Senin, 02 Mei 2011

Anggungan Perkutut

Anggungan Perkutut
                                                                                                         edohaput
Bagian keempat 

     Samidi pernah diketahui Darman mengintip Partini. Darman lupa tanggal,  tetapi ia ingat betul waktu itu bulan Januari 2011. Tepatnya malam Jum'at Kliwon. Darman yang sedang berada di luar rumah tiba - tiba dikagetkan oleh adanya orang yang mengendap - endap di samping rumah Partini. Waktu itu menurut Darman malam telah melewati pukul nol - nol. Orang itu terus mengendap - endap dan ahkirnya berhenti di samping kamar tidur Partini. Darman bersembunyi di balik pohon dan mencoba mengetahui siapa orang itu. 
     Rumah Partini berdinding anyaman Bambu. Karena memang belum sempat diperbaiki maka disana - sini banyak berlobang - lobang. Tak luput dinding kamar Partini juga banyak lobang. Sehingga mudah sekali diintip dari luar. Di luar gelap. Di dalam terang. Sehingga dapat dengan jelas orang bisa melihat ke dalam melalui celah lobang itu. 
     Darman mencoba dengan hati - hati mengendap - endap di antara tumbuhan perdu yang membatasi rumahnya dengan rumah Partini. Ia ingin dengan jelas apa yang akan diperbuat orang itu. Setelah jarak pandang dikegelapan tidak lagi menjadi penghalang, Darman bisa melihat bahwa orang itu Samidi. Apa yang akan dilakukan Samidi malam - malam begini di samping kamar tidur partini. Darman menahan napas. menahan gerakan, agar tidak menimbulkan suara. 
     Samidi mulai menempelkan wajahnya ke dinding bambu. Sebentar - sebentar ia menjauhkan wajahnya dari dinding, tetapi kalau sudah menempel, cukup lama berhenti. Tangan Samidi dilihat oleh Darman tampak membuka reutsliting celananya. Samidi  mengeluarkan miliknya yang sudah kaku. Sambil terus mengintip Samidi menggerak - gerakkan tangannya maju mudur di miliknya. Kira - kira sepuluh menit berbuat begitu tiba - tiba pantat Samidi bergerak - gerak dan ada desahan dan suara pelahan yang masih bisa didengar Darman. " Oh... Partini ....Partini....ah....uh...Partini ". Setelah beberapa saat Samidi memasukkan miliknya dan mengendap - endap pergi.
     Setelah Samidi pergi Darman mendekati dinding kamar Partini. Ia ingin melihat juga apa yang ada di dalam kamar Partini. " O...pantas ... Samidi begitu ", bisik Darman setelah mengintip ke dalam. Ternyata Partini tidur miring dan rok dasternya tersingkap ke atas sampai ke pinggul. Pantatnya yang putih nampak ditutup celana dalam yang tidak mapan sungguh di tempatnya. Sehingga bagia belakang pantat tampak sedikit terkuak dan pepek Partini kelihatan separo. Darman menghidupkan korek untuk menerangi suasana di situ. Seperma Samadi tercecer disitu, ada juga yang menempel di dinding bambu.
     Esuk harinya Darman ketemu Samidi di tempat mereka sedang membantu orang yang sedang membenahi rumah. Orang sedusun bergotong royong. Tak ketinggalan para pemuda, juga Darman dan Samidi. Waktu mereka pada istirahat. Samidi mendekati Darman. Jantung Darman berdesir jangan - jangan Samidi tahu kalau dia mengetahui Samidi tadi malam ngintip Partini. " Man aku tak tanya sama kamu, Man " , kata Samidi setelah duduk di dekat Darman dan mulutnya penuh gorengan pisang." Tanya apa, Sam ?", jawab Darman pendek sambil menyerutup teh panas. " Begini, ...  kamu kan dekat sama Partini ta ? Mbok tolong disampaikan ke Partini kalau aku suka dia. Kalau dia mau aku ya mau banget lho, Man ". Kata Samidi serius." Lha mbok sampeyan ngomong sendiri ta , kang Samidi. Gitu aja kok malah lewat saya ", jawab Darman yang juga serius. " Maksudku gini lho, Man. Kalau dia nanti njawab mau akan terus saya lamar, Man ". Kata Samidi lagi. " Ya... nanti kalau ketemu Partini tak sampaikan, kang ". Jawab Darman. Pembicaraan terputus ketika orang lain nimbrung duduk disitu.
     Satu saat Darman ketemu Partini disampaikannya maksud Samidi itu. Tapi Partini menolak dengan halus kalau dia belum ingin berumah tangga. Partini masih ingin sendirian. Masih ingin membantu emaknya di warung pecel. Apalagi Partini juga masih belum cukup umur untuk nikah. Tentang tubuhnya yang kelihatan sudah dewasa karena memang partini bongsor. Jawaban Partini yang demikian itu juga telah disampaikan oleh Darman kepada Samidi. Samidi bisa mengerti. Samidi juga merasa seandainya Partini mau lantas apa modal yang bisa dipakai membahagiakan Partini. Pekerjaan tetap belum ada. Sawah ladang yang sedikit tak bakal cukup untuk itu. Samidi tidak sakit hati. Tetapi cita - cita untuk memiliki Partini tidak pernah terputus.
     Sejak peristiwa diketahuinya Samidi mengintip kamar Partini Darman selalu bangun tengah malam dan mencoba berada di luar rumah. Siapa tahu ada orang lain selain Samidi berbuat sama. Benar malam itu malam rabu. Darman lupa tanggalnya tapi masih dibulan Januari dua ribu sebelas. Ada orang mengendap - endap mendekati rumah Partini. Setelah dekat  orang itu mendekati dinding kamar Partini. Kemudian nampak membuat lubang untuk mengintip. Darman dengan sangat hati - hati untuk mendekatkan jarak pandang. Setelah cukup dekat : " Lho Samidi lagi ", katanya dalam hati.
     Samidi membuat lubang intipan semakin lebar. Setelah cukup lebar Samidi menempelkan matanya di lubang intipan. Samidi menikmati pemandangan yang lebih indah dari yang pernah dia lakukan sebelumnya. Partini tidur nyenyak terlentang. Selimutnya tak lagi menutupi badannya. Dasternya tersingkap sampai ke pusar. Partini tidak memakai celana dalam. Kemarin hujan dari pagi. sehingga Partini yang tidak punya banyak celana dalam terpaksa malam itu tidak memakainya karena masih pada basah. Beruntung sekali Samidi. Tampak Samidi gugup dan tergesa mengeluarkan miliknya dari dalam celana. Ia kawatir nanti kalau Partini merubah posisi tidurnya ia tak lagi bisa menikmati. Tangan Samidi terus bergerak mengocok. Samakin lama kocokannya semakin cepat. Sementara itu  satu matanya terus menempel di dinding anyaman bambu kamar Partini. Partini menggeliat dan melebarkan kakangannya. Samidi menjadi semakin bernafsu. Ia melihat jelas bibir kemaluan Partini membuka. Dalam khayalnya Samidi menempelkan penisnya dan menekannya disana. Dan masuk. Samidi pelan - pelan menggenjotnya. Napas Samidi semakin memburu. Tangannya terus bergerak. Ada nikmat yang akan memuncak. Samidi berhenti menggerakkan tangannya. Agaknya ia merasa sayang kalau cepat keluar. Partini merubah posisi lagi, miring. Sehingga kemaluannya nampak dibelahan pantatnya bagian bawah dan di antara kedua pahanya yang putih. Samidi sudah tak kuat lagi. Kocokannya kembali cepat dan.....: " Partini.....Partini....Partini.......aaahhh " . Tubuh Samidi bergetar. Tak lama  kemudian Samidi pergi dengan membawa kepuasan. Setelah itu Darman berganti mengintip. Darman tak tertarik. Darman menyalakan korek. Banyak sekali di dinding mani Samidi tertempel. Kental, putih, dan meleleh.
     Siang harinya Darman ke rumah Partini. Ia dapati Partini sedang menggoreng tempe. " Kebetulan kang Darman ke sini. Nih tak gorengkan tempe, kang ", sapa Partini.  " Kebetulan Par, aku belum makan ", jawab Darman. " Ya kang, aku buatnya nasi juga banyak kok, kang. Yuk makan bareng, bentar tak buat sambel bawang ", kata Partini lagi sambil sibuk. Sementara partini sibuk, Darman masuk ke kamar Partini. Ditempelkannya karton - karton kardus bekas bungkus mie yang sudah disiapkan Darman dari rumah. Darman menempelkannya dengan lem dan juga dijepit dengan bambu. Kuat. " Lho kang, kok ditempel - tempel gitu to , kang ? " , tanya Partini yang juga masuk kamarnya mencari Darman untuk diajak makan. " Biar kamu tak kedinginan, Par. Angin mudah masuk melalui celah - celah itu ", jawab Darman. " Terima kasih ya, kang. Ternyata kang Darman perhatian banget sama aku ", kata partini. " Dah yuk kita makan " , ajak Darman sambil mendorong bokong Partini. Yang didorong membalik : " Ini kang yang didorong !''. kata Partini menunjuk bagian depan pantatnya alias bagian pepeknya. " Bukan ini , kang !" Partini mengelus pantatnya. " Wis....wis....aneh - aneh wae....saru... yuk makan ". Kata Darman sambil meraih lengan Partini.
     Darman masih tetap bangun tengah malam dan keluar rumah. Kebiasaan ini terus dilakukan tiap malam. Satu malam, malam itu malam Sabtu. Para pemuda umumnya berada di rumah pak Haji Danuri menyaksikan laga sepak bola antara Liverpool dengan Real Madrid. Darman tak tertarik kesana. Ia setia menunggu siapa lagi yang akan mengintip kamar Partini. Kali ini pasti kecele. Benar juga waktu itu belum pukul sebelas. Gerimis kecil - kecil. Suasana sepi. Darman tetap bertahan di bawah pohon sawo. Terlihat orang mengendap - endap mendekati rumah Partini. Melihat gayanya dia lah Samidi. Darman menahan tawa. " Mati kau " . Katanya dalam hati. Samidi terus mendekati kamar partini. Matanya ditempelkan. Berpindah - pindah. Tak ada lubang. Matanya hanya bertemu dengan kegelapan. " Sial !" , gerutu Samidi yang didengar Darman. Darman kembali menahan tawa. Dengan kekecewaannya, cepat - cepat Samidi meniggalkan tempat itu. Dalam pikirannya apakah Partini tahu kalau ada orang ngintip kamarnya, sehingga ia kemudian menutupi dindingnya. Apakah ada orang tahu kalau dirinya suka ngintip kamar Partini. Terus orang itu memberi tahu Partini agar menutupi celah dinding kamarnya ? Pikiran berkecamuk di benak Samidi. Sejak itu kebiasaan mengintip Partini oleh Samidi dihentikan.
     Polisi mendengarkan cerita Darman tetang Samidi sambil manggut - manggut, kadang diselingi serius, kadang sambil membetulkan letak miliknya yang menggeliat di dalam celana ketika cerita Darman sampai pada pepek Partini. Kadang pula tertawa atau tersenyum. " Kamu minum saja dulu , Darman. Dan ini dimakan, nanti ceritamu diteruskan lagi." Kata polisi yang duduk di dekat Darman. " Terima kasih, pak ", kata Darman sambil meraih botol minuman. " Itu tentang Samidi ya, Darman ? Menurut kamu apa Samidi memperkosa Partini ? " . Tanya Polisi kepada Darman yang sedang mengunyah kue donat. " Wah itu saya tidak tahu, pak  " , jawab Darman sambil mencoba menelan donat. " Kalau Mursinu bagaimana, Man ? " , tanya polisi lagi. " Baik pak, nanti saya ceriterakan. Tentang Mursinu beda dengan Samidi, pak ", jawab Darman. " Kamu siap menceriterakannya, Man ?" , tanya polisi lagi. " Siap, pak ". Jawab Darman sambil mengusap - usap mulutnya yang ada mesis donat tertinggal di pipinya.


                                                                                bersambung kebagian kelima ......