sambil tangannya gerayangan mencari milik Darman yang di dalam sarung. Darman bekelit dengan memundurkan pantatnya agar kelelakiannya tak di pegang Partini. Partini malah nekat. " Jangan ...saru !", bentak sayang Darman kepada Partini. Yang dibentak sayang bertambah nekat. Ahkirnya kepegang juga. " Kaku sekali ya, kang ". Kata  Pertini setelah berhasil menggenggam. " Hus ...saru ...!". Lagi - lagi Darman membentak sayang. " Kang, sekarang jari kang Darman masukkan ke pepekku, kang ", pinta Partini sambil mendesah dan napasnya memburu. " Jangan edan ..kowe...! Nanti sakit !", kata Darman sambil mau bangun beranjak dari duduk. Partini sigap , dengan cepat menangkap tangan Darman dan mendekatkan pada pepeknya. Tangan Darman tepat di selangkangan Partini. Wal hasil menyentuh juga benda lembut berbulu halus sedikit basah hangat. " Ayo kang jarinya masukkan ", pinta Partini sambil menekankan tangan Darman di pepeknya. " Ayo kang sekali ini saja ....", Partini terus merengek dan mukanya bersentuhan dengan pipi Darman. Darman tak kuasa. Dengan terpaksa menuruti kemauan Partini. Jari - jari Darman menyingkapkan bibir kemaluan Partini dan jari tengahnya masuk menusuk lubang kemaluan Partini. Partini Mendesah agak mengerang. " Lho kok enak sekali, kang. Kalau jari mas Mursinu kok menyakiti, kang !" , kata Partini sambil terus tubuhnya mengeliat dipelukan Darman. Darman jadi tergoda jari tengahnya yang masuk dalam di kemaluan Partini digerak - gerakkan, berputar - putar dan sesekali maju mudur. Partini mendesah ...menggeliat dan bergetar dan ....kemaluannya basah. Darman cepat - cepat menarik jarinya. Melepaskan pelukkannya, bangkit dari duduk, berdiri dan bergegas meninggalkan kamar Partini untuk pulang ke rumah.
     Sesampainya di rumah Darman langsung ke kamar mandi. Dilumurkan busa sabun di tangannya. Digenggamnya kemaluanya yang sangat kaku dan terasa pegal. Genggaman telapak tangannya bergerak maju mundur. Semakin lama semakin cepat. Dan ....." Partini .......Partini.....Partiniiiii.....Paaaaaaarrrrrr !"  Crot ....crot .....crot .....crot .....sperma Darman muncrat.
     Pagi - pagi Darman dikeluarkan dari sel oleh polisi. Disuruh mandi dan makan. Selesai mandi dan makan Darman kembali dienterogasi. " Sekarang ceritakan hubungan Tiong dengan Partini, Man !" Perintah polisi sambil menyodorkan rokok kepada Darman. Darman mengambil satu dan menyulutnya. Menghisap dalam - dalam dan menghempaskannya. Melihat itu para polisi yang siap menginterogasi Darman pada tersenyum. " Enak sekali rokoknya, pak. Saya tak pernah merokok rokok mahal kayak begini ", kata Darman sambil terus menikmati rokok. Darman menghisap rokok dalam - dalam, lalu menghempaskannya : " Tiong itu orangnya pendiam, pak ". Darman mulai bercerita.
     Tiong sangat sering bermalam di rumah Partini. Selain mbok Sargini mboknya Partini adalah isteri tidak sah babah Ong paman Tiong,  juga karena memang di dusun itulah Tiong bekerja sebagai petani tembakau yang bekerja sama dengan para petani setempat. Saat musim tembakau tempat yang paling enak untuk menginap dan beristirahat ya hanya rumah mbok Sargini. Seminggu sebelum Partini meninggal Darman bertemu Tiong di rumah Partini. Memang Darmanlah yang sering dimintai tolong oleh Tiong untuk kesana - kemari, beli ini beli itu, bahkan ke kota mengambilkan baju ganti Tiong , maklum Darman tukang ojek. Bagi Darman yang penting dapat upah.
     Malam itu Darman diminta Tiong untuk menemaninya di rumah mbok Sargini. Seperti biasanya kalau Darman diminta menemani Tiong di rumah mbok Sargini, Darman gembira. Selain karena dapat rokok mahal, juga uang dan makanan yang enak - enak yang jarang menyentuh lidahnya. Malam itu sudah lewat tengah malam. Darman antara tidur dan tidak merebahkan dirinya di lantai beralaskan tikar daun pandan. Tiong tidur di kamarnya yang sudah dipersiapkan ala kadarnya oleh mbok Sargini. Mbok Sargini membuatkan kamar tidur Tiong yang memang sering bermalam di rumahnya. Tiba - tiba kuping Darman mendengar pintu kamar dibuka pelan - pelan. Betul juga ketika Darman membuka sedikit matanya, dilihatnya Tiong keluar dari kamar. Berjalan berjingkat mendekati kamar Partini. Sesampai di depan pintu kamar partini Tiong mendorong - dorong pelan pintu kamar Partini. Kemudian mengintip kedalam kamar Partini. Sebentar mengintip Tiong berjingkat berjalan menuju ke arahnya. Darman terkesiap dan segera menutup matanya dan pura - pura pulas tidur. Setelah sebentar mengamati Darman dan yakin Darman sudah tidur Tiong kembali berjingkat ke kamar Partini. Tiong mengintip lagi. Darman memincingkan matanya ingin tahu apa yang akan diperbuat Tiong selanjutnya. Tiong terus mengintip sambil sesekali membenahi celana bagian depan. Rupanya milik Tiong menggeliat membesar. Tiong memperbaiki posisi miliknya agar leluasa membesar. Darman tahu pasti Tiong melihat sesuatu yang menyenangkan. Kalau tidak mana mungkin dia betah mengintip begitu. Darman tahu kebiasaan tidur Partini yang jarang berselimut. Polah tidur Partini sering membuat daster tersingkap ke atas. Mulai dari pusarnya sampai pahanya terbuka. Kadang tengkurap dengan pantat yang terbuka yang hanya ditutupi celana dalam yang sudah kekecilan. Siapa yang tidak bernafsu melihat hal demikian. Agaknya yang dilihat Tiong juga seperti itu. Atau jangan - jangan Partini tidur terlentang kakinya ngangkang dan tak pakai celana dalam dasternya tersingkap ke atas. Tiong terus mengintip. Darman mendengar derit pintu kamar dibuka. Lalu terdengar langkah halus dari arah belakang. Darman melebarkan bukaan matanya. Ia melihat mbok Sargini melangkah mendekati Tiong. Sesampai di dekat Tiong mbok sargini menggamit tangan Tiong. Tiong tidak kaget. " Sudah ayo, jangan buat mereka bangun !" , bisik mbok Sargini di telinga Tiong yang bisa juga didengar Darman. Mbok Sargini menarik tangan Tiong dan mereka berjalan ke kamar mbok Sargini. Terdengar oleh Darman pintu kamar ditutup. Jantung Darman jadi bedegup. Badanya gemetar. Rasa kantuknya hilang. Apa yang akan mereka lakukan di dalam kamar. Timbul keinginan Darman untuk mengintip. Darman bangun dari rebahnya berdiri perlahan, berjingkat menuju kamar mbok Sargini. Kamar mbok Sargini yang hanya berupa sekat pager anyaman bambu banyak celah - celah lubang. Di luar kamar gelap. Di dalam kamar terang temaram. Ada sinar - sinar keluar dari celah - celah. Darman mengintip.
     Di dalam kamar mbok Sargini sedang melepas celana Tiong. Maka mencuatlah tongkat tiong yang sudah kaku sejak ia mengintip Partini." Wah sudah kaku banget milikmu, Tiong. Pasti karena ngintip Partini tadi, ya ? Jangan sering - sering ngintip Partini, Tiong. Nanti kamu jadi kepingin sama Partini, lho ", kata mbok Sargini sambil meremas - remas halus tongkat Tiong yang menjadi semakin kaku. " Sudah berapa kali hayo......, ngintip Partini ". Kata mbok Sargini tertahan agar tidak mengeluarkan suara keras. " Ya sering tante, kalau aku menginap disini aku mesti ngintip Partini. Habis Partini bahenol banget lho, tante. E...tante, besuk aku nikahi Partini ya, tan ? ", kata Tiong sambil sesekali meringis nikmat karena kemaluannya dipermainkan mbok Sargini yang dipanggil dengan sebutan tante oleh Tiong. " Ya besuk kalau sudah umur dua puluh, sekarang kan baru umur enam belas ", jawab mbok Sargini sambil memelorotkan celana dalamnya sendiri. " Kayak biasanya tak emut dulu ya, Tiong ? Om-mu itu kalau diemut ya suka sekali kok. Tapi ininya besar punya kamu lho, Tiong ", kata mbok Sargini sambil menggoyang - goyang tongkat Tiong. Tiong mendongak dan meringis nikmat. Mbok Sargini juga selalu memenuhi perintah babah Ong paman Tiong untuk ngemut dulu. Babah Ong kalau sedang diemut kakinya menari - nari merasakan nikmatnya diemut. Mbok Sargini mulai mengulum tongkat tiong. Tiong mendesah dan pantatnya bergerak - gerak. Tangan Tiong mencari - cari sesuatu yang ada di selangkangan mbok Sargini. Tiong menemukannya. Tangan Tiong meraba lebatnya rambut. Kemudia jarinya menyibakkan bibir kemaluan mbok Sargini. Dua jari langsung masuk menusuk kemaluan mbok Sargini. Tiong yang tongkatnya nikmat dikulum semakin nakal. Jarinya dimaju - mundurkan di pepek mbok Sargini. Mbok Sargini merapatkan pahanya yang putih menahan geli nikmat. Napas keduanya sudah memburu dan kegiatannya semakin ganas. " Sudah ayo masukkan, Tiong !", perintah mbok Sargini dengan nada bergetar. Tiong Merebahkan tubuh sintal padat  mbok Sargini dan segera menindihnya. Mbok Sargini membuka kangkangannya lebar - lebar memberi kesempatan Tiong menancapkan tongkatnya di pepeknya yang sudah basah. Sekilas Darman bisa melihat kemaluan mbok Sargini. Lebat ditumbuhi rambut. Agak menonjol menggunung. Bibirnya agak tebal. Tidak tipis kayak punya Partini. Mungkin kalau tua nanti punya Partini juga akan seperti itu. Tapi punya Partini sekarang rambutnya saja masih sedikit. Tiong menancapkan tongkatnya di lubang kemaluan mbok Sargini. Mbok Sargini mengaduh kenikmatan " Enak sekali, Tiong ", desah mbok Sargini. Tiong terus memacu pompaannya. Pantat maju mudur. Ranjang  yang mereka tiduri berderak - derak dan berkerit - kerit karena ikut bergoyang seirama polah mereka. Nampaknya mbok Sargini sangat nikmat. Kedua kakinya diangkat - angkat kemudian kakinya memeluk melingkar di pinggul Tiong. " Aduh.....Tiong.....Tiong.....aaaahhhh...Tiong.....aaahh !" Mbok Sargini orgasme. Tiong menarik tancapan tongkat dan segera mengelap pepek mbok Sargini yang sangat basah. Habis mengelap kemaluan mbok Sargini, kembali Tiong menancapkan miliknya dan terus dipompa. Ranjang semakin berderak dan berderit. Mbok Sargini menggila pantatnya bergoyang - goyang dan diangkat - angkat. Tiong semakin mendekap memeluk mbok Sargini sambil mulutnya menghisap - hisap penthil mbok Sargini yang besar, putih, dan masih kenyal.  " Tiong sekarang.....ayo....se...se..ka...rang...ah...aduh...edannn....enak sekali malam ini....aaaahhh...aduh...", desahan mbok Sargini. Tiong semakin keras memompa dan..."  Ayoo...tante ...sekarang......huuaaaghh  uuuhhh ...aaahhhhh.....tan.....tanteeeeeeee !" Tubuh Tiong mengejang. Kakinya berkelonjotan. Bersamaan dengan itu tubuh mbok Sargini menggelinjang - gelinjang. Dan yang terdengar dari mulutnya hanya " aaahhhhh....aaggggghhhh.....ti....tiong....!" . Melihat adegan itu Darman tak kuasa menahan birahinya. Ia segera berhenti mengintip , berjingkat kembali ke tempat tadi. Dan merebahkan dirinya.  Tubuhnya dimasukkan ke sarung. Celana dibuka. Miliknya yang sudah sangat kaku  sampai terasa pegal kemudian dikocok. Tak lama kemudian dari mulut Darman keluar desahan " Partini .....oh...Partini.....aaaauuughhh...Par....Par....Paaaarrrrrtiniiiiiiiiii !" Crot ...crot...crot...crot.....mani Darman muncrat banyak sekali dan membasahi sarungnya.

                                                                            bersambung kebagian ketujuh .....