Jumat, 26 Agustus 2011

Anggungan Perkutut

cerita dewasa edohaput

Anggungan Perkutut 

                                                                                                                               edohaput 

Bagian kesembilanbelas  

     Darman melaksanakan tugas yang dibebankan polisi kepadanya. Mula - mula yang dikerjakan menyambangi rumah Minil. Darman mencoba mencari tahu dengan cara mengamati rumah Minil. Mencari tahu apakah jaket pak Lurah masih di rumah Minil. Atau sudah dikembalikan oleh Minil ke pak Lurah. Atau barangkali masih di rumah Minil. Pasti sudah dikembalikan. Kalau tidak ya pasti sudah diambil. Jaket itu sudah seminggu sejak peristiwa Minil terpeleset. Mungkinkah masih disimpan Minil. Kalaupun dicuci ya pasti sudah kering dan segera dikembalikan. Kalau jaket itu tertahan di rumah Minil rasanya tidak mungkin. Darman lewat di depan rumah Minil dan terkejut. Jaket pak Lurah ada di jemuran. Jaket itu belum dikembalikan atau ternyata belum diambil pemiliknya yaitu pak Lurah. Darman jadi maklum jaket itu belum dikembalikan. Jaket itu ternyata jaket kulit. Jaket itu dicuci, pasti sulit keringnya. Apalagi cuaca banyak mendungnya. Darman berlalu dari halaman rumah Minil sambil terus melirik jaket kulit yang sedang dijemur. Dan jaket itu tampaknya sudah mengering. Kalau jaket itu sudah kering pasti akan segera dikembalikan oleh Minil ke pak Lurah. Atau pak Lurah akan mengambilnya. 
     Malam mulai merangkak. Darman kembali menyambangi rumah Minil. Lampu minyak ruang depan masih menyala terang. Darman mendengar orang sedang bercakap - cakap. Darman berhenti dan duduk di teras rumah Minil. Darman ingin tahu siapa sedang ada di dalam rumah Minil. Darman duduk di lincak bambu yang ada dan menyulut rokok. Suasana sepi tak ada orang lewat.  
     " Jaket itu baru saja kering, Met " Terdengar di dalam rumah Mak Kurni berbicara. " Ya pantes saja yu, lha wong mendang - mendung gini ". Jawab Slamet.  " Den Lurah ya tidak kepingin jaket itu segera dikembalikan kok, yu. Tapi kalau sudah kering ya segera dikembalikan ". Kata Slamet lagi.  " Lha sekarang jaket itu bisa kamu bawa kok, Met. Besuk kamu bawa ke rumah den Lurah ". Terdengar mak Kurni menimpali kalimat Slamet. " Seperti saya kemarin ngomong, yu. Den Lurah ingin yang mengembalikan jaket itu Minil. Den Lurah ingin ketemu Minil. Kemarin kan sudah saya omongkan ta, yu, kalau den lurah itu kasihan sama Minil. Mosok anak sudah hampir perawan kok bajunya selalu compang - camping. Siapa tahu nanti kalau Minil ketemu sama den Lurah, terus Minil di kasih duit kan lumayan ta, yu ". Kalimat Slamet panjang mengingatkan mak Kurni. Slamet memang telah datang beberapa kali di rumah mak Kurni menanyakan jaket itu. " Ya sudah besuk biar Minil ke rumah den Lurah mengembalikan jaket itu, Met. Ya kamu tahu ta, Met,  kalau aku ini orang tak mampu. Sampai - sampai membelikan baju anak saja susah. Berapa ta, Met, hasil orang jual tempe kayak aku ini. Untung sedikit cuma bisa untuk beli beras. Ya matur nuwun betul, Met. Kalau den Lurah mau melasi Minil ". Kalimat mak Kurni juga jadi panjang. " Minil dak usah datang sendiri ke den Lurah, yu. Besuk malam aku tak kesini lagi. Nanti Minil saya boncengkan sepeda untuk ketemu den Lurah, yu ", pinta Slamet. " Wah jadi merepotkan kamu, Met. Matur nuwun ya, Met ya ". Kata mak Kurni  terdengar gembira. " Dak ..... dak merepotkan, yu. Justru aku senang bisa bantu - bantu Minil kalau benar - benar besuk den Lurah itu melasi Minil. Dan besuk malam itu den Lurah menunggu di rumahku kok, yu. Karena besuk malam itu den Lurah minta ditemani aku menjenguk orang sakit di tetangga desa. Jadi Minil besuk saya jemput saja dan saya ajak ke rumahku, yu. Den Lurah sudah menunggu di rumahku ". Slamet memberi penjelasan mak Kurni. " Ya sudah kalau gitu, pasrah Minil ya, Met. Tolong Minil diajari sopan besuk kalau ketemu den Lurah. O....ya....tak buatkan teh ya, Met !" Mak kurni terdengar sangat bergembira. " Dak usah, yu. Aku mau pulang saja kok, yu. Mau tidur. Capek banget seharian nyangkul di sawah. Lha ini Minil dah tidur ya, yu ?" Kalimat Slamet diahkiri dengan menanyakan Minil yang sudah tak terdengar suaranya. " Lha itu  ta, Met. Sudah bodo, malas lagi. Lha Minil itu tak suruh bantu - bantu bungkusi tempe saja tidak mau kok, Met. Sukaknya cuma tidur. Dia itu kan cuma gede badannya saja ta, Met. Pikirannya belum mau tahu susahnya orang tua cari beras. Pekerjaannya cuma glimpang - glimpung dengarkan radio. Kalau sudah lagunya dangdutan, wah ....Minil tak bisa diminta tenaganya, Met. Aku ini heran sama Minil itu lho, Met. Sejak ditinggal mati bapaknya kok jadi banyak diam dan tambah malas. Sekolah dak mau. Keluar rumah jarang. Keluar rumah ya kalau pergi mandi di pancuran itu. Lha wong saya ajak ke pasar saja ya dak mau kok, Met. O...ya tapi besuk  jangan malam - malam, Met. Nanti Minil keburu ngantuk. Kalau siang, atau sore saja ketemunya den lurah bisa ta, Met ? ". Dengan semangat mak Kurni ngomongkan sedikit tabiat anaknya. " Dak bisa yu, karena besuk seharian sampai sore den Lurah pergi ke kota mengantar isteri - isterinya belanja. Ya sudah, yu. Aku pulang dulu. Besuk malam kesini lagi. Yu Kurni jangan lupa kasih tahu Minil kalau besuk malam saya jemput ". Terdengar kursi kayu  berderit tersodok kaki Slamet yang beranjak berdiri dari duduk. 
     Darman mendengar Slamet mau pulang, segera cabut dari lincak dan segera pula meninggalkan teras rumah mak Kurni. Darman tidak ingin keberadaannya diketahui Slamet. Tak ingin pula Darman diketahui Slamet kalau dirinya telah menguping pembicaraan. Darman segera lenyap di kegelapan malam dan di rimbunnya tetanaman di sekitar rumah mak Kurni. 
     Darman tahu persis siapa itu Slamet. Slamet adalah begundal pak Lurah. Begundal adalah pembantu setia yang disayangi. Kemana perginya pak Lurah Slamet selalu diajak. Bahkan pada acara - acara pentingpun Slamet jarang ketinggalan. Slamet adalah pembantu yang menyediakan segala keperluan pak Lurah mulai dari urusan kecil - kecil sampai pada urusan besar dan urusan yang sifatnya pribadi. Hampir - hampir tidak ada yang tidak diketahui Slamet apa yang dikerjakan dan diperbuat pak Lurah. Slamet selalu mengiyakan apa yang diperintahkan pak Lurah. Hidupnya penuh diabdikan kepada pak Lurah. Urusan pribadinya menjadi terbengkelai. Sampai - sampai Slamet tak pernah berpikiran hidup berumah tangga. Kedua orang tua Slamet sudah tiada. Ia tinggal sendiri dan hidup dengan pemberian pak Lurah. Slamet adalah perjaka miskin yang tak banyak memilki ketrampilan. Hidup dan kehidupannya disandarkan pada pak Lurah yang cukup memberikan segala kebutuhannya. Bahkan rumah yang kini ditinggalinya pun pemberian pak Lurah.
     Darman sudah membayangkan apa yang akan terjadi pada Minil besuk malam. Minil dibawa ke rumah Slamet. Disana pak Lurah sudah menunggu. Wah ..... jangan - jangan Minil di apa - apakan sama pak Lurah. Waktu Minil terpeleset jatuh di pematang dan pak Lurah menolongnya, waktu itu pak lurah sudah cukup berani meraba - raba milik Minil. Padahal waktu itu banyak kerumunan orang. Lha besuk malam Minil sendirian di rumah Slamet. Disana hanya ada Slamet dan pak Lurah. Apa yang akan terjadi ?
     Rumah Slamet yang memang agak terpencil dari rumah - rumah warga lainnya sejak sore terus diawasi Darman. Darman tak mau ketinggalan. Ia sudah mengatur strategi. Begitu malam merangkak Darman sudah akan siap bersembunyi di samping rumah Slamet. Rumah Slamet yang tidak segede rumah - rumah warga lainnya dan terletak di tengah - tengah kebon pisang akan memudahkan Darman bersembunyi. Darman akan membuat lubang intip di beberapa tempat. Rumah Slamet yang terbuat dari dinding bambu itu akan memudahkan Darman membuat lubang intip. Alat untuk membuat lubang intip sudah dipersiapkan Darman. Darman harus mendahului kedatangan pak Lurah. Sebelum pak Lurah datang di rumah Slamet Darman sudah harus siap di tempat dia akan mengintip. Darman sangat mengenal rumah Slamet. Karena gotong royong sambatan membuat rumah itu Darman juga ikut bekerja. Di rumah Slamet hanya ada tiga ruangan. Ruang depan. Ruangan depan ada sepajang meja kursi kayu. Diterang lampu minyak. Di ruang tengah ada bale - bale atau tempat tidur yang terbuat dari bambu dan berkasur kapas randu. Tempat Darman tidur. Ruang ketiga ruang belakang ada dapur sederhana dan kamar mandi dan wese tempat buang air dan mandi yang amat ala kadarnya. Rumah orang tak berpunya pada umumnya di dusun. Di rumah Slamet belum tersentuh listrik. Lampu yang digunakan lampu minyak yang disebut gembreng atau teplok. Bahkan kalau sudah malam larut rumah Slamet ini hanya diterangi lampu sentir. Lampu minyak yang terbuat dari bola lampu yang sudah mati. Lampu - lampu seperti itu banyak dijual pasar desa.
     Malam mulai merangkak. Darman mengendap - endap diantara pohon - pohon pisang. Dan terus menuju samping rumah Slamet. Di dalam rumah Slamet sibuk dengan lampu - lampu minyak yang mulai dinyalakan. Di luar rumah Darman sibuk membuat lubang - lubang intip suara derik cengkerik dan walang kerik sangat membantu Darman membuat lubang - lubang intip. Tak lama kemudian pak Lurah datang. Motornya diparkir tepat di depan rumah Slamet. Pak lurah langsung masuk rumah dan ditemui Slamet. " Mumpung belum terlalu malam kau segera jemput Minil, Met !" Perintah pak Lurah yang tidak dijawab Slamet. Slamet segera mengeluarkan sepeda ontel dari rumah dan segera pergi. Darman mencoba mengintip. Pak Lurah duduk di ruang depan. Mengeluarkan rokok dan menyulutnya. Di meja telah ada dua gelas teh. Mungkin itu sudah dipersiapkan Slamet untuk menjamu pak Lurah dan Minil. Tak urung jantung Darman berdegup juga menyaksikan pak Lurahnya dari lubang intip. Pak Lurah yang tinggi besar. Gagah. Tangannya besar tampak kokoh. Kalau - kalau sampai kelakuannya mengintip ini diketahui pak Lurah tak ayal dia bakal makan bogem mentahnya pak Lurah. Sekali pukul barangkali Darman langsung pingsan. Niatnya untuk mengintip apa yang akan terjadi menjadi ragu - ragu dan takut. Tetapi ketika teringat beban tugas yang diberikan polisi agar ia terus memantau kegiatan pak Lurahnya semangatnya tumbuh lagi dan menindih rasa takutnya.
     Slamet datang bersama Minil. Di tangan Minil ada jaket pak Lurah yang tempo hari yang lalu dikenakan pak Lurah di tubuh Minil yang nyaris telanjang karena terpeleset dan tercebur di sawah. Malam ini Minil mau mengembalikan jaket itu ke pak Lurah. " Sehat kamu, Nil ?" , tanya pak Lurah stelah Minil duduk di kursi kayu dihadapannya. " sehat, den Lurah ". Jawab Minil menunduk memandangi dan mempermainkan jaket pak Lurah yang masih ada di pangkuannya. Dengan suaranya yang lirih Minil melanjutkan kalimatnya : " Maaf den Lurah, saya baru malam ini bisa mengembalikan jaket den Lurah. Jaket ini saya cuci keringnya lama, den ". Minil memandangi pak Lurah sambil meletakkan jaket di atas meja. " Dak apa - apa, Nil. Aku punya jaket yang lain kok. O ... ya Nil, benar kata Slamet  kamu cuma punya tiga potong baju dan itu saja sudah kekecilan  ?" Tanya pak Lurah sambil memperhatikan tubuh Minil yang memang montok, padat berisi. Rupanya Minil tumbuh subur. Tak ayal jika bajunya cepat kekecilan. Minil jujur menjawab : " Benar den, malah yang satunya sobek, den. Dan simbok belum sempat menambalnya ". Pak Lurah merogoh saku celana panjangnya dan mengeluarkan segepok uang yang terdiri dari pecahan puluhan ribu dan sebagian yang yang pecahan dua puluhan ribu dan lima puluhan ribu. " Ni, Nil. Besuk kamu beli kain di pasar. Terus dijahitkan. Uang ini cukup untuk beli kain dan kamu buat sepuluh baju. Ongkos jahitnya besuk saya kasih lagi. Mau ta Nil saya kasih uang untuk beli kain ?" Mengucapkan kalimat ini pak Lurah sambil terus memandangi Minil dan tertawa. Lagi - lagi Minil gadis bodo yang cenderung bloon ini menjawab dengan jujur : " Mau den. Kata simbok nanti kalau diberi apa - apa oleh den Lurah supaya saya tidak menolaknya ". Pak Lurah semakin lebar tertawanya. Di dalam hati pak Lurah tertawa geli juga : Dasar mbokmu, Nil !". 
     Darman yang menyaksikan dari lubang intip terpana dengan uang yang ada di atas meja. Edan banyak banget uang itu. Jangankan sepuluh potong kain, dua puluh potong kain pun cukup. Baik benar ini den Lurah sama Minil. Wah ... uang itu sama dengan hasil ngojekku berbulan - bulan. Beruntung amat kamu, Nil ! Darman mulai menduga - duga apa iya uang sebanyak itu den Lurah tidak meminta imbalan. Masak iya ! Jangan - jangan ...... ah .... aku tunggu saja apa yang akan terjadi. Darman terus menahan napas sambil mengintip. Gerak pupil matanya terus berganti - ganti melihat reaksi Minil dan aksi pak Lurahnya. Di ruang depan sedari tadi Darman tidak melihat Slamet. Dimana Slamet. Jangan - jangan Slamet ada di luar rumah dan mengetahui perbuatannya. Darman bergeser dan mengintip ruang tengah. Darman tak ada di situ. Darman semakin kawatir. Bergeser lagi mengintip ruang belakang. Darman lega. Ternyata Slamet lagi menikmati singkong rebus di dapur.
     " Sudah ayo uang itu kamu kantongi ! Ada dak bajumu itu kantongnya ! Besuk kamu dan mbokmu ke pasar beli kain !" Perintah pak Lurah. Minil meraup uang di meja dan menjejal - jejalkan di saku bajunya. Dua kantong bajunya penuh berisi uang. Pak lurah mengeluarkan meteran gulung dari saku celananya. " Sudah ayo, Nil. Badanmu tak ukur dulu. Nanti saya buatkan catatan supaya tepat membeli kainnya !" Kata pak Lurah sambil berdiri dan menggamit tangan Minil. Minil menurut saja ditarik pak Lurah dan berjalan ke ruang tengah. Melewati sekat kain gordin kini Minil dan pak Lurah ada di ruang tengah. " Dah kamu berdiri saja. Aku mengukur badanmu !" Minil menurut saja. Pak Lurah mulai merentangkan meteran dan mengukur badan Minil. Dimulai dari pundaknya. Di luar mata Darman yang juga sudah berpindah tempat ke lubang intip ruang tengahnya, jantung semakin berdegup. Ini dia ! Pikirnya. Mulai dari pundaknya terus pak Lurah mengukur dadanya. Di situ tangan pak Lurah berulang - ulang mengukur. Dan menekan - nekan dada Minil dengan punggung telapak tangannya. Minil diam saja. Tak bereaksi. Karena Minil tak beraksi pak Lurah semakin nekat. Kini tangannya mulai meraba dada Minil dan disertai sedikit menekan dan meremas dari luar baju Minil. Minil tetap tak bereaksi. Pak Lurah membuka kancing baju tepat di dada Minil. Sambil memegang pundak Minil pak Lurah memasukkan tangannya ke dalam baju Minil dan disitu terus meraba kedua payudara Minil yang baru tumbuh membesar. Pak Lurah dengan lembut meraba - raba kedua gundukan daging yang sedang tumbuh di dada Minil. Meremas - remas lembut dan jari pak Lurah menekan - nekan dan menggesek - gesak puting penthil perawan    yang belum pernah diperlakukan begitu.  Terdengar Minil mendesah lirih : " Aduuuuuuh ....geli den Lurah ...aaaaah ....eeeeessss ....geli den .... ". Tetapi Minil tidak meronta dan tidak menolak. Darman mendengar rintihan Minil itu dan melihat adegan itu. Tak urung tongkatnya ereksi. Edan ...! Darman semakin menempelkan matanya di lubang intip. Slamet pun dari dapur yang dengan ruang tengah hanya disekat pakai kain gordin mendengar pula. Slamet juga mencoba mengintip. " Kamu dak punya kutang ya, Nil ?" Ditanya pak Lurah begitu Minil hanya menggeleng. Pak Lurah merogoh saku celananya dan mengeluarkan lagi uang dan ditempelkan di telapak tangan Minil. " Ni, Nil. Besuk beli beha juga. Sayang kalau penthilmu tidak ditutup beha ". Setelah memberikan uang,  kembali tangan pak lurah masuk dibalik baju bagian dada Minil. Kembali pak Lurah menikmati rabaan penthil yang masih sangat ranum. Dielus, diraba - raba, diremas lembut. Dan Minil terus mendesis. Puas dengan payudara, pak lurah terus mengukur pinggang Minil. Turun ke pantat Minil. Pak Lurah melingkarkan meteran di pantat Minil. Tangan pak lurah berhenti persis di depan rok yang dibaliknya ada kemaluan Minil. Sekali lagi dengan punggung tangannya pak Lurah menekan - nekan kemaluan Minildari luar baju. Punggung tangan pak Lurah menyentuh gundukan daging yang empuk kenyal. Yang diperlakukan begitu lagi - lagi tak bereaksi. Hanya sedikit memundur - mundurkan pantatnya. Seperti disuruh tangan pak Lurah tak ragu - ragu lagi menelusup ke balik rok Minil. Disana tangan pak Lurah mengelus - elus kemaluan Minil yang ditutupi celana dalam yang tepat di depan muka kemaluannya celana itu sobek karena usang. Pak Lurah meraba - raba celana dalam Minil tepat di bagian yang sobek. Pak Lurah merasakan tangannya menyentuh daging hangat lembut dan empuk. Seiring dengan itu lampu minyak di ruang tengah itu meredup dan hampir padam. Suasana jadi temaram. Di luar mata Darman menjadi tak lagi jelas menyaksikan adegan yang ada di dalam. Edan ! Ini pasti perbuatan Slamet. Slamet pasti sudah dipesan pak Lurah agar supaya mengisi lampu dengan sedikit minyak agar padam pada saatnya. Darman mencoba semakin menempelkan matanya. Tapi kabur karena lampu terus meredup. Dengan semakin meredupnya lampu Slamet pun jadi semakin berani menyibakkan gordin untuk memperjelas penglihatannya. Pak Lurah terus mengelus - elus kemaluan Minil. Minil mendesah lagi. Dan terus mendesis. Kali ini desahannya jadi agak keras : " Aduuuhh ...den..geli....den...." Dengan adanya desahan Minil pak Lurah semakin bernafsu. Apalagi Minil tak menolak kemaluannya dielus - elus dan di tekan - tekan. Dengan lirih pak Lurah membisikkan kata di telinga Minil : " Celana dalamu .... sobek Nil, besuk beli sekalian ya .... " Sambil berkata begitu tangan pak lurah merogoh lagi kantong dan menjejalkan uang ditelapak tangan Minil. Minil menggenggamnya. Minil yang terus diberi uang jadi lupa. Ingatannya hanya pada uang di sakunya dan uang yang ada di genggaman tangannya. Rasanya Minil ingin segera menghitung uang itu. Tangan pak Lurah memelorotkan celana dalam Minil. " Ini dilepas saja. Dibuang ... besuk beli yang baru ...." Berkata begitu pak Lurah sambil napasnya semakin memburu. Celana dalam Minil berhasil dilepas. Pak Lurah segera melumuri jarinya dengan jel yang sudah dipersiapkan dari rumah. Jel pelumas itu dimaksudkan untuk dioleskan di kemaluan Minil. Agar saat dipermainkannya nanti tidak terasa perih. Maklum pepek perawan. Lampu minyak di ruang tengah padam. Darman tak lagi melihat adegan. Secara samar - samar Slamet masih bisa menyaksikan dari balik celah gordin. Slamet ereksi dan mulai bernafsu. Slamet menggosok - gosok tongkatnya sendiri. Darman hanya bisa membayangkan yang sedang terjadi di ruang tengah yang berubah jadi gelap. Pak Lurah menyandarkan Minil di pinggir bale - bale bambu. Minil tak menolak. Pak Lurah mengangkangkan kaki Minil. Minil menurut. Pak Lurah membuka ruitsleting celananya dan mengeluarkan tongkatnya yang sudah kaku dan mendongak. Mulut pak Lurah menciumi leher Minil. Tangan kirinya memeluk Minil melingkar sampai bisa meramas penthil Minil dan jari tangan kanannya yang sudah dilumuri jel pelumas berada di kemaluan minil. Tangan kiri terus meremas penthil, sementara jari - jari tangan kanannya semakin nakal melumurkan jel di belahan kemaluan    Minil dan menyodok - nyodok,  mencari - cari liang senggamanya. Sementara itu juga pak Lurah terus menekan - nekankan tongkat di pantat Minil yang sudah tidak ditutupi celana dalam. Dan melelehkan sedikit maninya di kulit pantat Minil. Jari tengah tangan pak Lurah berhasil masuk di liang kemaluan Minil. Saat itulah Minil cukup keras mendesah tanpa sadar karena lupa dia sedang diapakan dan sedang ada dimana : "Auuuuugghhh ...aaaaah.... eeeesssssss....aduuuuuhhh..... !" Jari tengah tangan pak Lurah yang ada di dalam kemaluan Minil terjepit dan basah.. Minil terus menggelinjang dipelukan pak Lurah yang semakin erat dan semakin menekankan tongkatnya di pantat Minil. Tongkat pak Lurah terus menyodok - nyodok pantat Minil. Tongkat pak Lurah terus sedikit - sedikit melelehkan mani di pantat Minil. Yang dirasakan Minil hanya melayang. Rasa geli dan enak di penthilnya yang terus diremas dengan tangan kiri pak Lurah, rasa di pepeknya yang terus dikilik jari tengah pak Lurah, dan rasa di kulit pantatnya yang digesek  - gesek dan disodok - sodok tongkat pak Lurah dan ada rasa licin - licin hangat meleleh di kulit pantatnya.  Pak Lurah semakin menggelitik kemaluan Minil. Dengan pengalamannya yang cukup banyak tentang menggelitik kemaluan pak Lurah terus mempermainkan pepek Minil. Minil terus menggelinjang seperti cacing kepanas. Apalagi bila jari pak Lurah tepat mengenai sasaran di kedalaman kemaluannya. Minil bergetar dan menggeliat. Pak Lurah yang tahu itu, dan semakin menderanya dan Minil hanya bisa terus mendesis dan mendesah nikmat. " Auuuuggh.....aaaaahhh..."  Tubuh Minil menggelinjang. Darman yang tak lagi bisa melihat dan hanya mendengar desahan tak kuat menahan ereksinya tongkatnya. Darman onani. Di dapur Slamet pun onani. Secara tidak sengaja tangan Minil meraba pantatnya yang terasa di sodok - sodok sesuatu yang kaku, hangat dan keras dan ada cairan basah hangat dan licin, dan tangan Minil menemukan benda itu. Minil menggenggamnya erat. Pak lurah yang tongkatnya digenggam Minil merasakan kenikmatan yang luar biasa dan meminta Minil terus memegangnya : " Terus Nil. Genggam erat Nil. Aduh enak Nil !" Dan jari tangan pak Lurah semakin ganas di pepek Minil. Dan yang terjadi kemudian muncratlah mani pak Lurah membasahi pantat Minil. " Min......M i n i i i i i i i i l " Pak Lurah menjerit tertahan. Dan berbarengan dengan itu karena semakin ganasnya jari pak Lurah menggelitik kemaluan , maka lagi - lagi Minil Orgasme. : " Aaaaaaaahhhhh ....aaauuuuuughh ....... !!  Pepek Minil menjadi sangat basah. Sementara itu di luar Darman juga memuncratkan maninya. Keluarnya mani dari tongkat Darman membuat dirinya lupa. Sampai - sampai kakinya menendang - nendang semak - semak dan menimbulkan bunyi kersek - kersek. Untung suara itu tak terperhatikan oleh mereka yang ada di dalam rumah karena masing - masing sedang  sibuk dengan kenikmatannya. Karena bersamaan dengan itu Slamet pun memuncratkan maninya. Mukanya mendongak. Matanya terpejam dan : " Auuuuuuugghh .... !" maninya muncrat - muncrat membasahi sarungnya.

                                                                bersambung kebagian keduapuluh ...........