Senin, 22 Agustus 2011

Anggungan Perkutut

cerita dewasa edohaput

Anggungan Perkutut
                                                                                                                        edohaput 


Bagian kedelapanbelas

     Satu mata Darman yang sudah menempel di lubang intip semakin terbeliak menyaksikan adegan yang ada di dalam kamar mandi yang diterangi lampu lima wath. Menik isteri ketiga pak Lurah telanjang bulat. Mulutnya sedang diciumi pak Lurah. Dan tangan kanan pak Lurah ada di selangkangan Menik mengelus - elus kemaluan Menik. Pak Lurah yang juga telanjang tampak tongkatnya sedang di sodok - sodokan di paha Menik. Mata Darman mencoba mengarah ke kemaluan Menik. Darman melihat kemaluan gadis muda umur sekitar dua belas tahun yang rambut kemaluan belum nampak. Di situ jari pak Lurah menusuk - nusuk liang senggama Menik. Mulut pak Lurah berganti - ganti antara mencium bibir dan melahap penthil Menik yang masih tampak sangat ranum. Dengan buas sambil ngos - ngosan pak Lurah melahap payudara Menik. Dan Menik hanya bisa menggelinjang di pelukan pak Lurah. Setiap kali paha Menik merapat, kembali dikangkangkan oleh pak Lurah, agar jari pak Lurah leluasa menusuk kemaluan Menik. Tangan Menik mencoba mencari - cari tongkat pak Lurah. Dan menemukannya. Lalu digenggamnya. Tongkat pak Lurah yang kaku dan sedang membesar dan memanjang. Agaknya Menik sudah tak tahan. Ingin kemaluannya ditusuk tongkat pak Lurah. Rupanya pak Lurah juga tahu kalau isteri ketiganya ini sudah tak tahan, ingin segera disetubuhi. Maka pak Lurah Segera mengangkangkan kaki Menik lebar - lebar dan dalam keadaan berdiri Menik dipepetkan di dinding kamar mandi. Dengan sedikit meredahkan pantatnya pak Lurah mengarahkan tongkatnya ke kemaluan Menik. Mata Menik sekejap terbeliak kemudian mengatup. Rupanya tongkat pak Lurah sudah menusuk kemaluannya. Dan yang seterusnya disaksikan oleh mata Darman adalah tubuh Menik yang terangkat - angkat oleh sodokan maju mundur tongkat pak Lurah. Menik merintih - rintih dan memeluk tubuh pak Lurah. Darman tak tahan. Ia segera pergi berjingkat dari pintu kamar mandi yang didalamnya sedang ada adegan kenikmatan. Pikiran Darman hanya ingin segera sampai di rumah dan onani di kamar mandi sambil membayangkan tubuh Menik.                Darman menyudahi ceriteranya. Dan para polisi yang mendengarkannya pada kelimpungan mencoba membetulkan celananya yang terasa menghimpit tongkat yang tidak terasa sudah membesar. " Jangan kamu ulangi perbuatan itu, Man. Kalau ketahuan yang diintip kamu bisa - bisa kena bogem mentah !" Kata polisi yang duduk di sudut sambil tertawa. Polisi yang lain pada menimpali dan membenarkan kata pak polisi yang duduk di sudut itu. " Begini, Man. Kamu benar - benar mempercayai kalau kematian Surinah ada hubungannya dengan anggungan burung perkutut itu ? ", tanya polisi yang di mejanya ada laptop. " Ya gimana ya pak ya ! Saya ini bingung. Saya sampai di kantor polisi ketemu bapak - bapak ini juga karena bingung. Cuma perasaan saya menuntun kemari. Anggungan perkutut itu saya kira ada hubungannya dengan kematian Surinah, pak ".  jawab Darman. " Coba kau cerita tentang anggungan perkutut itu, Man !", tanya polisi yang duduk persis di depan Darman. Dan polisi itulah yang paling sering menanyai Darman. " Sebelum cerita boleh merokok, pak ? Jika boleh beri saya sebatang, pak !" , pinta Darman sambil melirik polisi yang sedang merokok dan  duduk agak jauh dari Darman. Polisi itu tahu dan segera mengulurkan rokok dan koreknya kepada Darman. Darman segera menikmati asap rokok yang telah disulutnya. 
     " Waktu itu tengah malam telah lewat, pak. Dari pos kamling saya berjalan melewati depan rumah Surinah. Saya dengan jelas mendengar anggungan perkututnya pak Sukirban bapaknya Surinah. Sampai saya sudah cukup jauh dari rumah Surinah pun saya masih mendengar sayup - sayup anggungan itu. Suaranya sangat bagus, pak. Jarang sekali  saya mendengar suara burung perkutut yang merdunya seperti itu. Dan juga saya belum pernah mendengar burung perkututnya pak Sukirban itu manggung selama itu. Biasanya manggungnya pendek - pendek. Sebentar manggung lalu diam, nanti manggung lagi. Lalu diam lagi. Tapi malam itu persis ketika pak Lurah memberi sambutan di pemberangkatan jenasah Surinah,  perkutut itu tak pernah berhenti manggung, pak. Saya lalu menduga malam itu pak Lurah ada di rumah pak Sukirban. Dan malam itu pak Sukirban dan mak Temi sedang  berada di rumahnya Gadung anak pertamanya, pak. Dan Pak Sukirban dan mak Temi menginap di rumah Gadung malam itu, pak. Nah saya kan jadi curiga ta pak, sama pak lurah. Tapi saya tidak menuduh lho, pak. Tetapi saya hanya curiga ".  Semua mata polisi di ruangan itu tertuju kepada Darman yang penuh semangat berceritera. Ada polisi yang mengangguk - anggukan kepala, ada yang mengerinyitkan dahi, ada yang terdiam saja. " O jadi perkututnya pak Sukirban itu pemberian pak Lurah ta, Man ?", tanya polisi yang memang tugasnya menerima laporan Darman dan menanyai Darman. " Betul pak. pak Sukirban kan pekerjanya pak lurah juga. Saat musim tembakau pak Sukirban-lah yang mengurusi pengolahan tembakaunya pak Lurah, pak ", jawab Darman sambil tangannya membuang abu rokok di asbak. Kemudian Darman melanjutkan " Kalau mengingat jasa pak Sukirban kepada pak Lurah, ya apa tega pak Lurah membunuh Surinah, ya pak ? Wah saya bingung, pak. Tapi perasaan saya kok terus berkata kalau yang membunuh Surinah itu pak Lurah, pak. Gimana ya, pak ? Ya ... terserahlah kepada bapak - bapak polisi lah ". Darman menyudahi kalimatnya dengan ungkapan pasrah. 
  Polisi mempercayai cerita Darman. Tetapi polisi tak memiliki secuilpun bukti untuk mengawali penyelidikan. Padahal bukti awal ini sangat dibutuhkan. Polisi hanya mempunyai cerita Darman. Dan cerita itu  tidak sedikit pun yang bisa dipergunakan sebagai bukti awal jika pak Lurah terlibat atas kematian Surinah. Hanya anggungan perkutut saja yang bisa dipakai sebagai alasan. Dan alasan itu bukan alasan yang baik. Karena alasan yang hanya menduga - duga, menghubung - hubungkan antara kejadian - kejadian. 
     " Sekarang siapa Man, yang menjadi kembang desa setelah Partini dan Surinah mati ? Ada tidak, Man ?", tanya polisi yang sejak tadi hanya diam di sudut. Atas pertanyaan itu Darman kaget lantaran memang ada kembang desa setelah Partini dan Surinah tidak ada. " Ada ...ada, pak !"  Jawab  Darman tergagap. Darman jadi ingat kejadian minggu yang lalu. Ketika itu warga sedang melaksanakan kerja bakti membenahi jalan yang bopeng berlubang - lubang. " Tapi kembang desa yang satu ini masih kecil kok, pak. Umurnya baru sebelas tahun. Tapi tubuhnya sudah kayak perawan, pak. Cuma pikirannya saja yang masih kekanak - kanakan ". Darman semangat mengatakannya. " Namanya siapa, Man ?", tanya polisi itu lagi. " Namanya Tarmini, pak. Panggilan sehari - harinya Minil. Minil ini bapaknya sudah meninggal. Dia hanya hidup dengan mboknya. Mboknya tukang tempe, pak. Dia membuat tempe dan dijual di pasar desa. Tempenya mbok Kurni ini laris sekali lho, pak. Terkenal enaknya. Kalau digoreng dengan bumbu garam bawang gurih sekali, pak. Lebih enak lagi kalau di bacem ". Darman keterusan ngomong . " Lho kok malah tempe ta Man yang kamu omongkan ". Polisi yang lain menimpali. " Minil sekolah tidak, Man ?" Tanya polisi yang duduk di sudut. " Tidak pak. Dia itu bodo. dua kali dak naik kelas, trus keluar. Jadi esde pun dia dak lulus, pak ". Para polisi mengerinyitkan dahi dan pandangannya tertuju ke Darman. Polisi yang di depannya ada komputer bertanya : " Pak Lurah pernah menggoda Minil ya, Man ? " Ditanya begitu Darman cuma tertawa. Lantaran dia punya cerita menarik tentang Minil ini. Minil gadis yang masih bau kencur. Gadis bodo tapi sudah nampak kemontokannya dan kecantikannya. Minil yang selalu memakai rok kekecilan, sehingga tidak jarang jika duduk celana dalamnya dapat dipandangi dengan jelas. Minil yang tidak banyak punya pakaian. Maklum orang tua Minil tidak mampu membelikan pakain untuk Minil yang tumbuh subur.   " Lho kok malah tertawa. Ini pertanyaan penting lho, Man !" Kata polisi itu lagi. " Maaf pak, saya tertawa ini karena teringat pemandangan lucu yang dialami Minil. Boleh saya cerita, pak ?" Darman meminta waktu untuk lagi - lagi berceritera. Polisi yang duduk persis di hadapan Darman melihat arloji dan kemudian mengabulkan permintaan Darman : " Baik Man, tapi jangan panjang - panjang to the poin saja !" Darman mengerinyitkan dahi : " Apa itu to the point, pak ?" Darman bertnya karena memang tidak tahu arti kata - kata itu. " Sudah ayo cerita, to the point itu artinya singkat, jelas dan padat !" Darman sejenak manggut - manggut dan kemudian mulai cerita. 
     Minggu yang lalu semua warga turun kejalan untuk kerja bakti membenahi jalan yang berlubang - lubang. Satu - satunya jalan yang menghubungkan desa dengan kota. Jalan itu memang sudah lama tak dibenahi. Hari itu kegiatan kerja bakti sempat ditunggui pak Lurah. Sudah menjadi kebiasaan warga jika kegiatan kerja bakti ditunggui pak Lurah semua semangat dan semua senang. Semangat karena dilihat pemimpinnya, senang karena rokok yang dibeli pak lurah sangat cukup untuk mereka bekerja  sambil terus mengepulkan asap. Makanan dan minuman yang datang dari pak Lurah pun sangat cukup dan membuat warga jadi terus punya tenaga untuk kerja. 
     Hari itu masih pagi. Dengan menenteng kaleng bekas roti yang di dalamnya ada sabun, sikat gigi dan odol, dan di lehernya terkalungkan handuk lusuh yang sudah berlubang - lubang di beberapa tempat, Minil melewati dengan cueknya orang - orang yang sedang bekerja bakti.   Minil mau pergi mandi di pancuran tak jauh dari orang - orang yang sedang kerja bakti. Sudah menjadi kebiasaan warga dusun yang tidak punya kamar mandi di rumahnya, pancuran di sawah dekat sungai kecil itu menjadi tempat mandinya. Tak seorang warga pun memperhatikan langkah Minil pagi itu. Termasuk juga Darman. Minil gadis kencur bonsor yang bagi warga dusun terutama para pemudanya berpikiran belum layak Minil diperhatikan. Minilpun melenggang tanpa beban. Karena ia belum mempunyai rasa malu terhadap orang. Karena Minil merasa dirinya masih anak - anak. Darman yang secara kebetulan bekerja di dekat pak Lurah berdiri mengawasi warga yang sedang giat bekerja secara tidak sengaja melihat muka pak Lurah. Darman melihat pandangan mata pak Lurah sedang tertuju ke Minil yang sedang berjalan melewati pematang sawah. Sambil bekerja Darman terus mencoba mencuri - curi pandang ke muka pak Lurah. Ternyata hampir - hampir tak berkedip pandangan mata pak Lurah terus mengikuti langkah Minil sampai Minil tak lagi terlihat karena menuruni jalan setapak menuju pancuran. 
  Warga terus giat bekerja bakti. Tak seorang warga pun kecuali Darman yang memperhatikan pandangan mata pak Lurah yang terus memandangi tempat dimana Minil tadi menghilang untuk mandi. Darman mencoba menebak - nebak apa yang ada di benak pak Lurahnya. Mungkinkah pak Lurahnya yang sudah beristri tiga itu tergiur oleh gadis kencur bonsor itu ? Ah ... tak mungkin ! Tapi sejak tadi kok pandangannya itu .....ah...tidak ! Tapi ya mungkin saja. Minil itu kan gadis kencur yang buah dadanya sudah mulai nyembul. Dan pantatnya itu lho ! Padat dan sudah tampak seperti pantat perawan ! Tapi apa iya pak Lurah tergiur ? Jangan - jangan pikiranku saja yang jahat ! Atau jangan - jangan malah aku yang tergoda ! Edan..... ! 
     Betul tak lama kemudian Minil muncul. Tubuhnya hanya dililit handuk lusuh yang banyak lubang karena sobek. Melewati pematang Minil terus berjalan. Dan jalannya agak cepat. Darman kembali sambil bekerja matanya mencuri pandangan pak Lurah. Benar pak Lurah tanpa berkedip terus memperhatikan langkah Minil. Minil terus berjalan melewati pematang yang tadi ke tika ia berangkat menuju pancuran. Setelah agak dekat di kerumunan orang yang sedang bekerja entah karena apa Minil terpeleset di pematang dan jatuh tercebur di sawah yang ada airnya. Mungkin saja Minil tahu dipandangi pak Lurah lalu perasaannya keki dan mempercepat langkahnya jadi malah terpeleset. Atau mungkin memang Minil salah melangkah sehingga pematang licin dia tapaki juga. Tidak banyak yang tahu Minil terpeleset dan tercebur di sawah. Dengan sigap pak Lurah melompat ke pematang dan setengah berlari menuju tempat Minil tercebur. Ketika pak Lurah sampai di tempat, Minil sudah berusaha bangun dari terjerembabnya, tetapi handuk yang melilit tubuhnya terlepas. Pak Lurah segera menarik tubuh Minil. Ketika sudah berdiri di pematang Minil mencoba membalut tubuhnya dengan handuknya yang sudah basah air sawah. Pak Lurah membantu melilitkan handuk di tubuh Minil. Dengan sigap dan cepat dan itu pasti disengaja tangan pak Lurah sempat mengusap sedikit meremas payudara Minil. Payudara yang yang belum sempurna menggelembung tetapi sudah menyembul. Payudara yang begita kenyal. Dan kedua payudara Minil dengan cepat sempat sedikit diremas oleh pak Lurah. Minil tak tahu itu. Yang ia tahu ia dibantu pak Lurah untuk kembali melilitkan handuknya. Dan sempat pula tangan pak Lurah mengelus kemaluan Minil walaupun sangat cepat ketika membetulkan handuk di bagian paha Minil. Bahkan jari tengah pak Lurah sempat beberapa detik berhenti di belahan kemaluan Minil. Minil memang sempat kaget. Tetapi karena berlangsung sangat cepat maka hal itu tidak begitu dirasakannya. Saat itu pak Lurah segera melepas jaketnya dan menutupkan di tubuh Minil. Saat menutupkan jaket itu pak Lurah sekali lagi sempat meraba kedua payudara Minil dan agak lama meremas - remas karena talapak tangannya tertutup jaket. Minil yang diremas payudaranya tak bisa apa -apa. Hanya yang dirasakannya tangan pak Lurah hangat dan menekan payudaranya. Ada sekilas rasa geli yang belum pernah dirasakannya. Sehabis itu Minil terus berjalan melewati kerumunan orang yang sedang bekerja. Ada yang nyelutuk : " Makanya hati - hati Nil kalau jalan di pematang ! " Dan ada pula yang nyelutuk : " Jaketnya pak Lurah jangan dikotori. Dan segera dikembalikan !" Darman pura - pura tidak tahu dan tidak melihat kejadian itu. Tetapi sebenarnya ia sangat melihat apa yang diperbuat pak Lurahnya. 
     " Begitulah pak, ceritanya ". Darman mengahkiri ceriteranya. " Nah sekarang tugas untukmu, Man !" Kata polisi yang mengadapi komputer. " Kau harus terus mengawasi pak Lurahmu itu. Kamu harus terus memantau rumah Minil. Dan jaket itu seterusnya bagaimana. Kamu harus tahu. Dikembalikan oleh Minil kepada pak Lurah atau pak Lurah mengambilnya di rumah Minil ! Kamu sanggup, Man ?!". Polisi mengahkiri kalimatnya. " Sanggup, pak. Akan saya laksanakan !". Darman berdiri tegak dan hormat kepada polisi yang ada di hadapannya. 




                                                bersambung kebagian kesembilanbelas ...................