Jumat, 29 April 2011

Anggungan Perkutut

Anggungan Perkutut

                                                                                                  edohaput 

Bagian kedua  

     Misteri meninggalnya Partini menjadi bahan omongan penduduk. Tersiar kabar Partini diperkosa lalu dibunuh. Warga bertanya - tanya. Menduga - duga siapa yang menjadi pembunuh Partini. Sungai tempat para ibu - ibu mencuci pakaian dan mandi menjadi tempat yang selalu ramai obrolan tentang Partini. Masing - masing ibu - ibu saling berargumentasi dengan jalan pikirannya masing -masing. Kata - kata " jangan - jangan " menjadi topik pembicaraan mereka. Jangan - jangan si anu yang melakukan. Karena si anu itu pernah mengatakan kalau ingin menjadikan Partini sebagai isterinya tetapi ditolak. Jangan - jangan si itu yang diam - diam sering membuntuti Partini kalau Partini sedang di pasar. Jangan - jangan pemuda tetangga dekat Partini yang berwajah sangar itu. Bahkan ada yang ekstrim Partini diperkosa gendruwo dan arwahnya sekarang dibawa gendruwo itu. Satu kenyataan ketika meninggal Partini matanya tidak terpejam. Raut mukanya menggambarkan ketakutan. Tetapi dari semua obrolan jangan - jangan itu, yang paling banyak dibicarakan orang adalah jangan - jangan si Darman. Karena lelaki yang paling dekat dengan keluarga Partini adalah Darman. Setiap hari Darman antar jemput mbok Sargini dari dan ke pasar desa. Bahkan sering pula Darman berbocengan dengan Partini. Darman perjaka yang memang selayak sudah beristri. Tetapi Darman anak orang tak berpunya. Sepeda motor yang sekarang dipakai untuk ngojek pun hasil keterpaksaan menjual sebidang tanah kebun milik orang tuanya. Mungkin Darman sudah sangat berkeinginan menggauli wanita. Tetapi tak punya kemampuan ekonomi. Lalu Partini lah yang dijadikan sasaran. Dari pikiran orang  memang Darman lah orang yang paling masuk akal memperkosa dan membunuh Partini.
     Darman dekat dengan Partini dari sejak kanak - kanak. Rumah Darman dengan rumah Partini hanya dibatasi parit kecil dan tumbuhan perdu. Darman dan Partini akrab sejak kecil. Mereka sama - sama anak orang tak berpunya. Yang tak beruntung dari segi ekonomi. Tak ada sawah ladang yang luas. Tak ada kebun cengkeh yang bisa dipanen. Orang di dusun dimana Darman dan Partini tinggal umumnya berkebun cengkih. Cengkih dari daerah ini terkenal. Banyak tengkulak berdatangan saat - saat musim panen. Mereka yang memilki kebun cengkih biasanya menjadi kaya. Darman lebih tua tiga tahun dari Partini. Maka Darman lah yang menjadi penuntun Partini dalam bergaul dengan teman - teman sebayanya. Secara kebetulan mereka anak tunggal dari masing - masing orang tuanya. Sehingga mereka seperti kakak beradik. Darman sangat menyayangi Partini demikian juga sebaliknya.
     Masa kanak - kanak Darman dan Partini dihabiskan dengan selalu bersama. Saat - saat bulan purnama anak - anak dusun bermain petak umpet, Darman dan Partini tak pernah juga ketinggalan ikut bermain bersama mereka. Darman dan Partini selalu bersama. Bersembunyi bersama. Dikejar bersama oleh teman - temannya. Mengejar bersama ketika mendapat giliran mengejar. Ketika hari sudah sudah larut malam, permainan bubar Darman dan Partini tidur bersama. Kadang di rumah Partini kadang di rumah Darman. Orang tua mereka tak pernah ambil pusing. Terutama mbok Sargini. Ia sangat percaya dengan Darman. Yang selalu momong Partini. Saat - saat bermain di sungai Darman dan Partini tak pernah berpisah. Mereka mandi bersama.Saling menggosok badan. Bertelanjang bulat mencebur bersama di sungai ,bersama dengan teman - temannya. Hingga saat umur menginjak dewasa pun mereka tak asing dengan keadaan  tubuh masing - masing.
     Perkembangan tubuh Partini yang subur pun tak pernah menjadi perhatian Darman. Buah dadanya yang mulai muncul, pantatnya yang mulai nyembul menggempal, wajah cantiknya yang mulai nampak, tak pernah mengusik biologis Darman. Mereka berdua tak pernah malu - malu menampakkan dan memperlihatkan  yang seharusnya menjadi rahasia mereka.  Bahkan saat Darman habis di khitan, kemaluannya yang dibungkus perban ditunjukan partini. Dan Partini lah yang membantu Darman meneteskan air hangat untuk membuka perban. Begitu juga saat Partini pertama menstruasi. Diberitahukan itu kepada Darman. Dan Darman lah yang membelikan pembalut.
     Satu saat ketika Partini sedang mandi di kamar mandi, Darman yang tidak bisa menahan kencingnya menerobos masuk ke kamar mandi. Partini tidak kaget. Malah diberinya ruang untuk Darman kencing berdiri. Dan Partinilah yang dengan gayung mengguyurkan air di kemaluan Darman. " Punyakmu besar ya, kang " kata Partini sambil mengguyurkan air. Darman cuma tertawa sambil mengawasi milik Partini yang baru mulai ditumbuhi rambut. " Tuh punya kamu mulai ada rambutnya ", kata Darman sambil tak lepas mengawasi. " Punya kang Darman juga tu ", Partini juga melototi punya Darman. Dengan nakalnya Partini mengguyur - guyurkan air di kemaluan Darman. Darman hanya bisa cepat - cepat memasukkannya ke dalam celananya dan keluar dari kamar mandi meninggalkan Partini yang tertawa nyekikik dan meneruskan mandinya.
     Satu saat ketika Darman numpang mandi di kamar mandinya Partini, hari itu tak ada sabun di kamar mandi. Darman sudah terlanjur telanjang. " Tidak ada sabun ya. Par !" , teriak Darman dari kamar mandi.  "Bentar kang, tak ambilkan " . Partini mengambil sambun dan langsung masuk ke kamar mandi. " Mandi bersama ya, kang. Kayak dulu kala kita mandi di kali ", pinta Partini yang tanpa persetujuan Darman segera menelanjangi dirinya. Mereka bertelanjang di kamar mandi dan masing - masing mengguyurkan air di tubuh mereka. " Sabuni aku, kang !" , pinta Partini sambil mengulurkan sabun ke tangan Darman. " Jangan edan, sabunan sendiri !" , bentak Darman seperti memarahi adiknya. Darman terpaksa kalah karena Partini merengek manja. Mbok Sargini yang ada di luar kamar mandi hanya bisa tersenyum mendengar celoteh mereka dari dalam kamar mandi. Mbok Sargini masih juga menganggap mereka sebagai anak - anak. Walaupun sebenarnya sudah bukan lagi anak - anak. Mereka sudah merangkak jadi abg.
     Darman mulai menyabuni Partini dari belakang. Mulai dari lehernya. Turun ke dada Partini yang sudah menyembul. " Jangan lama - lama di situ kang, geli " , kata partini sambil nyekikik. Sabun dan tangan Darman turun ke perut, berputar - putar sebentar terus turun ke kemaluan Partini. Partini kemudian sedikit mengakang. Sabun dan tangan Darman menyentuh - nyentuh di sana. Partini menggelinjang. Ada rasa geli - geli nikmat menyenangkan. Partini menggeliat. Ia memundurkan pantatnya. Tak ayal pantatnya jadi berhimpit dengan kemaluan Darman. Anehnya Darman tidak ereksi. Darman menyayangi Partini seperti adiknya sendiri. " Dah sekarang gantian aku nyambuni kang Darman !" . Partini merebut sabun dari tangan Darman dan segera menyabuni Darman. Sabun dan tangan Partini ahkirnya singgah juga di kemaluan Darman. " Rambutnya banyak punya kamu lho, kang " . Sambil terus menyambuni punya Darman. Ada rasa geli campur nikmat dirasakan Darman. Punya Darman jadi mengembang. " Lho kok jadi membesar, kang ?". Tangan Partini terus  bergerak di situ. " Lho kok jadi kaku, kang ?" . Darman hanya bisa bilang " Hus... saru !" Darman segera membalikkan badannya dan mengguyur air kebadannya.
     Satu hari Partini masuk angin. " Napa Par, kok suntrut ?" Tanya Darman. " Masuk angin, kang ? Kepala agak pusing. Rasanya dingin, kang ", jawab Partini. " Dah minum obat ?", tanya Darman sambil duduk di pinggir ranjang tempat Partini tiduran. Mbok Sargini menimpali dari dapur : " Dak mau minum obat, Man ! Katanya kalau minum obat perutnya mual ". " Ya dikeroki saja ta, mbok !", sahut Darman. " Situ kamu kerokin. Kalau aku yang ngeroki dak mau katanya sakit. Kamu keroki saja, Man !" Pinta mbok Sargini. " Ya Par, tak keroki mau ?" Partini hanya mengangguk lalu melepas dasternya. Tinggal celana dalam saja yang menempel di badan. " Lho kok dibuka, gitu. Nanti dingin lho, Par " Kata Darman. " Dak cepat keroki belakang dulu, kang !" , pinta Partini manja sambil membalikkan bandanya jadi tengkurap. Pantatnya gempal menyembul tertutup celana dalam. Darman menyablek pantat Partini. " Dak usah dinaik - naikkan pantatnya !" bentak Darman. " Wong pantat biasa gini kok kang. Pantatku kan memang jendul gini ta, kang ? " Bantah Partini manja. " Ya wis diam. Jangan gerak - gerak !". Darman mulai ngeroki. Uang logam lima ratusan mulai bergerak. Kulit Partini yang putih sebentar saja memerah di bekas kerokan. Darman terus mengerok. Partini menggeliat. Menggelinjang sambil mendesah. " Yang depan ya dak, kang ?" Kata Partini sambil membalikan badannya jadi terlentang. " Terserah kamu ", jawab Darman. " Iya ya kang sekalian. Biar cepet ilang masuk anginnya ", pinta Partini manja. Posisi terlentang buah dada Partini yang ranum jadi jelas di mata Darman. " Penthilmu kok tambah besar ya, Par ? ", tanya Darman sambil mengawasi buah dada Partini yang ranum, kenyal, dengan puting memerah. " Dah cepet, kang. Aku dah mulai kedinginan " Kata Partini lagi dengan manja. Darman mulai melumurkan minyak kelapa di buah dada Partini." Jangan banyak - banyak minyaknya, kang. Nanti susah ngelapnya ". Darman mengelus buah dada Partini dengan tangannya. Sedikit di tekan - tekan. " Kok enak ya, kang. Tapi geli. " Darman tak menjawab ia terus mengelus dada Partini. " Dah kang, ayo cepet di kerok ". Pinta Partini. " Bentar biar minyaknya rata dulu ", jawab Darman penuh sayang. Karena enak dan geli tangan Partini meremas paha Darman yang hanya ditutupi sarung. Karena enak dan geli di dada tangan Partini jadi gerayangan masuk ke dalam sarung Darman dan menemukan tonjolan di dalam celana dalam Darman. Karena melumurinya minyak di dada Partini tangan Darman terus sambil menekan bahkan sedikit meremas, Partini jadi keenakan dan tambah geli. Tangan Partini secara tak sengaja jadi meremas punya Darman yang di dalam celana. " Edan ....jangan  saru  ! "  , bentak Darman sambil menepiskan tangan Partini.  Darman mulai mengerok. Terus ke perut. Turun ke dekat pusar. Tangan Darman sudah menyentuh celana dalam Partini. Darman selesai mengerok badan bagian depan Partini. Dengan nakal Darman menarik celana dalam partini yang berkolor karet dan melepaskannya. Jebret ! Perut partini kena kolor karet celana dalam. Partini mengaduh. Darman tertawa - tawa. " Edan sakit , kang ?" , teriak Partini. Partini duduk. Daster diambil Darman. Dipakaikan ke Partini. Selesai dipakaikan daster Partini kembali rebah terlentang. " Pijit kakiku ya, kang !" , pinta Partini manja. " Dak !" Dah dikeroki kok tambah - tambah. Aku mau pulang ." Darman mau berdiri. Tapi cepat - cepat tangan Partini menarik tangan Darman. Darman jadi kembali duduk di pinggir ranjang. " Bentar saja, kang ." Partini manja. " Nanti tak gorengkan pisang dah, kang ". Darman kalah. Ahkirnya Darman memijit kaki Partini. Mulai dari ujung jari kaki Darman memijit. Merangkak naik. Kedua kaki Partini menerima pijitan tangan Darman yang besar. Sesampai ke paha tangan Darman menyusup ke dalam daster. Partini mendesah. Tangan Darman terus naik ke selangkangan, wal hasil menyentuh punya Partini. Partini meresa punyanya tersudul - sudul tangan Darman. " Enak kang ...enak ... aahh..." , rintih Partini. " Apanya yang enak !" , bentak Darman. " Ih kang Darman. Ini tangan kang Darman nyundul - nyundul punyaku ". Berkata begitu sambil tangan Partini meremas tangan Darman dan ditekan - tekankan di punyanya. " Edan....saru...dah !" Darman menarik tangannya, berdiri dan ngeloyor ke kamar mandi untuk cuci tangan. Partini yang ditinggalkan Darman kemudian mengelus - elus punyanya. Tapi tidak terasa seenak ketika ketika tangan Darman tadi yang menyendul - nyendulnya.
     Sangkaan orang sekampung terhadap Darman semakin santer. Disuatu rapat rahasia yang dipelopori kepala dusun menyepakati melaporkan Darman ke Polisi. Ahkirnya Polisi kembali ke dusun menciduk Darman. Darman dibawa ke kantor polisi di kota. Darman diinterogasi. Darman di tahan. Ada permintaan dari polisi agar sperma yang tertinggal di mayat Partini dicocokan dengan sperma Darman. Darman dibawa ke rumah sakit dimana mayat Partini masih berada disana.

                                                                                     bersambung ke bagian ketiga .....