Jumat, 14 Oktober 2011

Anggungan Perkutut

cerita dewasa edohaput

Anggungan Perkutut 

                                                                                                                                        edohaput


Bagian Keduapuluhtujuh 

     Tak dinyana Partini bakal hamil. Tak disangka Partini bakal meminta pertanggungjawaban. Uang dan perhiasan emas yang mengalir ke Partini sudah cukup banyak. Uang dan perhiasan yang diberikan itu oleh pak Lurah dimaksudkan sebagai pembayaran atas jasa Partini yang telah melayaninya. Kalau saja Partini tidak hamil barangkali apa yang diberikan pak Lurah telah lebih dari cukup sebagai ganti keperawanannya  dan pelayanannya selanjutnya. Tetapi ternyata Partini hamil. Partini menuntut lebih. Tidak hanya materi. Tetapi Partini menuntutnya juga untuk bertanggungjawab. Itu berarti kalau harus bertanggungjawab maka pak Lurah harus menikahi Partini. Isteri sudah tiga. Mungkinkah nambah satu lagi ? Lalu apa kata isteri pertamanya. Lalu tuntutan apa yang akan diminta isteri keduanya. Lalu apa juga yang bakal diminta isteri ketiganya. Ketika dulu pak Lurah mau menikahi isterinya yang ketiga, isteri pertama dan kedua meminta bagian masing - masing  dua hektar sawah ladang. Lha kalau sekarang mau nikah lagi. Dan isteri - isterinya meminta bagian yang demikian pula lagi apa yang akan diberikannya. Kini hampir semua sawah ladang telah berganti pemilik. Dulu miliknya. Kini hampir sebagian besar sawah ladang telah atas nama isteri - isterinya. Tetapi kalau Partini tidak dinikahi lantas mana tanggungjawabnya. Dan satu saat nanti ketika anak yang dikandung Partini lahir, dan Partini berteriak kalau ini adalah anak pak Lurah, betapa malunya dirinya. Pak Lurah cemas. Pak Lurah gundah. Pak Lurah gelisah. Kenapa dulu Partini tidak diingatkan agar tidak hamil. Kenapa dulu disetiap persenggamaan,  Partini tidak diberikannya pil anti hamil. Nasi sudah jadi bubur. Semua sudah terlanjur.
     Di rumah pak lurah. Malam telah melewati pukul sebelas. Slamet memenuhi panggilan pak Lurah. " Met, .... malam ini rencana kita ..... kita laksanakan !" Kata pak Lurah tertahan. Hanya di dengar Slamet. " Gimana Met, sudah kau selidiki keadaannya ? " Pak Lurah bertanya. " Sudah, den. Malam ini mbok Sargini tidur di warung. Partini di rumah sendiri ". Slamet memberi penjelasan kepada pak Lurah dengan suara lirih yang hanya di dengar pak Lurah. " Kalau begitu kita berangkat sekarang saja, Met !" Pak Lurah berdiri dan menyambar botol kecil di meja kemudian dimasukkan di saku jaketnya dan melangkah keluar rumah. Slamet mengikuti dari belakang. Di luar rumah sepi. Gerimis membasahi tanah dan membuat udara pegunungan yang dingin menjadi semakin dingin. Pak Lurah diikuti Slamet menuju rumah Partini.
     Di rumah Partini belum tidur. Ia sengaja menunggu pak Lurah yang mau datang tengah malam. Tadi sore Partini sempat kawatir karena Darman datang di rumahnya dan menyatakan ingin tidur di rumah Partini. Kalau ada Darman bakalan tak terjadi persenggamaan yang sudah direncanakan pak Lurah. Memang tak biasanya pak Lurah mengajaknya bersenggama di rumah Partini. Biasanya rumah Slamet yang selau digunakan untuk ajang. Tapi pak Lurah menghendaki di rumahnya. Partini tidak menolak. Partini berprasangka baik. Barangkali pak Lurah malam ini akan menyampaikan maksudnya untuk menikahinya. Sejak sore Partini mempersiapkan kamarnya. Dibersihkan. Diganti spreinya. Disapu lantainya. Diberinya sedikit wewangian. Mbok Sargini tak curiga. Kesibukan Partini sore itu tidak menarik perhatiannya. Mbok Sargini sibuk dengan persiapan kudapan   warungnya.
     Tengah malam telah lewat. Partini membukakan pintu untuk pak Lurah yang telah mengetuk pintu dengan sangat pelan. Diikuti Slamet pak Lurah memasuki rumah Partini. " Mbokmu tidur di warung, Ni ?" Tanya pak Lurah dengan suara pelan. " Ya, den " Jawab Partini pendek. " Mana kamarmu, Ni. ? " Tanya pak Lurah sambil melihat sekeliling. Partini menunjuk kamarnya dan berjalan menuju kamarnya diikuti pak Lurah. Slamet memposisikan diri tiduran di kursi kayu sambil merokok. Partini menutup pintu kamar setelah pak Lurah masuk. Mata Partini menumbuk tatapan mata Slamet. Slamet tersenyum sambil mengacungkan ibu jarinya. Partini melototi Slamet dan menutup pintu kamar. Partini tidak lagi malu desahan kenikmatannya bersenggama di dengar Slamet. Partini bahkan tidak lagi malu telanjang badan di depan Slamet. Karena Partini tahu apa yang dilakukannya pasti juga disaksikan Slamet. Di mata Partini Slamet adalah orang yang telah tahu segalanya. Tahu lekuk - lekuk tubuhnya. Tahu berapa kali dia orgasme setiap kali bersenggama dengan pak Lurah. Tahu berapa dia dikasih duit pak Lurah. Tahu apa saja perhiasan yang telah diberikan pak Lurah. Slamet tahu segalanya tentang dirinya.
     Di dalam kamar pak Lurah segera memeluk Partini dan menciumi leher Partini. " Sabar, den. Saya lepas dulu pakaian ". Pak Lurah melepas pelukan dan Partini segera telanjang penuh. Begitu juga pak Lurah segera menelanjangi diri. Partini terlentang di ranjang. Pak Lurah segera menubruknya. Mulut partini segera dilahap pak Lurah. Sementara jari - jari tangannya telah bermain di selangkangan Partini. Bibir kemaluan Partini disibak - sibakkan menggunan jari. Partini merapatkan paha karena geli nikmat. Pak Lurah mencoba membuka lagi paha Partini agar kangkang. Tongkat pak Lurah sudah berada di genggaman Partini. Pak lurah terus menciumi partini dari mulut, ke leher, ke payudara ranum dan kenyal, kembali ke mulut sambil terus jari tengahnya mengilik kemaluan Partini yang mulai membasah karena nikmat. Sementara Partini terus tangannya menggamit - gamit dan memijit - mijit tongkat pak Lurah. Keduanya saling melenguh. Menggelinjang. Penuh nikmat diawal persenggamaan. Kurang lebih sepuluh menit adegan bergumul saling cium dan saling permainkan kemaluan. Pak Lurah mengehentikan kegiatan. Tangannya meraih botol kecil yang sudah dipersiapkan. " Ni, kamu minum ini biar yang kita lakukan tambah nikmat dan tidak cepat lelah. Tadi aku sudah minum dari rumah ". Kata pak Lurah berbohong sambil membuka tutup botol kecil. Tanpa curiga Partini yang sudah kerasukan kenikmatan dan ingin kenikmatannya bertambah - tambah langsung menenggak habis cairan yang ada di dalam botol kecil itu dan kembali terlentang kangkang siap disenggamai. Pak Lurah segera menindih tubuh Partini dan memasukkan tongkatnya di kemaluan Partini yang terbuka karena kangkangannya. Pak Lurah memeluk tubuh Partini dan terus memompakan tongkatnya, menikmati kemaluan Partini. Tongkatnya seperti biasanya serasa dijepit. Hangat dan tergesek lubang senggama yang sampai kekedalamannya yang ada hanya rasa enak luar biasa dirasakan di tongkatnya. Sebaliknya Partini terus meronta menggelinjang kemaluannya menerima sodokan tongkat besar, kaku, dan panjang. Setiap kali sodokan tongkat pak Lurah mengenai bagian di dalam kemaluannya yang sensitif Partini tak kuasa menahan. "  Aduh, den .....enak sekali ....deeeennn ...deennn Lurah ......! " Partini orgasme. Setiap kali orgasme pepek Partini menjadi sangat basah dan kalimat itu pula yang didesahkan. Pada saat itu lah pak Lurah kemudian menarik tongkatnya dari kemaluan Partini yang seolah - olah tak ingin lepas dari tongkat pak Lurah dan mengelap kemaluan Partini. Kemudian tongkat disodokkan lagi. Begitu seterus berulang terjadi. Setiap kali tongkat pak Lurah dicabut untuk mengelap kemaluan Partini yang banjir cairan kenikmatan, Partini merasakan kemaluannya kosong. Ingin segera lagi dijejali. Dan begitu dijejali lagi Partini   merasakan kemaluannya dipenuhi benda hangat, kenyal, kaku, menyodok - nyodok seluruh bagian kedalaman kemaluan yang dirasakan enak luar biasa. Dan ketika lagi - lagi ujung tongkat menyentuh yang diharapkan oleh Partini terus tersentuh, Partini merapat - rapatkan pahanya menahan kegelian nikmat kemaluannya yang ingin terus .. terus.. terus dirasakan.   Tubuh Partini dibolak - balik. Disenggamai dari depan, dari belakang, miring, bahkan tubuh Partini diangkat - angkat sambil kemaluannya ditancap - tancapkan di tongkatnya. Pada saat - saat seperti itu lah kedua kaki Partini hanya bisa menendang - nendang tak karuan dan tubuhnya mendongak - dongak sementara tangannya mencengkeram bahu pak Lurah karena saking nikmatnya di kemaluan. Kemaluannya sangat geli tak tertahankan. Rasa geli yang tidak dikehendaki berahkir. Rasa geli yang tidak diinginkannya hilang. Rasa geli yang terus dinikmatinya sambil melenguh - lenguh. menggeliat - geliat, mendesah - desah, dan menggoyang - goyangkan pantatnya.
     Pengaruh cairan dari botol kecil yang diminum Partini mulai terasa. Partini merasakan tubuhnya mulai lemas dan berangsur tak berdaya. Dadanya terasa sesak susah bernapas. Dan rasa itu semakin menjadi. tubuhnya mulai tak merasakan apa - apa. napasnya semakin tersengal. Partini hilang kesadaran. Partini meronta tapi tak bisa bersuara. Mata Partini terbeliak. Mulut megap - megap. Sementara itu Pak Lurah semakin cepat memompakan tongkat. Partini yang sangat susah mengambil napas semakin didekap pak Lurah. Partini berhenti bernapas. Di saat itulah pak Lurah tanpa ampun menggenjot kemaluan Partini kuat - kuat dan tubuhnya kejang hebat, kakinya menjejak - jejak ranjang kuat - kuat, dan maninya menyembur di kemaluan Partini yang sudah tak bernyawa. " Partini .....maafkan aku, Ni .....Partini.....N i i i i i i i i " Kemudian pak Lurah ambruk di tubuh Partini.
     Kejadian ini  tercatat sebagai hari ahkir hidup Partini. Hari telah masuk senin tanggal dua puluh lima April duaribu sebelas. Hari naas Partini yang sedang dalam keadaan hamil dua bulan. Partini anak mbok Sargini. Partini yang keturunan babah Ong. Partini yang cantik. Partini kembang dusun. Partini yang masih muda belia. Partini yang saling sayang dan saling cinta dengan Darman. Partini yang diinginkan oleh para pemuda desa untuk diperistri. Partini yang telah menjalani hidup dalam segala kekurangan. Partini yang belum sempat berbahagia. Partini yang sampai menjelang ahkir hayatnya hanya sebagai pemuas nafsu birahi orang yang tidak bisa menahannya. Partini yang bernasib malang dan berujung pada kemalangan pula.
     Malam itu dengan diam - diam dan hati - hati pak Lurah dan Slamet meninggalkan rumah Partini dengan kepuasan dan kelegaan. Meninggalkan jasat Partini yang telanjang tak bernyawa. Pak Lurah puas karena telah terlampiaskan nafsu birahinya. Pak Lurah telah lega tidak bakal lagi dituntut Partini untuk bertanggungjawab. Karena Partini telah mati dibunuhnya. Tiada rasa sesal sedikitpun ada di perasaan pak Lurah. Justru  pak Lurah bergembira karena kembali merdeka. Tidak ada yang mengancam kehidupannya. Sebelum berpisah di ujung jalan yang gelap pak Lurah memegangi tangan Slamet. Slamet merasakan telapak tangannya dijejali uang. " Rahasiakan kejadian ini,  Met. Tak ada yang boleh tahu selain kita berdua, Met ". Kata pak Lurah yang dijawab dengan anggukan oleh Slamet. Pak Lurah dan Slamet masing - masing segera mengambil langkah cepat pulang ke rumah karena hujan mulai jatuh.
     " Begitulah, pak. Kejadian yang sebenarnya tentang Partini ". Kata Slamet mengahkiri ceritanya tentang Partini. Wajahnya menunduk tak berani menatap para polisi yang ada di ruangan itu untuk mendengarkan cerita Slamet. Slamet sangat tahu kalau dirinya juga ikut andil bersalah terhadap kematian Partini. Slamet sangat menyesal mengapa cerita itu begitu saja mengalir keluar dari mulutnya. " Trima kasih, mas Slamet kamu telah menceriterakan tentang matinya Partini. Selama ini kami para polisi hanya kebingungan saja. Kematian Partini menjadi teka - teki kami. Tetapi setelah mas Slamet bercerita , semua menjadi jelas. Trima kasih, mas Slamet. Baik, mas Slamet, kita istirahat dulu. Nanti kita lanjutkan lagi ". Kata polisi yang di depan duduknya ada laptop.
     Hari sudah siang. Slamet memperoleh makan siang. Walaupun lauk serba daging, tetapi rasa makan siang di siang itu di lidah Slamet terasa pahit. Ia sangat menyesal mengapa mulutnya meluncurkan cerita yang bakal menyeret pak Lurahnya berhadapan dengan polisi. Susah rasanya nasi tertelan. Jantungnya berdetak keras ketika membayangkan betapa marahnya pak Lurahnya bila suatu saat mengetahui ia telah membocorkan rahasia yang telah disepakati untuk disimpan. Slamet sangat bingung. Apa yang harus diperbuatnya nanti jika pak Lurahnya sampai berhadapan dengan polisi. Nasi sudah jadi bubur, yang terjadi terjadilah. Begitu ahkirnya Slamet mengambil kesimpulan. Setelah para polisi tahu peristiwa apa yang menyebabkan Partini mati, para polisi pasti akan memintanya untuk bercerita tentang Surinah alias Ririn yang juga mati di tangan pak Lurahnya. Slamet sangat bingung. Pasti setelah makan siang ini para polisi itu  akan terus menanyainya. Slamet tak mungkin bisa menghindar.

                                        bersambung kebagian keduapuluhdelapan ..........