Jumat, 06 Mei 2011

Anggungan Perkutut

Anggungan Perkutut 

                                                                                                                         edohaput

Bagian kelima 

      Mursinu banyak duit. Ia pedagang cengkih yang berhasil.Sudah cukup lama ia memendam perasaan suka sama Partini. Ia tidak menyadari apakah dirinya jatuh cinta apa cuma nafsu. Yang jelas Mursinu sangat menyukai Partini. Sangat berharap Partini mau diperistri. Setiap ia melihat Partini miliknya menggeliat dan kaku. Dikala menjelang tidur yang menjadi bayang - bayang pengantar tidurnya hanya Partini. Tidak jarang ketika sulit tidur Mursinu menjadikan Partini obyek onaninya. Mursinu termasuk orang gede nafsu birahinya. Seminggu tak begituan kepalanya pusing. Mursinu tak seperti pemuda dusun pada umumnya. Yang lugu, tak berduit dan sederhana.  Mursinu sangat sering ke kota. Dan di kotalah Mursinu melampiaskan nafsu biologisnya dengan pe-es-ka - pe-es-ka yang mudah ditemui.
     Satu hari Mursinu mampir di warung nasi pecelnya mbok Sargini. Tujuannya menemui Partini. Kebetulan saat itu Partini sedang sendiri di warung. Mbok Sargini lagi kondangan ke tetangga dusun yang mantu. Hari itu memang disengaja oleh Mursinu. Dia tahu kalau Partini sedang sendirian di warung. Karena hari itu sudah agak larut siang maka warung sepi. Hal itupun sudah diperhitungkan oleh Mursinu. " Par, aku dibuatkan teh saja ", Mursinu membuka percakapan setelah duduk di bangku. " Tidak makan, Mas ?", tanya Partini pada Mursinu. Karena Mursinu orang terpandang dan kaya maka Partini memanggilnya dengan sebutan mas. " Aku sudah jajan tadi di kota, Par. Jadi sudah kenyang. Sudah teh saja yang panas dan manis ", jawab Mursinu. Mursinu memandangi Partini yang sedang membuatkan teh dan berdiri  membelakanginya. Pikiran Mursinu melayang. Pantatnya gempal menyembul. Kulitnya putih. Lengannya panjang. Karena Partini mengenakan daster tak berlengan maka Mursinu bisa melihat sedikit buah dada Partini yang pasti putih. Ketika Partini membungkuk mengambil senduk yang ada di rak meja bawah, Mursinu terkesima melihat kedua paha Partini yang bersih. Mursinu menelan ludah.
     Partini menyodorkan gelas teh di meja sambil agak membungkuk. Sekali lagi dari dalam dasternya Mursinu melihat buah dada yang ranum punya Partini. Mursinu menyulut rokok. " Par kesini, Par aku mau bilang sama kamu " , kata Mursinu sambil menggerakkan tangan memberi isarat agar Partini duduk didekatnya. " Aku duduk sisni saja, mas. Mas Mursinu mau ngomong apa ta, mas ? " , Partini menolak isarat Mursinu. " Penting, Par. Aku tak ingin yang aku omongkan ke kamu didengar orang lain. Sini !", pinta Mursinu. Partini maju duduk di hadapan Mursinu yang diantara Partini dan Mursinu ada meja dimana tehnya Mursinu tersaji. Mursinu ingin cepat - cepat menyelesaikan tugasnya. Ia takut keburu ada orang datang. Batalah niatnya." Begini Par, aku sebenarnya suka sama kamu. Aku ingin jadi ...ja...jadi pa...pacar kamu, Par ", kata Mursinu agak terbata - bata. " Kamu mau ta, Par ?", tanya Mursinu. Partini tersenyum dan meledek : " Mas Mursinu mbok jangan gitu, mas. Mas Mursinu itu kan orang kaya. Aku ini apa ta, Mas ? ", jawab Partini agak tertawa lebar. " Aku ini serius lho, Par ". Kata Mursinu lagi : " Mau ta Par jadi pacarku ? ". Partini cuma tersenyum dan tak mengambil reaksi serius dari kata - kata Mursinu. " Nih, aku tadi dari kota membeli ini ", kata Mursinu sambil meletakkan kotak kecil terbalut beludru biru di atas meja dan menyorongkannya ke Partini. " Ini hadiah untuk kamu, Par ". Tolong pikirkan untuk mau jadi pacarku ".  Berkata begitu Mursinu sambil menghabiskan teh yang dibuatkan Partini. " Sudah aku pulang. Besuk ketemuan lagi ya, Par ? " Aku tak mampir ke warung ini ". Berkata begitu Mursinu bangkit dari duduk dan meninggalkan Partini yang masih tertegun oleh kotak yang ditinggalkan Mursinu di atas meja.
     Mbok Sargini pulang dari kondangan diantar Darman.Tidak pulang ke rumah, tapi ke warung. Mbok Sargini menemukan Partini yang masih termangu memandangi kotak kecil berbalut beluduru biru. " Apa itu, Par ?". tanya mbok Sargini kepada anaknya semata wayang sambil menunjuk kotak kecil di atas meja. Yang ditanya cuma mengangkat bahu tanda tidak tahu. " Siapa yang naruh kotak itu, Par ?", tanya mbok Sargini lagi. " Mas Mursinu, mbok ", jawab Partini. " Lha kok ditaruh disitu. Ketinggalan pa, Par ?". Mbok Sargini jadi heran. " Tumben ya Dar, mas Mursinu mampir kesini ", kata mbok Sargini kepada Darman yang juga ikut memandangi dan bertanya - tanya tentang kotak kecil itu. Mbok Sargini dan Darman tahu persis jika kotak itu tempat menempatkan perhiasan berharga. " Ya jajan ta, mbok. Barangkali sekarang mas Mursinu sudah doyan sega pecel. Kalau biasanya kan sate kambing ", jawab Darman sekenanya. Tapi pikiran Darman sudah bisa menangkap kalau mas Mursinu ke warung pasti karena Partini. " Gini lho, mbok . Tadi mas Mursinu kesini. Beli teh. Tapi ngomong sama aku. Aku mau jadikan pacarnya, gitu lho mbok ", kata Partini ke mboknya yang tampak kaget mendengarkan penjelasan Partini. " Trus mas Mursinu ngasih aku kotak itu, mbok ", kata Partini lebih memberi penjelasan. " Sudah kamu buka belum kotak ini, Par ?", tanya mbok Sargini sambil meraih kotak kecil itu. Ditanya mboknya begitu Partini cuma mengangkat bahu tanda belum membuka. Mbok Sargini membuka kotak dan kaget : " Waduh Par ! Ini kan kalung emas ! Beruntung sekali kamu Par ! Ini dikasih ke kamu ya, Par ?". Mbok Sargini kegirangan. " Emas ini, Man ! Berat lho ini ! Ada lho ini kalau lima puluh gram ", kata mbok sargini sambil mengeluarkan kalung dari dalam kotak dan menimbang - nimbangnya dengan tangan. Darman hanya manggut - manggut dan terkesima oleh ulah mbok Sargini yang kegirangan. " Wah....wah...wah..baik benar ya mas Mursinu itu ? Par,  kamu mau ta dijadikan pacarnya mas Mursinu ? Kalau kamu nanti menjadi isteri mas Mursinu hidupmu bakal enak. Dia orang kaya. Bisa cari duit banyak. Aduh.....aduh.....beruntungnya anakku ", kata mbok Sargini sambil memeluk tubuh Partini. " Nih dipakai kalungnya, biar tambah cantik !", pinta mbok Sargini dan mau memakaikan kalung di leher Partini. Partini menolak. " Jangan sekarang mbok. Besuk saja ! ", tolak Partini. " Lho kenapa ini kan sudah diberikan ke kamu ta, Par !". Mbok sargini agak memaksa tapi Partini tetap tidak mau. Dia malah berdiri dan menuju ke dapur, sambil berkata : " Itu kalung disimpan simbok saja !". 
     Siang hari berikutnya Mursinu datang ke warung. Mbok Sargini begitu suka cita kedatangan pemuda  kaya yang menghendaki anaknya jadi pacarnya. " Mari ... mari.... duduk , mas Marsinu. Minumnya teh apa kopi .. e..apa jeruk, mas ?" Mbok Sargini dengan sangat sopan dan sangat antusias menanggapi Mursinu. " Teh saja, mbok ", jawab Mursinu sambil membenahi posisi duduknya. Disebut dengan panggilan " mbok " layaknya Partini memanggil atau Darman juga, mbok Sargini tambah berbesar hati. " Makan nasi pecel ya, mas. Tak buatkan yang istimewa ". Mbok Sargini menawarkan makan ke Mursinu. " Ndak, mbok. Aku sudah sarapan tadi. Masih kenyang. Partini kemana, mbok ?" , tanya Mursinu sambil mengawasi sekeliling yang tak nampak Partini. " Partini masih di rumah, mas. Paling sebentar lagi dia datang ", jawab mbok Sargini." Terima kasih lho, mas. Partini suka sekali dengan kalung yang mas Mursinu berikan kemarin ". Mbok Sargini berbohong. " Cuma kalung saja kok, mbok. Besuk rencananya Partini mau saya ajak ke kota, mbok. Mau saya belikan gelang dan pakaian yang bagus - bagus ", kata Mursinu yang sekaligus minta ijin mbok Sargini untuk mengajak Partini. " Boleh .....boleh...mas. Sekalian Partini agar punya pengalaman melihat kota. Tapi Partini bodo lho, mas. Dia itu lugu.... belum mengerti .... ya ..ya tolong saja mas dia itu diberi pengalaman ". Mbok Sargini dengan senang hati memberi ijin kepada Mursinu untuk mengajak Partini ke kota.
     Partini datang menenteng bakul yang berisi nasi yang dimasak di rumah. Partini langsung masuk dan tak menyapa Mursinu. " Lho kok tidak menyapa mas Mursinu, Par ?" , tanya mbok Sargini. Partini tidak menjawab dan langsung sibuk dengan pekerjaannya. " Maafkan Partini ya, mas. Dia itu sering begitu kalau badannya capai membantu mboknya". Mbok Sargini berbohong lagi. " Dah kamu dak usah kerja. Temani saja mas Mursinu sana ! ", pinta mbok Sargini kepada Partini. " Besuk kamu mau diajak mas Mursinu ke kota. Mau dibelikan baju - baju bagus dan gelang. Dah sana omong - omong sama mas Mursinu ." Mbok Sargini membujuk  Partini.
     Para langganan nasi pecel pada datang. Pembicaraan jadi terganggu. Mursinu berpamitan pergi : " Sudah ya, mbok. Aku pamit dulu. Besuk agak pagi aku kesini lagi jemput Partini ". Kata Mursinu  sambil meletakkan lembaran uang ratusan ribu di dekat tehnya. " Kembaliannya mas ! " Teriak mbok Sargini. " Dak usah toh besuk masih kesini ! " Jawab Mursinu. Mendengar kata - kata Mursinu mau datang menjemput, jantung Partini berdesir. Ia kaget. Dalam  pikirannya ia kan belum menyetujui diajak pergi. Maksud hati mau menjawab menolak, tetapi Mursinu keburu keluar dan melambaikan tangan ke dirinya : " Yuk Par, sampai besuk ya !". Berkata begitu Mursinu langsung menancap gas motor barunya. Partini tertegun. Dalam hatinya menyalahkan mboknya yang tanpa persetujuannya mengijinkan dia diajak Mursinu ke kota besuk. Apa yang harus diperbuat besuk ?  Akan menolak ? Apa bisa ? Kalau dia menolak apa mboknya tidak marah ? Partini bingung.
     Partini menemui Darman di rumah Darman. " Gimana kang besuk aku sebenarnya dak mau lho, kang. Aku takut ", keluh Partini. " Ya besuk kamu dak usah nolak. Ikuti saja Mursinu. Kalau dibeli - belikan ya mau saja. kalau sudah selesai belanja ya pulang saja ". Darman menasehati Partini. " Tapi kang....", Partini merajuk. " Dak usah tapi - tapian .....dah sana pulang ! Ini sudah malam lho ", perintah Darman. " Diantar, kang .... ", Partini semakin merajuk manja. " Lho rumahku ini kan cuma sepuluh meter dari rumahmu ta, Par. Masak harus diantar ", jawab Darman. " Kang ....ayo ta kang ", ajak Partini semakin manja Darman kalah. Ahkirnya Darman keluar rumah. Partini minta dirangkul. Di luar gelap. Hanya ada cahaya rembulan yang redup. Darman merangkul Partini. Tangan Darman yang merangkul Partini dipegangi Partini. Dan Partini menggosok - gosokkan tangan Darman ke buah dadanya. Darman merasakan gundukan kenyal menyentuh tangannya. Adu puting yang menyentuh tangannya. Partini tidak pakai kutang. " Jangan edan ta, Par !" . Darman menarik tangannya yang di pegang Partini. Partini tidak mau melepas. " Biar anget kok, kang. Aku adem lho kang ". Partini merepatkan badanya ke tubuh Darman. Tangan Darman yang satunya oleh Partini dipepetkan ke pepeknya. " Dasar cah edan .....saru !". Kata Darman yang disambut cekikikannya Partini. Partini dan Darman masuk rumah. Mbok Sargini sudah mendengkur. " Tidur sini saja ya, kang. Tidur sama aku ", Partini terus masih memegangi tangan Darman. " Edan pa ? Sekarang kita ini  dah gede bukan anak kecil lagi.  Kalau dulu kita sering tidur bersama. Lha kalau sekarang ya jangan ta ,Par. Dah sana tidur. Besuk telat bangun. Besuk kan mau pergi sama Mursinu ". Mendengar omongan Darman begitu Partini langsung melepas tangan Darman dan lari kekamar. Darman menutup pintu rumah Partini rapat - rapat dan pulang.
     Hari belum jam delapan. Mursinu sudah datang di warung. Ditemui mbok Sargini. Sebentar kemudian Partini datang. " Piye ta, Par ? Kok belum ganti pakain. Kamu kan mau diajak ke kota sama mas Mursinu. Mosok pakai rok kayak gitu " Mbok Sargini pura - pura memberengut memarahi Partini. " Dah dak apa - apa, mbok. Pakai pakaian lama  ke kota tak masalah. Dan walau hanya pakai rok kaya gitu Partini tetap cantik kok, mbok ". Mursinu menimpali kata - kata mbok Sargini. " Maaf lho mas Mursinu....Partini ini.... tak pengalaman ...." . Mbok Sargini merendahkan Partini. " Dah sana mboceng mas Mursinu !" Kata mbok Sargini sambil mendorong lembut pundak anaknya.
     Partini sengaja memakai rok jelek. Harapannya Mursinu tidak jadi mengajak ke kota. Tapi ternyata Mursinu tetap tidak mempermasalahan soal pakaian. Dengan cara apa lagi Partini bisa menolak. Partini hanya bisa pasrah. Mursinu menghidupkan motor. " Ayo, Par !", ajak Mursinu. " Sudah sana berangkat, simbok sendiri di warung dak apa - apa kok. Par ". Mbok Sargini mendorong Partini agar segera naik keboncengan Mursinu. Motor meluncur. Mursinu gembira. Partini gelisah dibonceng Mursinu.
     Di kota Mursinu mengajak Partini ke toko emas. Partini dibelikan gelang. Dari toko emas ke toko pakaian. Partini dibelikan pakaian. Partini sama sekali tak ada semangat memilih. Semua pakaian yang dibeli pilihan Mursinu. Dari toko pakaian Partini diajak makan di warung sate kambing. Partini tidak ada semangat untuk makan. Apa lagi daging kambing. Sama sekali ia tak suka. Selesai makan Mursinu membawa Partini ke losmen. Mau Mursinu Partini akan diajak ngamar. Dalam pikiran Mursinu Partini akan diajaknya berhubungan intim. Khayalan Mursinu sudah melambung. Ia bakal menikmati keperawanan Partini. Partini pasti tidak akan menolak karena sudah di beli - belikan barang - barang. Sampai di losmen Mursinu boking kamar. Dan mengajak Partini masuk kamar. " Mau apa mas kok pakai masuk kamar segala ? " , tanya Partini. " Sudahlah ayo, tak apa - apa cuma sebentar saja ", bujuk Mursinu. " Dak, Mas.  Aku dak mau, mas. Kita pulang saja ", sambil berkata begitu Partini berjalan keluar dari lingkungan losmen. Mursinu menyusul dengan motornya. Mereka kembali berbocengan. " Pulang saja, mas ", pinta Partini. " Ya pulang !" , jawab Mursinu ketus. Motor berjalan kencang. Sampai di perkebunan karet motor bebelok masuk ke kebun karet. " Lho kok kesini, mas ? ", tanya Partini. Mursinu justru mempercepat jalannya motor lewat jalan sempit semakin masuk ke kebun. Setelah  cukup jauh dari jalan Mursinu menghentikan mator dan menarik tangan Partini masuk ke semak - semak. " Kita mau apa disini, mas. Ayo pulang saja !". Partini berontak. Mursinu semakin nekat tubuh Partini dengan sekuat tenaga ditelentangkan di atas rumput.
     Darman yang dari sejak Mursinu dan Partini berangkat ke kota selalu membututi mereka kaget melihat Mursinu membelokkan motornya ke kebun karet. Darman segera menyembunyikan motornya dan berlari mengendap menuju tempat Mursinu dan Partini berada. Darman segera melihat Mursinu yang telah berhasil mebuka baju Partini yang menutupi dadanya. Disana Mursinu meremas - remas payudara Partini. Partini hanya bisa menggeliat - geliat. Mulutnya tak bisa bersuara karena telah ditutup mulut Mursinu yang dengan kasar mengulum bibir Partini. Dari mulut turun ke leher. Ahkirnya mulut Mursinu telah berada di pentil Partini. Disana mulut Mursinu menciumi dan menyedot - sedot puting susu Partini. Tangan Partini berusaha menjauhkan kepala Mursinu dari dadanya. Tapi tak kuasa. Mursinu begitu kuatnya menekan. Tangan kiri Mursinu dengan kuat mencengkeram bahu partini sementara tangan kanannya sudah berada di selangkangan Partini. Tangan Mursinu masuk ke celana dalam Partini. Disana jari - jari tangan Mursinu menekan - nekan kemaluan Partini. Jari - jari itu berusaha menyibakan bibir kemalauan dan masuk menusuk - nusuk pepek Partini. Mula - mula masuk satu jari dan dikocok - kocokan. Lalu dua jari masuk dan di kocok - kocok. Sementara itu mulut Mursinu berpindah - pindah dari bibir ke leher ke pentil lagi. Partini mendesah bukan karena nikmat tetapi sebaliknya justru ia meraskan kesakitan dan jijik terhadap mulut Marsinu yang bau rokok. Jari - jari tangan Mursinu yang berkuku menyakiti kemaluannya. Mursinu semakin kesetanan. Dengan sakali tarik celana dalam Partini sobek dan terlepas. Mursinu semakin leluasa mempermainkan pepek Partini. Mengusap usapnya dan menusuk - nusukkan jarinya. Mula - mula satu jari dikocok - kocokkan. Dua jari masuk. Partini semakin kesakitan. Merasakan tubuh Partini menggelinjang - gelinjang, Mursinu mengira Partini keenakkan. Mursinu sudah tak kuat lagi menahan birahinya. Celananya dipelorotkan dan mencuatlah tongkolnya yang besar kaku, siap menusuk kemaluan Partini. Partini merasakan pahanya menyentuh benda kaku yang menggesek - gesek. Dia tahu itu tongkatnya Mursinu. " Jangan, mas. .....Jangan , mas.... ", Partini mulai menangis dan telapak tangannya berusaha menutupi kemaluannya yang akan ditusuk tongkolnya Mursinu. Mursinu berusaha menepiskan telapak tangan Partini yang menutupi kemaluannya. Dan mliliknya di dosok - dosokan ke kemaluan Partini. Mursinu sudah sangat bernafsu. Entah didorong oleh rasa apa tiba - tiba Partini melapaskan telapak tangannya yang menutupi kemaluannya dan berganti memegang tongkolnya Mursinu. Dipegang tangan Partini yang lembut dan hangat basah keringat, dan karena nafsu birahi yang sudah begitu memuncak Mursinu merasakan kenikmatan luar biasa miliknya digenggam Partini. Dan tak kuat lagi Mursinu menahan kenikmatanya. Partini merasakan yang dipegangnya berkedut - kedut dan memuntahkan cairan kental dan licin. Mani Mursinu menyembur - nyembur ke paha Partini dan sebagian ada pula yang menempel di kemaluan Partini. Beberapa saat kemudian tubuh Mursinu terguling lemas di rerumputan. Partini sibuk membenahi roknya yang awut - awutan. Tak lama kemudian Mursinu menyadari keadaannya dan segera menarik tangan Partini dan membocengkannya pulang.
     Dua hari dari peristiwa itu mbok Sargini mengembalikan semua barang - barang yang telah dibeli Mursinu untuk Partini. Mbok Sargini sangat menyesal mengijinkan Partini diajak Mursinu ke kota. Cerita Partini kepada mboknya membuat mbok Sargini marah.  Mbok Sargini tidak mengira kalau Mursinu akan berbuat jahat terhadap anaknya. Semua barang yang telah diterimanya dilemparkannya di depan Mursinu.
     Sejak peristiwa itu Partini selalu murung. Darman datang menghibur. " Napa ta, Par belakangan ini kok cemberut terus. Jengkel sama aku ya ?" , tanya Darman. Yang ditanya tak bereaksi. " Kangen sama Mursinu ya. Kalau kangen aku ya mau kok memanggilkan Mursinu agar dia datang ". Goda Darman. Yang digoda lalu bangkit dari duduk dan masuk kamar. Darman kembali tiduran di kursi kayu. Satu - satunya kursi yang ada di rumah Partini. Darman memindah gelombang radio dan mencari siaran wayang kulit. Siaran wayang kulit ditemukan. Darman menguap karena ngantuk. Darman sangat tahu mengapa Partini dua hari ini murung. Darman sangat tahu perasaan Partini. Darman juga tak mengira kalau Mursinu bakal berbuat seperti itu. Darman sangat menyesalkan perbuatan Mursinu. Darman semula berprasangka baik. Dan mengharapkan Mursinu akan bisa membahagiakan Partini. Tetapi semua itu pupus setelah dirinya menyaksikan peristiwa di kebun karet kemarin lusa. Berkali - kali Darman menguap. Tiba - tiba dari kamar partini memanggil : " Kang kesini, kang. Aku mau cerita !" Darman bangkit dari tiduran dan menuju kamar partini.
     Mbok Sargini sudah mendengkur di kamarnya. Dengkuran mbok Sargini kadang diselingi batuk - batuk. Mbok Sargini kalau sudah berangkat tidur jarang bangun - bangun. Walau kadang - kadang kepingin pipis mbok Sargini ogah bangun. Tidak jarang mbok Sargini jadi ngompol. Kalau sudah ngompol baru mbok Sargini bangun. Darman masuk kamar Partini. Darman mendapati Partini lagi melepas celana dalamnya.



                                                      bersambung kebagian keenam ......